Selasa, 28 Desember 2010

03 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


29 November 2010 s.d. 05 December 2010
1. Hendra Sutanto
Monday, 29 November 2010
Meditasi dan mahluk halus
Namo Buddhaya,
Bhante…mohon petunjuknya. Apakah betul pada saat melakukan meditasi, sebelum mencapai jhana, meditator akan mengalami fase dimana kelima panca indra akan sementara “tertutup”.
Apabila betul demikian, pertanyaan saya adalah : pada saat tersebut, bukankah mahluk halus dapat memasuki ke tubuh meditator tersebut?
Mohon petunjuk Bhante untuk mengurai keraguan saya.
Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi adalah melatih pikiran untuk tetap fokus atau terpusat pada satu obyek meditasi yang telah dipilih. Ada cukup banyak obyek meditasi. Salah satu obyek meditasi yang sangat sering dipergunakan adalah perhatian pada pernafasan. Ketika melatih meditasi dengan obyek pernafasan, upayakan untuk selalu memperhatikan serta merasakan saat udara masuk dan keluar secara alamiah melalui lubang hidung.
Setelah berlatih secara rutin, maka pikiran dapat lebih mudah terpusat pada obyek meditasi dalam waktu relatif cukup lama. Pikiran tidak lagi memperhatikan hal lain kecuali obyek meditasi. Pikiran tidak lagi terpengaruh oleh obyek-obyek indria yang lain. Dalam kondisi demikian, indria seolah tertutup. Namun, saat indria tertutup karena pikiran terpusat pada obyek, mahluk halus tentu saja tidak bisa mempengaruhi apalagi memasuki tubuh meditator tersebut.Mahluk halus membutuhkan sedikit ‘kerja sama’ agar dapat mempengaruhi seseorang. Saat seseorang fokus pada obyek meditasi, kerjasama yang diharapkan tidