Selasa, 28 Desember 2010

01 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo 13 November 2010 s.d. 20 November 2010 01. Handoyo Tejasoewita Saturday, 13 November 2010 Meditasi Di saat meditasi saya fokus pernafasan pikiran terasa fokus ke jasmani. Dan pikiran seolah hanya melihat jasmani tanpa ada reaksi apapun seperti diam tanpa reaksi. Mohon petunjuk dari Bhante. Namo Buddhaya. Terima kasih. Jawaban : Dalam meditasi, bila menggunakan obyek pernafasan, maka pikiran hendaknya tetap dipusatkan pada obyek yang sudah dipilih tersebut. Namun, bila terasa fokus pada jasmani yaitu lubang hidung, misalnya, maka konsentrasi meditasi sudah benar. Bila fokus terasa bukan pada jasmani yang berhubungan dengan obyek yang sudah dipilih, hendaknya pikiran dikembalikan pada obyek pernafasan lagi. Kemampuan pikiran terpusat dan melihat jasmani yang berhubungan dengan obyek terpilih tanpa timbul reaksi apapun juga adalah hal yang baik. Apalagi jika dibarengi dengan batin yang tenang. Apabila kondisi batin tersebut selama duduk bermeditasi mampu dicapai dalam waktu cepat dan dipertahankan untuk waktu yang lama, maka kekuatan konsentrasi seperti itu boleh saja mulai dipergunakan sebagai dasar pelatihan meditasi yang selanjutnya yaitu konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari. Gunakan kekuatan konsentrasi yang sudah dapat dicapai dalam pelatihan duduk meditasi tersebut untuk selalu menyadari segala tindakan, ucapan dan pikiran. Ucapkanlah selalu dalam batin kalimat pertanyaan SAAT INI SAYA SEDANG APA? Dengan selalu mampu menjawab pertanyaan dalam batin tersebut, maka kesadaran setiap saat sewaktu bekerja, membaca, menulis, berbicara, berpikir dsb dapat terus dikembangkan. Apabila kemampuan konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari ini dapat terus dipertahankan, maka kebahagiaan hidup dalam pelaksanaan Dhamma akan dapat terasa. Semoga jawaban ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas latihan meditasi yang sudah dicapai hingga saat ini. Semoga selalu bahagia dalam pelaksanaan Dhamma. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 02. Hendra Monday, 15 November 2010 Nama panggilan yang tidak disukai Namo Buddhaya Bhante, Saya ingin menanyakan tentang masalah yang satu ini. Waktu kecil saya sering di panggil dengan nama julukan yang aneh-aneh saat SD. Dan ada juga teman saya yang juga demikian. Dan dia sampai sekarang masih dipanggil dengan nama julukan itu karena dia tetap nurut saja dipanggil dengan nama itu. Misalnya namanya Adrianus, karena badannya besar, dipanggil menjadi Jumbo oleh teman-temannya. Saya juga begitu, cuma itu hanya sampai kelas 6 SD, karena waktu smp hingga sma, teman sd saya sudah pisah kelas. Sehingga saya dipanggil dengan nama asli saya. Tapi sekarang (sudah 1 tahun lebih) saya dipanggil oleh teman-teman di tempat kuliah saya dengan nama yang aneh lagi, dengan nama yang saya tidak suka. Saya bingung menyikapinya agar saya tidak dipanggil dengan nama yang tidak saya suka itu tadi. Karena waktu saya di panggil dengan nama itu, saya coba diam, eh yang manggil malah marah. Ada juga yang sudah mulai berhenti manggil dengan nama itu setelah berulang kali saya minta untuk jangan memanggil dengan nama itu karena saya tidak suka, tapi karena yang lain masih manggil dengan nama itu, jadi dia mulia lagi manggil saya dengan nama yang saya tidak suka itu. Yang saya ingin tanyakan bagaimana yah Bhante, Caranya agar saya tidak lagi dipanggil lagi dengan nama itu? Terima Kasih Bhante Jawaban : Bagi seseorang, biasanya nama adalah merupakan hal yang sangat penting. Karena itu, memanggil atau menulis nama dengan cara yang keliru dapat menimbulkan ketidaknyamanan untuk si pemilik nama. Karena itu, sudah benar, kalau memang keberatan dengan pemanggilan nama yang kurang sesuai, mintalah secara baik-baik dan kekeluargaan kepada orang itu untuk mengubah cara pemanggilannya. Namun, apabila setelah berkali-kali masih belum mau mengubah cara pemanggilannya, cobalah untuk meminta bantuan kepada orang lain yang ia hormati. Mintalah bantuan kepada orang tersebut untuk menasehatinya sehingga dengan nasehat dari orang yang ia hormati, mungkin saja cepat atau lambat ia akan mengubah cara pemanggilannya. Semoga saran ini bermanfaat untuk mengatasi masalah yang menimbulkan ketidaknyaman ini. Semoga selalu bahagia. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahgia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 03. Ferryandi Monday, 15 November 2010 Disiplin, Semangat, Ulet Bhante, Saya ingin bertanya bgmana cara mempertahan terus menerus semangat, disiplin dan ulet dlm hal mempraktekkan Dhamma? Ketika saya dipenuhi oleh kesibukan-kesibukan yg membuat semangat yg Bhante ajarkan selama di Vihara Bodhigiri mulai luntur Bhante. Mohon bimbingannya. Jawaban : Memiliki semangat, disiplin dan ulet dalam segala hal menjadi salah satu faktor penting untuk seseorang agar mampu memaksimalkan semua upaya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari melalui badan, ucapan maupun pikiran. Upaya membangkitkan disiplin, semangat dan ulet memang tidak mudah, apalagi untuk mempertahankan ketiga faktor tersebut. Untuk itu, diperlukan perenungan pada TUJUAN atas upaya yang sedang dilakukan. Dalam hal ini, sesuai pertanyaan di atas, adalah mempraktekkan Dhamma. Renungkanlah tujuan pelaksanaan Dhamma yang hendak dicapai, misalnya, salah satunya adalah mewujudkan kebahagiaan lahir dan batin dalam kehidupan ini maupun kehidupan selanjutnya. Dengan selalu merenungkan tujuan tersebut, maka apabila saat ini kebahagiaan lahir dan batin masih tercapai, bangkitkan terus disiplin, semangat serta ulet untuk melaksanakan Dhamma. Kalau perlu, usahakan untuk sering bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan sama sehingga mungkin salah satu atau lebih dari mereka akan mengkondisikan timbulnya Disiplin, Semangat serta Ulet tersebut. Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ———————————————————————————————————04. Grace Tuesday, 16 November 2010 Mengatasi kebencian Yang mulia Bhante, Bhante, saya adalah simpatisan ajaran Buddha. Saya mengenal ajaran Buddha dari ayah saya. Dan saya merasa tertarik akan keindahannya. Bhante, saya memiliki seorang adik laki-laki. Akhir-akhir ini dia menyatakan kebenciannya kepada saya dan saudara saya yang lain. Ternyata dia telah memendam kebencian tersebut selama bertahun-tahun kepada kami. Permintaan maaf tidaklah cukup baginya. Karena kebetulan dia adalah seorang Buddhis kami selalu mendapatkan “ceramah” tentang Dhamma dari nya. Yang anehnya hal-hal tersebut tidak dipraktekkan pada dirinya sendiri. Terlepas dari semua itu Bhante, yang ingin saya tanyakan adalah: Kebencian yang adik saya rasakan kepada kami ternyata membuat kami juga merasakan kebencian pula pada dirinya. Karena segala sesuatu yang kami katakan dan kerjakan itu salah menurut nya. Sungguh sulit mengabaikannya, terlebih jika kami sering bertemu. Kami sudah berusaha untuk menekan kebencian tersebut dan berusaha untuk tidak menambahnya (dengan menjaga perasaan dan meminimalisir komunikasi kami agar dia tidak tersinggung) Kami sungguh sangat ingin berdamai dengan saudara kami tersebut. Bhante, saya memohon nasihat Bhante atas permasalahan kami tersebut. Terima kasih Bhante. Sadhu. Jawaban : Kebencian atau rasa tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang adalah wajar dimiliki oleh mereka yang belum mencapai kesucian. Kebencian timbul karena perasaan ingin menjauh dari sumber penyebab ketidaknyamanan dan ketidakbahagiaan. Disamping memiliki kebencian, orang yang belum mencapai kesucian juga pasti memiliki ketamakan, yaitu rasa suka dan ingin selalu berdekatan dengan segala sesuatu atau seseorang yang menyenangkan dan sesuai harapannya. Rasa benci dan tamak ini timbul dalam batin orang yang belum terbebas dari ketidaktahuan bahwa hidup selalu berubah. Apabila pada saat ini sesuatu atau seseorang terasa menyenangkan, mungkin saja pada saat yang lain, ia tidak lagi menyenangkan, bahkan mungkin ia menjadi sangat menjengkelkan. Demikian pula sebaliknya. Semua rasa suka maupun tidak suka tersebut bisa terjadi karena segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal. Semuanya selalu berubah seiring dengan bertambahnya waktu. Idealnya, adalah cukup membahagiakan kalau di rumah ada orang yang sudah mengenal Dhamma, seperti adik lelaki yang dimaksudkan di atas. Sayangnya, mengenal Dhamma, bahkan mampu berceramah Dhamma tidak selalu menjadi jaminan kualitas perilaku yang baik dan sesuai Dhamma. Dhamma yang dimengerti hanya secara teori atau dipraktekkan sehingga menjadi jalan hidup adalah sama sekali berbeda. Seseorang bisa disebut sebagai umat Buddha apabila ia telah melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, bukan ia yang telah mampu menghafalkan banyak teori Dhamma. Oleh karena itu, dalam pengertian Buddhis, adik lelaki yang dimaksud dalam pertanyaan di atas masih belum menjadi umat Buddha yang sesungguhnya. Ia baru menjalani tradisi Buddhis saja. Karena itulah, perilaku yang ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari mungkin masih belum sesuai atau bahkan jauh dari Dhamma Ajaran Sang Buddha. Namun, perilaku buruk orang yang sudah menghafal teori Dhamma seperti itu hendaknya dapat dijadikan pelajaran agar diri sendiri di masa depan dapat terhindar dari periaku buruk sejenis. Artinya, apabila diri sendiri ingin belajar Dhamma, maka berusahalah sedikit demi sedikit untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, semakin lama mengenal Dhamma, semakin baik pula perilaku yang ditunjukkan dengan badan, ucapan maupun cara berpikir. Dengan demikian, ia yang telah mengenal dan melaksanakan Dhamma akan mendukung terwujudnya kebahagiaan, ketenangan serta kedamaian untuk diri sendiri maupun lingkungan. Adapun untuk mengatasi timbulnya rasa saling membenci di antara anggota keluarga maupun masyarakat, hendaknya seseorang merenungkan salah satu Ajaran Sang Buddha yang menyebutkan bahwa kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian. Kebencian hanya akan berakhir dengan cinta kasih. Oleh karena itu, apabila timbul kejengkelan atau bahkan rasa benci terhadap adik, paling sedikit ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, yaitu : Pertama, pada saat batin sedang tidak senang kepada adik, atau ada pembicaraan dengannya yang kurang sesuai, maka berusahalah untuk berdiam diri terlebih dahulu. Hindari komunikasi lebih lanjut dengannya agar tidak memancing timbulnya pertikaian yang lebih dalam. Apabila berdiam diri dirasa masih kurang mampu menghindari masalah, maka usahakan untuk pergi ke tempat lain atau masuk ke ruangan lain terlebih dahulu sampai emosi reda. Mungkin sekitar 10 menit kemudian, setelah emosi reda, barulah menemui adik dan melanjutkan pembahasan yang mungkin tadi sedikit terganggu. Biasanya, setelah mampu meredakan emosi, pembicaraan yang dilanjutkan menjadi lebih fokus dan mungkin dapat mencapai kesepakatan yang membahagiakan semua fihak. Kedua, apabila cara di atas terasa masih kurang mampu meredam gejolak emosi yang timbul saat itu, maka kondisikan untuk memiliki kebiasaan mengucapkan dalam batin secara berulang-ulang kalimat SEMOGA SEMUA MAHLUK SELALU HIDUP BERBAHAGIA. Ulangi kalimat ini sebanyak mungkin setiap harinya. Biasanya, paling sedikit setiap pagi bangun tidur dan malam hendak tidur. Dengan demikian, secara bertahap telah ditanamkan dalam batin pengembangkan pikiran cinta kasih. Bila hal ini dilakukan selama beberapa bulan, maka ketika timbul gejolak emosi dengan siapapun juga, termasuk adik, percikan pikiran yang muncul pada saat itu mungkin saja bukan lagi kemarahan ataupun kebencian, melainkan SEMOGA DIA BAHAGIA, SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Jika pikiran cinta kasih ini sudah mulai sering timbul dalam batin, maka perilaku buruk adik bukan lagi menjadi masalah. Justru mungkin akan timbul rasa kasihan dengan adik dan berusaha membimbing adik agar ia memiliki perilaku yang lebih sesuai Dhamma yaitu sabar dan penuh cinta kasih. Dengan cara-cara seperti yang disampaikan di atas itulah, kebencian tidak lagi dibalas dengan kebencian. Kebencian justru dapat diselesaikan dengan cinta kasih. Hubungan persaudaraan akan lebih harmonis dan damai. Rumah tangga menjadi lebih bahagia. Semoga saran ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pikiran cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud pelaksanaan Ajaran Sang Buddha. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 05. Mrs. SI Wednesday, 17 November 2010 Mimpi selagi hamil Namo Buddhaya, Bhante saya mau nanya, saya sekarang sedang hamil 5 bulan. Saya setiap hari selalu mimpi di malam hari dan kadang saya bisa memimpikan orang meninggal dan sedang diangkut pakai peti mati atau pakai tandu. Pernah mimpi ke vihara lagi. Sepertinya telah 3 kali saya memimpikan hal tersebut tapi lain lokasi dan orgnya. Pernah mimpi ke tempat yayasan sosial kemalangan juga. Apa yang harus saya lakukan ya Bhante dan apa maksud dari mimpi tersebut ya? Mohon bantuannya. Terima Kasih Bhante. Jawaban : Secara umum, seseorang memang selalu bermimpi setiap tidur. Disebutkan bahwa mimpi membantu membersihkan pikiran bawah sadar agar ketika bangun seseorang menjadi lebih segar dan bersemangat sehingga siap melakukan berbagai aktifitas sehari-hari. Demikian pula dalam pengertian Buddhis, mimpi dapat disebabkan karena gejala tubuh yang kurang nyaman ataupun akibat pikiran yang masih melekat dengan segala sesuatu yang dialami ketika sedang tidak tidur. Oleh karena itu, membahas pertanyaan di atas, mungkin salah satu penyebab seseorang mimpi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kematian adalah karena ketakutan, yang disadari maupun tidak, pada kematian saat ia sedang mengandung. Mungkin ia telah melihat atau mendengar informasi tentang kehamilan yang membawa kematian untuk ibu ataupun bayi dalam kandungan. Untuk menghindari mimpi yang kurang menyenangkan, maka upayakan untuk menambah pengertian dan wawasan bahwa tidak semua kehamilan memberikan bahaya kematian kepada ibu maupun bayinya. Contohnya, sangat banyak orang di sekitar yang melahirkan bayi sehat dan lucu dengan kondisi ibu yang baik-baik saja.Karena itu, carilah berbagai faktor pendukung agar kehamilan dapat dijalani dengan baik dan kelahiran dapat dilalui dengan sehat serta selamat. Misalnya, rajin konsultasi dengan dokter kandungan. Selain itu, upayakan memenangkan pikiran dengan melakukan konsentrasi secara rutin setiap pagi bangun tidur dan malam menjelang tidur. Ucapkan secara berulang-ulang dalam batin kalimat cinta kasih SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Dengan pikiran terbiasa terpusat pada satu obyek, maka batin lebih mudah menjadi tenang. Bila hal ini sering dilakukan pada pagi hari, maka sepanjang hari hidup akan menjadi lebih bersemangat. Sedangkan, bila kebiasaan memuasatkan pikiran ini dilakukan menjelang tidur malam, maka tidur dengan kondisi batin yang tenang akan mengurangi timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan seperti yang biasa di alami. Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dalam bentuk ketenangan khususnya terhindar dari mimpi yang kurang menyenangkan. Semoga kehamilan berlangsung lancar sehingga pada saatnya nanti bayi terlahir sehat serta dapat menambah kebahagiaan untuk seluruh anggota keluarga. Semoga harapan ini dapat menjadi kenyataan. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 06. Ria Anggraini Wednesday, 17 November 2010 Bijaksana melaksanakan sila pertama Namo Buddhaya Bhante, Saya ingin bertanya, apabila sedang membersihkan rumah seperti sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan / sedang menyapu ada semut yang sedang berjalan lalu kita bersihkan sehingga laba-laba / semut itu sepertinya terganggu. Apakah tindakan saya tersebut termasuk melanggar sila pertama / menimbulkan kamma buruk tidak ya Bhante? Soalnya kalau sarang laba-laba itu tidak dihilangkan dan ruangan kalau tidak disapu maka akan kotor Mohon petunjuknya. Terima kasih. Jawaban : Sila pertama dalam Pancasila Buddhis adalah upaya untuk menghindari pembunuhan maupun penganiayaan terhadap segala bentuk mahluk hidup. Seorang umat Buddha memang disarankan untuk melaksanakan latihan kemoralan atau sila dengan sebaik-baiknya. Namun, hendaknya jangan lupa juga menggunakan kebijaksanaan dalam pelaksanaan latihan kemoralan yang diajarkan dalam Dhamma. Seperti yang disampaikan dalam pertanyaan, apabila di rumah ada sarang laba-laba maupun semut, tentu sebagai pemilik rumah harus mampu berlaku bijaksana dengan tetap menjaga rumah agar tetap bersih dan sehat. Sarang laba-laba bisa saja dibersihkan dan laba-laba yang di dalam rumah dengan berbagai cara dipindahkan ke luar rumah. Dengan demikian, nantinya laba-laba tersebut akan membangun sarangnya di sana. Adapun semut, kiranya juga perlu dicegah untuk masuk rumah dengan selalu menjaga kebersihan rumah. Ada beberapa cairan kimia pembersih lantai yang menghindarkan semut untuk datang ke rumah. Dengan demikian, semut akan tetap hidup dan melakukan aktifitas hariannya di luar rumah karena mereka merasa tidak tahan pada bahan kimia yang digunakan untuk melindungi rumah. Dengan kebijaksanaan seperti ini, pelaksanaan sila pertama dapat terjaga tanpa harus melakukan pembunuhan maupun penganiayaan sehingga terhindar dari kamma buruk. Rumah tetap bersih, sedangkan laba-laba dan semut juga dapat melakukan kegiatannya seperti biasa. Masing-masing hidup tanpa saling mengganggu. Semoga saran ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 07. Edy Wijaya Thursday, 18 November 2010 Hubungan kamma orangtua dan anak Namo Buddhaya, Bhante yang saya hormati, saya sudah menikah 8 tahun, dan telah memiliki 2 putri yang cantik dan pintar. Nomor satu saat ini berumur 7 tahun, dan nomor 2 saat ini berumur 4 tahun. Saya dan istri sering kewalahan mengurus anak nomor satu, karena sifat dan tingkah lakunya yang benar2 luar biasa Bhante. (iseng dan kelakuannya). Saya dan istri sering kali berpikir ada hubungan karma apa ya dengan anak ini dikehidupan yang lampau sampai bisa ini, sptnya istri tuh “ciong” banget Bhante. Sempat terpikir oleh kami untuk melakukan Regresi/Hipnosis untuk mengetahuinya dulunya ada hubungan apa. Tapi saya katakan setelah kita tahu apakah bermanfaat untuk kita. Selain itu juga saya sering membaca Karaniyametta Sutta, namun tetap saja Bhante. Mohon bimbingan Bhante, bagaimana caranya kami agar bisa mendidik putri kami itu tsb dengan baik dan benar ya Bhante ? Terima kasih Bhante. Jawaban: Dalam pengertian Buddhis dinyatakan bahwa segala bentuk pertemuan di dunia ini tentu ada sebabnya. Menjadi anggota keluarga, teman, tetangga, tinggal di negara, benua bahkan di bumi yang sama tentu ada sebabnya. Salah satu sebab yang disebutkan adalah karena saling memiliki ikatan kamma. Sedikitnya ada dua jenis ikatan kamma. Pertama adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya rasa sayang, suka atau cinta. Ikatan kamma seperti ini akan menghasilkan kebahagiaan, kesenangan dan kedamaian ketika bertemu atau berkumpul dengannya. Kedua, adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya kebencian, dendam maupun permusuhan. Pertemuan dengan mereka yang memiliki ikatan kamma berdasar kebencian ini akan menghasilkan penderitaan, kejengkelan, penyesalan dsb. Membahas pertanyaan di atas, maka ketika seseorang berkumpul sebagai orangtua atau anak, tentu ada sebabnya yaitu, salah satunya, adanya ikatan kamma. Ketika anak tertentu memberikan rasa tidak nyaman dan kurang bahagia dibandingkan dengan anak yang lain, maka mungkin saja penyebab pertemuan sebagai anak dan orangtua adalah karena ikatan kamma yang berisi permusuhan. Oleh karena itu, upaya untuk sering membaca kotbah Sang Buddha tentang cinta kasih yaitu Karaniyametta Sutta adalah tindakan yang sangat tepat dan baik. Kebencian memang hanya akan berakhir dengan cinta kasih. Memancarkan terus menerus pikiran cinta kasih kepada anak, kiranya akan dapat membantu menyelesaikan ikatan kamma yang ada. Apabila dirasa sudah cukup lama membaca sutta cinta kasih namun belum menunjukkan hasil yang sesuai harapan, hendaknya usaha ini dilanjutkan dengan merenungkan, ‘Sudah membaca sutta cinta kasih pun masih ada permusuhan antara orangtua dengan anak, apalagi kalau menghentikannya’. Dengan pengertian ini diharapkan semakin besar semangat untuk melanjutkan pembacaan sutta cinta kasih terutama saat sedang timbul rasa tidak nyaman dengan anak tersebut. Regresi dengan menggunakan metoda hipnosis kiranya tidak terlalu sesuai untuk menyelesaikan masalah hubungan orangtua dan anak yang sedang dihadapi. Mungkin akan lebih baik orangtua justru melakukan pemikiran tentang jalinan komunikasi orangtua dan anak yang telah dilakukan selama ini. Sering terjadi, perilaku anak yang kurang sesuai terhadap orangtua ditimbulkan karena komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat. Orangtua kurang mampu memahami maksud anak, begitu pula sebaliknya. Bila hal ini sebagai penyebab, maka tingkatkan waktu untuk berkomunikasi efektif dengan anak sehingga orangtua sekaligus dapat menjadi sahabat untuk anak-anaknya. Selain pengaruh komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat, perilaku anak yang kurang baik mungkin saja timbul akibat teman pergaulan anak yang tidak sesuai. Bila hal ini sebagai penyebab, maka orangtua harus berusaha memberikan pengarahan kepada anak agar lebih bijaksana memilih teman yang sesuai. Teman yang sesuai adalah teman yang mampu membawa peningkatan kualitas moral dan perilaku anak menuju hal yang lebih baik. Ada baiknya juga mencari fihak ketiga yang didengar saran maupun nasehatnya oleh anak. Fihak ketiga ini misalnya kakek atau nenek atau anggota keluarga lainnya. Mintalah bantuan kepada mereka untuk menasehati anak. Biasanya. dengan nasehat orang yang dihormati, seseorang akan lebih mudah mempertimbangkan dan mengubah perilakunya. Tentu saja masih banyak hal lainnya yang mungkin perlu diperbaiki dalam lingkungan pergaulan maupun komunikasi dengan anak. Juga jangan lupa bahwa pertumbuhan badan, penambahan usia juga dapat membawa pengaruh pada perubahan perilaku anak. Oleh karena itu, jangan terlalu cepat dan mudah menyimpulkan ‘ciong’ sebagai penyebab rengganggnya hubungan antara orangtua dan anak. Semoga sedikit saran yang disampaikan di atas dapatlah dijadikan tambahan pengertian tentang perbaikan kualitas hubungan orangtua dan anak dalam upaya membangun keluarga yang harmonis. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 08. Fenny Friday, 19 November 2010 Pacaran Namo Buddhaya. Bhante, saat ini saya sedang menghadapi masalah dalam hubungan saya dengan pacar saya, sebut saja ‘A’. Sudah hampir 3 tahun saya berpacaran dengannya. Selama waktu tersebut seringkali kami bertengkar, terkadang hingga kami putus namun pada akhirnya kembali bersama lagi hingga saat ini. Masalahnya secara umum selalu sama yaitu saya merasa A kurang memperhatikan saya dan cuek. Terkadang saya merasa hubungan kami tidak seimbang dalam arti saya memberikan perhatian yg lebih terhadap dirinya dan hubungan kami, sedangkan perhatiannya terhadap hubungan ini dan terhadap saya, tidak sebesar yang saya berikan. Saya sudah berulang kali memberitahukan A kalau saya tidak suka dengan sikap cueknya itu. Memang setelah itu A merubah sikapnya, namun setelah beberapa lama, sikap cueknya muncul kembali. Yang saya masih tidak mengerti apakah sikap cueknya ini memang sikapnya atau sikap cueknya ini karena A sudah tidak menyayangi saya lagi, karena sikap A tidak secuek ini pada awal-awal kami berpacaran. Saya ingin bertanya, apakah yg harus saya lakukan dengan hubungan ini, terus mempertahankannya atau sebaiknya saya lepaskan? Saya sering merasa mungkin A tidak sayang dengan saya, entah mengapa saya sangat sering merasa spt ini. Saya yang selalu menyinggung masalah ini, hingga sering berujung pertengkaran besar. Dan setiap kali bertengkar saya merasa sedih. Apakah saya terlalu egois bila bersikap seperti ini? Apakah saya lebih baik belajar menerima A yang bersikap seperti itu dan berusaha bersabar dalam hubungan ini, atau apakah saya lebih baik mengakhiri hubungan dengan A dan perlahan2 mencari pasangan yang sikapnya lebih cocok dengan kebutuhan saya untuk diperhatikan? Apakah selama ini hubungan saya memang dipaksakan, yang hanya akan menyakiti perasaan kami berdua jika terus dilanjutkan? Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, bagaimana seharusnya saya bersikap? Mohon maaf jika pertanyaan ini tidak pas ditanyakan dalam Forum Tanya Jawab ini. Mohon bimbingannya. Terima kasih, Bhante. Jawaban: Masa pacaran adalah satu satuan waktu yang diperlukan untuk saling mengenal lebih dalam sebelum seseorang memutuskan pacarnya menjadi teman hidup selamanya sebagai suami istri. Lama masa pacaran sangatlah bervariasi. Bila dalam pertanyaan di atas disebutkan lama pacaran tiga tahun, maka hal itu sudah termasuk cukup lama. Seharusnya, dalam masa pacaran selama itu masing-masing fihak sudah mampu saling mengenal dengan baik kelebihan maupun kekurangan pacar. Waktu selama itu seharusnya telah banyak kesepakatan bersama yang dibuat untuk mengatasi kekurangan serta meningkatkan kelebihan masing-masing fihak agar tercapai hidup bahagia. Dalam pengertian Buddhis, menjadi pasangan hidup yang harmonis memerlukan lebih banyak kesamaan daripada perbedaan. Paling sedikit terdapat empat kesamaan yang sebaiknya dimiliki oleh pasangan. Keempat kesamaan itu adalah kesamaan keyakinan, kemoralan, kedermawanan dan kesamaan kebijaksanaan. Salah satu permasalahan yang disebutkan dalam pertanyaan di atas adalah perbedaan perhatian kepada pasangan yang sebenarnya dapat digolongkan sebagai perbedaan kedermawanan. Untuk menyelesaikan masalah ini, sudah benar jika mengajak dia untuk berbicara secara sungguh-sungguh tentang hal yang masing-masing sukai atau tidak sukai. Ketika ia mau berubah perilaku, sebenarnya hal ini menunjukkan kemauannya untuk memperbaiki diri. Namun, kalau akhirnya ia kembali ke watak semula yaitu cuek, maka hendaknya perlu dimaklumi. Mengubah watak tidak mungkin dalam semalam. Tidak mudah. Perlu kesabaran dan cinta kasih. Beri kesempatan lagi kepadanya untuk belajar dan berubah. Memberi kesempatan kepada orang yang dicintai agar menjadi lebih baik juga wujud kedermawanan. Selain memberi kesempatan pacar untuk berubah, ada baiknya juga berusaha meningkatkan kualitas diri dengan belajar menerima pacar sebagaimana adanya. Bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk diri sendiri. Apabila dirasa mampu menerima serta hidup dengan kekurangan pacar untuk seumur hidup, maka status pacaran dapat ditingkatkan menjadi suami istri. Namun, apabila dirasa berat dan tidak sanggup untuk menerima serta hidup selamanya dengan kekurangan pasangan hidup, maka mungkin hubungan yang sudah berjalan selama tiga tahun ini perlu ditinjau kembali. Dengan demikian, masing-masing fihak tidak akan tertekan perasaan selama menjalani kehidupan untuk meraih kebahagiaan. Semoga saran ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyelesaikan ketidaksamaan dengan pasangan hidup. Semoga kebahagiaan di masa sekarang maupun di masa depan dapat terwujud. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 09. Wempy Saturday, 20 November 2010 Manfaat mantra Namo Buddhaya, Bhante, saya ingin bertanya. Apakah betul dengan membaca mantra Dewa tertentu dapat membuahkan karma baik (bisa beruntung, hokky, memperbaiki nasib, menjauhkan dari bahaya dsb)? Katanya Dewa tersebut masih bisa menolong manusia. Saya sendiri sebenarnya agak ragu dengan hal ini karena saya pikir semua yang kita dapat itu berasal dari karma kita apakah itu baik atau buruk. Selain mantra Dewa apakah mantra-mantra yg lain juga ada khasiatnya? Mohon penjelasan dan bimbingannya Bhante. Terima kasih Bhante. Jawaban : Dalam pengertian yang berkembang di masyarakat Buddhis, mantra dapat diartikan sebagai pengulangan kata atau kalimat tertentu. Biasanya kata atau kalimat itu bagian dari kotbah panjang Sang Buddha. Dipercaya, pengulangan kata atau kalimat tersebut akan membuahkan kamma baik sesuai dengan harapan. Mengulang kata atau kalimat tertentu, apalagi jika dihubungkan dengan figur dewa maupun mahluk luhur lainnya, pastilah kata yang diucapkan secara berulang tersebut memiliki makna yang baik. Dengan demikian ketika seseorang melakukan pengulangan kata atau kalimat yang baik, ia sesungguhnya terkondisi untuk melakukan kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran. Apabila pengulangan kata atau kalimat itu dilakukan secara rutin untuk waktu yang lama, berarti ia telah menambah kebajikan dalam jumlah yang banyak pula. Jika kebajikan yang ia lakukan dengan sarana pembacaan mantra telah mencukupi, maka suatu saat kamma baik yang ia lakukan selama ini membuahkan kebahagiaan sesuai dengan harapan.Hidupnya akan lebih beruntung, jauh dari bahaya, permasalahan, kesulitan, penyakit dan sebagainya. Kondisi bahagia inilah yang sering diartikan dengan istilah ‘Dewa yang masih mau menolong manusia’. Semoga jawaban ini bermanfaat untuk lebih meningkatkan keyakinan pada kebajikan dengan segala macam cara. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 10. Santri Jaya Saturday, 20 November 2010 Kesucian Namo Buddhaya, Saya Santri dari Pekanbaru. Apakah seorang umat Buddha biasa dapat mencapai tingkat kesucian arahat? Terima kasih. Jawaban : Dalam pengertian Buddhis, kesucian adalah kondisi batin seseorang yang telah terbebas dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan bahwa hidup selalu berproses. Ketamakan maupun kebencian timbul akibat ketidaktahuan seseorang bahwa hidup selalu berproses. Ketamakan muncul karena ia tidak siap ketika harus berpisah dengan yang dicinta. Sebaliknya kebencian timbul saat ia tidak siap bertemu dengan yang tidak disuka. Apabila seseorang selalu mengembangkan kesadaran setiap saat, batinnya menjadi tenang dan mengerti sepenuhnya bahwa hidup adalah proses. Masa lalu hanyalah kenangan yang sudah dilewati. Masa lalu hanya bisa dijadikan pelajaran untuk diperbaiki pada saat ini. Masa depan masih harapan yang harus dimulai pencapaiannya pada saat ini. Saat inilah kenyataan. Saat inilah kesempatan untuk melakukan yang terbaik dengan perilaku, ucapan serta pikiran. Apabila seseorang mampu mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupan, maka ia dikatakan telah mencapai kesucian. Pencapaian kesucian dapat dilakukan oleh siapapun juga. Umat Buddha yang menjadi viharawan maupun mereka yang tinggal dalam masyarakat luas memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesucian. Bahkan, mereka yang bukan umat Buddha sekalipun selama mereka selalu berjuang mengembangkan kesadaran setiap saat, tidak tertutup kemungkinan bagi mereka untuk mencapai kesucian. Kesucian bukan hanya untuk umat Buddha. Kesucian bukan hanya untuk para viharawan. Kesucian adalah untuk siapapun juga yang mau berusaha mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupannya. Semoga penjelasan ini memberikan manfaat dan semangat untuk mengembangkan kesadaran setiap saat agar mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo


13 November 2010 s.d. 20 November 2010
01. Handoyo Tejasoewita
Saturday, 13 November 2010
Meditasi
Di saat meditasi saya fokus pernafasan pikiran terasa fokus ke jasmani. Dan pikiran seolah hanya melihat jasmani tanpa ada reaksi apapun seperti diam tanpa reaksi.
Mohon petunjuk dari Bhante.
Namo Buddhaya.
Terima kasih.
Jawaban :
Dalam meditasi, bila menggunakan obyek pernafasan, maka pikiran hendaknya tetap dipusatkan pada obyek yang sudah dipilih tersebut.
Namun, bila terasa fokus pada jasmani yaitu lubang hidung, misalnya, maka konsentrasi meditasi sudah benar.
Bila fokus terasa bukan pada jasmani yang berhubungan dengan obyek yang sudah dipilih, hendaknya pikiran dikembalikan pada obyek pernafasan lagi.
Kemampuan pikiran terpusat dan melihat jasmani yang berhubungan dengan obyek terpilih tanpa timbul reaksi apapun juga adalah hal yang baik. Apalagi jika dibarengi dengan batin yang tenang. Apabila kondisi batin tersebut selama duduk bermeditasi mampu dicapai dalam waktu cepat dan dipertahankan untuk waktu yang lama, maka kekuatan konsentrasi seperti itu boleh saja mulai dipergunakan sebagai dasar pelatihan meditasi yang selanjutnya yaitu konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Gunakan kekuatan konsentrasi yang sudah dapat dicapai dalam pelatihan duduk meditasi tersebut untuk selalu menyadari segala tindakan, ucapan dan pikiran. Ucapkanlah selalu dalam batin kalimat pertanyaan SAAT INI SAYA SEDANG APA? Dengan selalu mampu menjawab pertanyaan dalam batin tersebut, maka kesadaran setiap saat sewaktu bekerja, membaca, menulis, berbicara, berpikir dsb dapat terus dikembangkan. Apabila kemampuan konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari ini dapat terus dipertahankan, maka kebahagiaan hidup dalam pelaksanaan Dhamma akan dapat terasa.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas latihan meditasi yang sudah dicapai hingga saat ini.
Semoga selalu bahagia dalam pelaksanaan Dhamma.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
02. Hendra
Monday, 15 November 2010
Nama panggilan yang tidak disukai
Namo Buddhaya Bhante,
Saya ingin menanyakan tentang masalah yang satu ini. Waktu kecil saya sering di panggil dengan nama julukan yang aneh-aneh saat SD. Dan ada juga teman saya yang juga demikian. Dan dia sampai sekarang masih dipanggil dengan nama julukan itu karena dia tetap nurut saja dipanggil dengan nama itu. Misalnya namanya Adrianus, karena badannya besar, dipanggil menjadi Jumbo oleh teman-temannya. Saya juga begitu, cuma itu hanya sampai kelas 6 SD, karena waktu smp hingga sma, teman sd saya sudah pisah kelas. Sehingga saya dipanggil dengan nama asli saya.
Tapi sekarang (sudah 1 tahun lebih) saya dipanggil oleh teman-teman di tempat kuliah saya dengan nama yang aneh lagi, dengan nama yang saya tidak suka. Saya bingung menyikapinya agar saya tidak dipanggil dengan nama yang tidak saya suka itu tadi. Karena waktu saya di panggil dengan nama itu, saya coba diam, eh yang manggil malah marah. Ada juga yang sudah mulai berhenti manggil dengan nama itu setelah berulang kali saya minta untuk jangan memanggil dengan nama itu karena saya tidak suka, tapi karena yang lain masih manggil dengan nama itu, jadi dia mulia lagi manggil saya dengan nama yang saya tidak suka itu.
Yang saya ingin tanyakan bagaimana yah Bhante, Caranya agar saya tidak lagi dipanggil lagi dengan nama itu?
Terima Kasih Bhante
Jawaban :
Bagi seseorang, biasanya nama adalah merupakan hal yang sangat penting. Karena itu, memanggil atau menulis nama dengan cara yang keliru dapat menimbulkan ketidaknyamanan untuk si pemilik nama.
Karena itu, sudah benar, kalau memang keberatan dengan pemanggilan nama yang kurang sesuai, mintalah secara baik-baik dan kekeluargaan kepada orang itu untuk mengubah cara pemanggilannya. Namun, apabila setelah berkali-kali masih belum mau mengubah cara pemanggilannya, cobalah untuk meminta bantuan kepada orang lain yang ia hormati. Mintalah bantuan kepada orang tersebut untuk menasehatinya sehingga dengan nasehat dari orang yang ia hormati, mungkin saja cepat atau lambat ia akan mengubah cara pemanggilannya.
Semoga saran ini bermanfaat untuk mengatasi masalah yang menimbulkan ketidaknyaman ini.
Semoga selalu bahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahgia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
03. Ferryandi
Monday, 15 November 2010
Disiplin, Semangat, Ulet
Bhante,
Saya ingin bertanya bgmana cara mempertahan terus menerus semangat, disiplin dan ulet dlm hal mempraktekkan Dhamma?
Ketika saya dipenuhi oleh kesibukan-kesibukan yg membuat semangat yg Bhante ajarkan selama di Vihara Bodhigiri mulai luntur Bhante.
Mohon bimbingannya.
Jawaban :
Memiliki semangat, disiplin dan ulet dalam segala hal menjadi salah satu faktor penting untuk seseorang agar mampu memaksimalkan semua upaya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari melalui badan, ucapan maupun pikiran.
Upaya membangkitkan disiplin, semangat dan ulet memang tidak mudah, apalagi untuk mempertahankan ketiga faktor tersebut.
Untuk itu, diperlukan perenungan pada TUJUAN atas upaya yang sedang dilakukan. Dalam hal ini, sesuai pertanyaan di atas, adalah mempraktekkan Dhamma. Renungkanlah tujuan pelaksanaan Dhamma yang hendak dicapai, misalnya, salah satunya adalah mewujudkan kebahagiaan lahir dan batin dalam kehidupan ini maupun kehidupan selanjutnya.
Dengan selalu merenungkan tujuan tersebut, maka apabila saat ini kebahagiaan lahir dan batin masih tercapai, bangkitkan terus disiplin, semangat serta ulet untuk melaksanakan Dhamma. Kalau perlu, usahakan untuk sering bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan sama sehingga mungkin salah satu atau lebih dari mereka akan mengkondisikan timbulnya Disiplin, Semangat serta Ulet tersebut.
Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————04. Grace
Tuesday, 16 November 2010
Mengatasi kebencian
Yang mulia Bhante,
Bhante, saya adalah simpatisan ajaran Buddha. Saya mengenal ajaran Buddha dari ayah saya. Dan saya merasa tertarik akan keindahannya.
Bhante, saya memiliki seorang adik laki-laki. Akhir-akhir ini dia menyatakan kebenciannya kepada saya dan saudara saya yang lain. Ternyata dia telah memendam kebencian tersebut selama bertahun-tahun kepada kami. Permintaan maaf tidaklah cukup baginya.
Karena kebetulan dia adalah seorang Buddhis kami selalu mendapatkan “ceramah” tentang Dhamma dari nya. Yang anehnya hal-hal tersebut tidak dipraktekkan pada dirinya sendiri.
Terlepas dari semua itu Bhante, yang ingin saya tanyakan adalah: Kebencian yang adik saya rasakan kepada kami ternyata membuat kami juga merasakan kebencian pula pada dirinya. Karena segala sesuatu yang kami katakan dan kerjakan itu salah menurut nya. Sungguh sulit mengabaikannya, terlebih jika kami sering bertemu. Kami sudah berusaha untuk menekan kebencian tersebut dan berusaha untuk tidak menambahnya (dengan menjaga perasaan dan meminimalisir komunikasi kami agar dia tidak tersinggung) Kami sungguh sangat ingin berdamai dengan saudara kami tersebut. Bhante, saya memohon nasihat Bhante atas permasalahan kami tersebut. Terima kasih Bhante. Sadhu.
Jawaban :
Kebencian atau rasa tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang adalah wajar dimiliki oleh mereka yang belum mencapai kesucian. Kebencian timbul karena perasaan ingin menjauh dari sumber penyebab ketidaknyamanan dan ketidakbahagiaan.
Disamping memiliki kebencian, orang yang belum mencapai kesucian juga pasti memiliki ketamakan, yaitu rasa suka dan ingin selalu berdekatan dengan segala sesuatu atau seseorang yang menyenangkan dan sesuai harapannya.
Rasa benci dan tamak ini timbul dalam batin orang yang belum terbebas dari ketidaktahuan bahwa hidup selalu berubah. Apabila pada saat ini sesuatu atau seseorang terasa menyenangkan,  mungkin saja pada saat yang lain, ia tidak lagi menyenangkan, bahkan mungkin ia menjadi sangat menjengkelkan. Demikian pula sebaliknya. Semua rasa suka maupun tidak suka tersebut bisa terjadi karena segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal. Semuanya selalu berubah seiring dengan bertambahnya waktu.
Idealnya, adalah cukup membahagiakan kalau di rumah ada orang yang sudah mengenal Dhamma, seperti adik lelaki yang dimaksudkan di atas. Sayangnya, mengenal Dhamma, bahkan mampu berceramah Dhamma tidak selalu menjadi jaminan kualitas perilaku yang baik dan sesuai Dhamma. Dhamma yang dimengerti hanya secara teori atau dipraktekkan sehingga menjadi jalan hidup adalah sama sekali berbeda.
Seseorang bisa disebut sebagai umat Buddha apabila ia telah melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, bukan ia yang telah mampu menghafalkan banyak teori Dhamma. Oleh karena itu, dalam pengertian Buddhis, adik lelaki yang dimaksud dalam pertanyaan di atas masih belum menjadi umat Buddha yang sesungguhnya. Ia baru menjalani tradisi Buddhis saja. Karena itulah, perilaku yang ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari mungkin masih belum sesuai atau bahkan jauh dari Dhamma Ajaran Sang Buddha.
Namun, perilaku buruk orang yang sudah menghafal teori Dhamma seperti itu hendaknya dapat dijadikan pelajaran agar diri sendiri di masa depan dapat terhindar dari periaku buruk sejenis. Artinya, apabila diri sendiri ingin belajar Dhamma, maka berusahalah sedikit demi sedikit untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, semakin lama mengenal Dhamma, semakin baik pula perilaku yang ditunjukkan dengan badan, ucapan maupun cara berpikir. Dengan demikian, ia yang telah mengenal dan melaksanakan Dhamma akan mendukung terwujudnya kebahagiaan, ketenangan serta kedamaian untuk diri sendiri maupun lingkungan.
Adapun untuk mengatasi timbulnya rasa saling membenci di antara anggota keluarga maupun masyarakat, hendaknya seseorang merenungkan salah satu Ajaran Sang Buddha yang menyebutkan bahwa kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian. Kebencian hanya akan berakhir dengan cinta kasih.
Oleh karena itu, apabila timbul kejengkelan atau bahkan rasa benci terhadap adik, paling sedikit ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
Pertama, pada saat batin sedang tidak senang kepada adik, atau ada pembicaraan dengannya yang kurang sesuai, maka berusahalah untuk berdiam diri terlebih dahulu. Hindari komunikasi lebih lanjut dengannya agar tidak memancing timbulnya pertikaian yang lebih dalam. Apabila berdiam diri dirasa masih kurang mampu menghindari masalah, maka usahakan untuk pergi ke tempat lain atau masuk ke ruangan lain terlebih dahulu sampai emosi reda. Mungkin sekitar 10 menit kemudian, setelah emosi reda, barulah menemui adik dan melanjutkan pembahasan yang mungkin tadi sedikit terganggu. Biasanya, setelah mampu meredakan emosi, pembicaraan yang dilanjutkan menjadi lebih fokus dan mungkin dapat mencapai kesepakatan yang membahagiakan semua fihak.
Kedua, apabila cara di atas terasa masih kurang mampu meredam gejolak emosi yang timbul saat itu, maka kondisikan untuk memiliki kebiasaan mengucapkan dalam batin secara berulang-ulang kalimat SEMOGA SEMUA MAHLUK SELALU HIDUP BERBAHAGIA. Ulangi kalimat ini sebanyak mungkin setiap harinya. Biasanya, paling sedikit setiap pagi bangun tidur dan malam hendak tidur. Dengan demikian, secara bertahap telah ditanamkan dalam batin pengembangkan pikiran cinta kasih. Bila hal ini dilakukan selama beberapa bulan, maka ketika timbul gejolak emosi dengan siapapun juga, termasuk adik, percikan pikiran yang muncul pada saat itu mungkin saja bukan lagi kemarahan ataupun kebencian, melainkan SEMOGA DIA BAHAGIA, SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Jika pikiran cinta kasih ini sudah mulai sering timbul dalam batin, maka perilaku buruk adik bukan lagi menjadi masalah. Justru mungkin akan timbul rasa kasihan dengan adik dan berusaha membimbing adik agar ia memiliki perilaku yang lebih sesuai Dhamma yaitu sabar dan penuh cinta kasih.
Dengan cara-cara seperti yang disampaikan di atas itulah, kebencian tidak lagi dibalas dengan kebencian. Kebencian justru dapat diselesaikan dengan cinta kasih. Hubungan persaudaraan akan lebih harmonis dan damai. Rumah tangga menjadi lebih bahagia.
Semoga saran ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pikiran cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud pelaksanaan Ajaran Sang Buddha.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
05. Mrs. SI
Wednesday, 17 November 2010
Mimpi selagi hamil
Namo Buddhaya,
Bhante saya mau nanya, saya sekarang sedang hamil 5 bulan. Saya setiap hari selalu mimpi di malam hari dan kadang saya bisa memimpikan orang meninggal dan sedang diangkut pakai peti mati atau pakai tandu. Pernah mimpi ke vihara lagi. Sepertinya telah 3 kali saya memimpikan hal tersebut tapi lain lokasi dan orgnya. Pernah mimpi ke tempat yayasan sosial kemalangan  juga.
Apa yang harus saya lakukan ya Bhante dan apa maksud dari mimpi tersebut ya?
Mohon bantuannya.
Terima Kasih Bhante.
Jawaban :
Secara umum, seseorang memang selalu bermimpi setiap tidur. Disebutkan bahwa mimpi membantu membersihkan pikiran bawah sadar agar ketika bangun seseorang menjadi lebih segar dan bersemangat sehingga siap melakukan berbagai aktifitas sehari-hari.
Demikian pula dalam pengertian Buddhis, mimpi dapat disebabkan karena gejala tubuh yang kurang nyaman ataupun akibat pikiran yang masih melekat dengan segala sesuatu yang dialami ketika sedang tidak tidur.
Oleh karena itu, membahas pertanyaan di atas, mungkin salah satu penyebab seseorang mimpi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kematian adalah karena ketakutan, yang disadari maupun tidak, pada kematian saat ia sedang mengandung. Mungkin ia telah melihat atau mendengar informasi tentang kehamilan yang membawa kematian untuk ibu ataupun bayi dalam kandungan.
Untuk menghindari mimpi yang kurang menyenangkan, maka upayakan untuk menambah pengertian dan wawasan bahwa tidak semua kehamilan memberikan bahaya kematian kepada ibu maupun bayinya. Contohnya, sangat banyak orang di sekitar yang melahirkan bayi sehat dan lucu dengan kondisi ibu yang baik-baik saja.Karena itu, carilah berbagai faktor pendukung agar kehamilan dapat dijalani dengan baik dan kelahiran dapat dilalui dengan sehat serta selamat. Misalnya, rajin konsultasi dengan dokter kandungan.
Selain itu, upayakan memenangkan pikiran dengan melakukan konsentrasi secara rutin setiap pagi bangun tidur dan malam menjelang tidur. Ucapkan secara berulang-ulang dalam batin kalimat cinta kasih SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Dengan pikiran terbiasa terpusat pada satu obyek, maka batin lebih mudah menjadi tenang. Bila hal ini sering dilakukan pada pagi hari, maka sepanjang hari hidup akan menjadi lebih bersemangat. Sedangkan, bila kebiasaan memuasatkan pikiran ini dilakukan menjelang tidur malam, maka tidur dengan kondisi batin yang tenang akan mengurangi timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan seperti yang biasa di alami.
Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dalam bentuk ketenangan khususnya terhindar dari mimpi yang kurang menyenangkan.
Semoga kehamilan berlangsung lancar sehingga pada saatnya nanti bayi terlahir sehat serta dapat menambah kebahagiaan untuk seluruh anggota keluarga.
Semoga harapan ini dapat menjadi kenyataan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
06. Ria Anggraini
Wednesday, 17 November 2010
Bijaksana melaksanakan sila pertama
Namo Buddhaya Bhante,
Saya ingin bertanya, apabila sedang membersihkan rumah seperti sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan / sedang menyapu ada semut yang sedang berjalan lalu kita bersihkan sehingga laba-laba / semut itu sepertinya terganggu.
Apakah tindakan saya tersebut termasuk melanggar sila pertama / menimbulkan kamma buruk tidak ya Bhante? Soalnya kalau sarang laba-laba itu tidak dihilangkan dan ruangan kalau tidak disapu maka akan kotor
Mohon petunjuknya.
Terima kasih.
Jawaban :
Sila pertama dalam Pancasila Buddhis adalah upaya untuk menghindari pembunuhan maupun penganiayaan terhadap segala bentuk mahluk hidup. Seorang umat Buddha memang disarankan untuk melaksanakan latihan kemoralan atau sila dengan sebaik-baiknya. Namun, hendaknya jangan lupa juga menggunakan kebijaksanaan dalam pelaksanaan latihan kemoralan yang diajarkan dalam Dhamma.
Seperti yang disampaikan dalam pertanyaan, apabila di rumah ada sarang laba-laba maupun semut, tentu sebagai pemilik rumah harus mampu berlaku bijaksana dengan tetap menjaga rumah agar tetap bersih dan sehat. Sarang laba-laba bisa saja dibersihkan dan laba-laba yang di dalam rumah dengan berbagai cara dipindahkan ke luar rumah. Dengan demikian, nantinya laba-laba tersebut akan membangun sarangnya di sana.
Adapun semut, kiranya juga perlu dicegah untuk masuk rumah dengan selalu menjaga kebersihan rumah. Ada beberapa cairan kimia pembersih lantai yang menghindarkan semut untuk datang ke rumah. Dengan demikian, semut akan tetap hidup dan melakukan aktifitas hariannya di luar rumah karena mereka merasa tidak tahan pada bahan kimia yang digunakan untuk melindungi rumah.
Dengan kebijaksanaan seperti ini, pelaksanaan sila pertama dapat terjaga tanpa harus melakukan pembunuhan maupun penganiayaan sehingga terhindar dari kamma buruk. Rumah tetap bersih, sedangkan laba-laba dan semut juga dapat melakukan kegiatannya seperti biasa. Masing-masing hidup tanpa saling mengganggu.
Semoga saran ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
07. Edy Wijaya
Thursday, 18 November 2010
Hubungan kamma orangtua dan anak
Namo Buddhaya,
Bhante yang saya hormati, saya sudah menikah 8 tahun, dan telah memiliki 2 putri yang cantik dan pintar. Nomor satu saat ini berumur 7 tahun, dan nomor 2 saat ini berumur 4 tahun. Saya dan istri sering kewalahan mengurus anak nomor satu, karena sifat dan tingkah lakunya yang benar2 luar biasa Bhante. (iseng dan kelakuannya).
Saya dan istri sering kali berpikir ada hubungan karma apa ya dengan anak ini dikehidupan yang lampau sampai bisa ini, sptnya istri tuh “ciong” banget Bhante. Sempat terpikir oleh kami untuk melakukan Regresi/Hipnosis untuk mengetahuinya dulunya ada hubungan apa.
Tapi saya katakan setelah kita tahu apakah bermanfaat untuk kita. Selain itu juga saya sering membaca Karaniyametta Sutta, namun tetap saja Bhante.
Mohon bimbingan Bhante, bagaimana caranya kami agar bisa mendidik putri kami itu tsb dengan baik dan benar ya Bhante ?
Terima kasih Bhante.
Jawaban:
Dalam pengertian Buddhis dinyatakan bahwa segala bentuk pertemuan di dunia ini tentu ada sebabnya. Menjadi anggota keluarga, teman, tetangga, tinggal di negara, benua bahkan di bumi yang sama tentu ada sebabnya. Salah satu sebab yang disebutkan adalah karena saling memiliki ikatan kamma.
Sedikitnya ada dua jenis ikatan kamma. Pertama adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya rasa sayang, suka atau cinta. Ikatan kamma seperti ini akan menghasilkan kebahagiaan, kesenangan dan kedamaian ketika bertemu atau berkumpul dengannya.
Kedua, adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya kebencian, dendam maupun permusuhan. Pertemuan dengan mereka yang memiliki ikatan kamma berdasar kebencian ini akan menghasilkan penderitaan, kejengkelan, penyesalan dsb.
Membahas pertanyaan di atas, maka ketika seseorang berkumpul sebagai orangtua atau anak, tentu ada sebabnya yaitu, salah satunya, adanya ikatan kamma.
Ketika anak tertentu memberikan rasa tidak nyaman dan kurang bahagia dibandingkan dengan anak yang lain, maka mungkin saja penyebab pertemuan sebagai anak dan orangtua adalah karena ikatan kamma yang berisi permusuhan.
Oleh karena itu, upaya untuk sering membaca kotbah Sang Buddha tentang cinta kasih yaitu Karaniyametta Sutta adalah tindakan yang sangat tepat dan baik. Kebencian memang hanya akan berakhir dengan cinta kasih. Memancarkan terus menerus pikiran cinta kasih kepada anak, kiranya akan dapat membantu menyelesaikan ikatan kamma yang ada.
Apabila dirasa sudah cukup lama membaca sutta cinta kasih namun belum menunjukkan hasil yang sesuai harapan, hendaknya usaha ini dilanjutkan dengan merenungkan, ‘Sudah membaca sutta cinta kasih pun masih ada permusuhan antara orangtua dengan anak, apalagi kalau menghentikannya’. Dengan pengertian ini diharapkan semakin besar semangat untuk melanjutkan pembacaan sutta cinta kasih terutama saat sedang timbul rasa tidak nyaman dengan anak tersebut.
Regresi dengan menggunakan metoda hipnosis kiranya tidak terlalu sesuai untuk menyelesaikan masalah hubungan orangtua dan anak yang sedang dihadapi. Mungkin akan lebih baik orangtua justru melakukan pemikiran tentang jalinan komunikasi orangtua dan anak yang telah dilakukan selama ini. Sering terjadi, perilaku anak yang kurang sesuai terhadap orangtua ditimbulkan karena komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat. Orangtua kurang mampu memahami maksud anak, begitu pula sebaliknya. Bila hal ini sebagai penyebab, maka tingkatkan waktu untuk berkomunikasi efektif dengan anak sehingga orangtua sekaligus dapat menjadi sahabat untuk anak-anaknya.
Selain pengaruh komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat, perilaku anak yang kurang baik mungkin saja timbul akibat teman pergaulan anak yang tidak sesuai. Bila hal ini sebagai penyebab, maka orangtua harus berusaha memberikan pengarahan kepada anak agar lebih bijaksana memilih teman yang sesuai. Teman yang sesuai adalah teman yang mampu membawa peningkatan kualitas moral dan perilaku anak menuju hal yang lebih baik.
Ada baiknya juga mencari fihak ketiga yang didengar saran maupun nasehatnya oleh anak. Fihak ketiga ini misalnya kakek atau nenek atau anggota keluarga lainnya. Mintalah bantuan kepada mereka untuk menasehati anak. Biasanya. dengan nasehat orang yang dihormati, seseorang akan lebih mudah mempertimbangkan dan mengubah perilakunya.
Tentu saja masih banyak hal lainnya yang mungkin perlu diperbaiki dalam lingkungan pergaulan maupun komunikasi dengan anak. Juga jangan lupa bahwa pertumbuhan badan, penambahan usia juga dapat membawa pengaruh pada perubahan perilaku anak. Oleh karena itu, jangan terlalu cepat dan mudah menyimpulkan ‘ciong’ sebagai penyebab rengganggnya hubungan antara orangtua dan anak.
Semoga sedikit saran yang disampaikan di atas dapatlah dijadikan tambahan pengertian tentang perbaikan kualitas hubungan orangtua dan anak dalam upaya membangun keluarga yang harmonis.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
08. Fenny
Friday, 19 November 2010
Pacaran
Namo Buddhaya.
Bhante, saat ini saya sedang menghadapi masalah dalam hubungan saya dengan pacar saya, sebut saja ‘A’. Sudah hampir 3 tahun saya berpacaran dengannya. Selama waktu tersebut seringkali kami bertengkar, terkadang hingga kami putus namun pada akhirnya kembali bersama lagi hingga saat ini. Masalahnya secara umum selalu sama yaitu saya merasa A kurang memperhatikan saya dan cuek. Terkadang saya merasa hubungan kami tidak seimbang dalam arti saya memberikan perhatian yg lebih terhadap dirinya dan hubungan kami, sedangkan perhatiannya terhadap hubungan ini dan terhadap saya, tidak sebesar yang saya berikan.
Saya sudah berulang kali memberitahukan A kalau saya tidak suka dengan sikap cueknya itu. Memang setelah itu A merubah sikapnya, namun setelah beberapa lama, sikap cueknya muncul kembali. Yang saya masih tidak mengerti apakah sikap cueknya ini memang sikapnya atau sikap cueknya ini karena A sudah tidak menyayangi saya lagi, karena sikap A tidak secuek ini pada awal-awal kami berpacaran.
Saya ingin bertanya, apakah yg harus saya lakukan dengan hubungan ini, terus mempertahankannya atau sebaiknya saya lepaskan? Saya sering merasa mungkin A tidak sayang dengan saya, entah mengapa saya sangat sering merasa spt ini. Saya yang selalu menyinggung masalah ini, hingga sering berujung pertengkaran besar. Dan setiap kali bertengkar saya merasa sedih.
Apakah saya terlalu egois bila bersikap seperti ini? Apakah saya lebih baik belajar menerima A yang bersikap seperti itu dan berusaha bersabar dalam hubungan ini, atau apakah saya lebih baik mengakhiri hubungan dengan A dan perlahan2 mencari pasangan yang sikapnya lebih cocok dengan kebutuhan saya untuk diperhatikan?
Apakah selama ini hubungan saya memang dipaksakan, yang hanya akan menyakiti perasaan kami berdua jika terus dilanjutkan? Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, bagaimana seharusnya saya bersikap? Mohon maaf jika pertanyaan ini tidak pas ditanyakan dalam Forum Tanya Jawab ini.
Mohon bimbingannya. Terima kasih, Bhante.
Jawaban:
Masa pacaran adalah satu satuan waktu yang diperlukan untuk saling mengenal lebih dalam sebelum seseorang memutuskan pacarnya menjadi teman hidup selamanya sebagai suami istri. Lama masa pacaran sangatlah bervariasi. Bila dalam pertanyaan di atas disebutkan lama pacaran tiga tahun, maka hal itu sudah termasuk cukup lama. Seharusnya, dalam masa pacaran selama itu masing-masing fihak sudah mampu saling mengenal dengan baik kelebihan maupun kekurangan pacar. Waktu selama itu seharusnya telah banyak kesepakatan bersama yang dibuat untuk mengatasi kekurangan serta meningkatkan kelebihan masing-masing fihak agar tercapai hidup bahagia.
Dalam pengertian Buddhis, menjadi pasangan hidup yang harmonis memerlukan lebih banyak kesamaan daripada perbedaan. Paling sedikit terdapat empat kesamaan yang sebaiknya dimiliki oleh pasangan. Keempat kesamaan itu adalah kesamaan keyakinan, kemoralan, kedermawanan dan kesamaan kebijaksanaan.
Salah satu permasalahan yang disebutkan dalam pertanyaan di atas adalah perbedaan perhatian kepada pasangan yang sebenarnya dapat digolongkan sebagai perbedaan kedermawanan. Untuk menyelesaikan masalah ini, sudah benar jika mengajak dia untuk berbicara secara sungguh-sungguh tentang hal yang masing-masing sukai atau tidak sukai. Ketika ia mau berubah perilaku, sebenarnya hal ini menunjukkan kemauannya untuk memperbaiki diri. Namun, kalau akhirnya ia kembali ke watak semula yaitu cuek, maka hendaknya perlu dimaklumi. Mengubah watak tidak mungkin dalam semalam. Tidak mudah. Perlu kesabaran dan cinta kasih. Beri kesempatan lagi kepadanya untuk belajar dan berubah. Memberi kesempatan kepada orang yang dicintai agar menjadi lebih baik juga wujud kedermawanan.
Selain memberi kesempatan pacar untuk berubah, ada baiknya juga berusaha meningkatkan kualitas diri dengan belajar menerima pacar sebagaimana adanya. Bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk diri sendiri.
Apabila dirasa mampu menerima serta hidup dengan kekurangan pacar untuk seumur hidup, maka status pacaran dapat ditingkatkan menjadi suami istri. Namun, apabila dirasa berat dan tidak sanggup untuk menerima serta hidup selamanya dengan kekurangan pasangan hidup, maka mungkin hubungan yang sudah berjalan selama tiga tahun ini perlu ditinjau kembali. Dengan demikian, masing-masing fihak tidak akan tertekan perasaan selama menjalani kehidupan untuk meraih kebahagiaan.
Semoga saran ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyelesaikan ketidaksamaan dengan pasangan hidup.
Semoga kebahagiaan di masa sekarang maupun di masa depan dapat terwujud.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
09. Wempy
Saturday, 20 November 2010
Manfaat mantra
Namo Buddhaya,
Bhante, saya ingin bertanya. Apakah betul dengan membaca mantra Dewa tertentu dapat membuahkan karma baik (bisa beruntung, hokky, memperbaiki nasib, menjauhkan dari bahaya dsb)? Katanya Dewa tersebut masih bisa menolong manusia.
Saya sendiri sebenarnya agak ragu dengan hal ini karena saya pikir semua yang kita dapat itu berasal dari karma kita apakah itu baik atau buruk.
Selain mantra Dewa apakah mantra-mantra yg lain juga ada khasiatnya?
Mohon penjelasan dan bimbingannya Bhante.
Terima kasih Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian yang berkembang di masyarakat Buddhis, mantra dapat diartikan sebagai pengulangan kata atau kalimat tertentu. Biasanya kata atau kalimat itu bagian dari kotbah panjang Sang Buddha. Dipercaya, pengulangan kata atau kalimat tersebut akan membuahkan kamma baik sesuai dengan  harapan.
Mengulang kata atau kalimat tertentu, apalagi jika dihubungkan dengan figur dewa maupun mahluk luhur lainnya, pastilah kata yang diucapkan secara berulang tersebut memiliki makna yang baik. Dengan demikian ketika seseorang melakukan pengulangan kata atau kalimat yang baik, ia sesungguhnya terkondisi untuk melakukan kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran. Apabila pengulangan kata atau kalimat itu dilakukan secara rutin untuk waktu yang lama, berarti ia telah menambah kebajikan dalam jumlah yang banyak pula. Jika kebajikan yang ia lakukan dengan sarana pembacaan mantra telah mencukupi, maka suatu saat kamma baik yang ia lakukan selama ini membuahkan kebahagiaan sesuai dengan harapan.Hidupnya akan lebih beruntung, jauh dari bahaya, permasalahan, kesulitan, penyakit dan sebagainya. Kondisi bahagia inilah yang sering diartikan dengan istilah ‘Dewa yang masih mau menolong manusia’.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk lebih meningkatkan keyakinan pada kebajikan dengan segala macam cara.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Santri Jaya
Saturday, 20 November 2010
Kesucian
Namo Buddhaya,
Saya Santri dari Pekanbaru. Apakah seorang umat Buddha biasa dapat mencapai tingkat kesucian arahat?
Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, kesucian adalah kondisi batin seseorang yang telah terbebas dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan bahwa hidup selalu berproses.
Ketamakan maupun kebencian timbul akibat ketidaktahuan seseorang bahwa hidup selalu berproses. Ketamakan muncul karena ia tidak siap ketika harus berpisah dengan yang dicinta. Sebaliknya kebencian timbul saat ia tidak siap bertemu dengan yang tidak disuka.
Apabila seseorang selalu mengembangkan kesadaran setiap saat, batinnya menjadi tenang dan mengerti sepenuhnya bahwa hidup adalah proses. Masa lalu hanyalah kenangan yang sudah dilewati. Masa lalu hanya bisa dijadikan pelajaran untuk diperbaiki pada saat ini. Masa depan masih harapan yang harus dimulai pencapaiannya pada saat ini. Saat inilah kenyataan. Saat inilah kesempatan untuk melakukan yang terbaik dengan perilaku, ucapan serta pikiran. Apabila seseorang mampu mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupan, maka ia dikatakan telah mencapai kesucian.
Pencapaian kesucian dapat dilakukan oleh siapapun juga. Umat Buddha yang menjadi viharawan maupun mereka yang tinggal dalam masyarakat luas memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesucian. Bahkan, mereka yang bukan umat Buddha sekalipun selama mereka selalu berjuang mengembangkan kesadaran setiap saat, tidak tertutup kemungkinan bagi mereka untuk mencapai kesucian. Kesucian bukan hanya untuk umat Buddha. Kesucian bukan hanya untuk para viharawan. Kesucian adalah untuk siapapun juga yang mau berusaha mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupannya.
Semoga penjelasan ini memberikan manfaat dan semangat untuk mengembangkan kesadaran setiap saat agar mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar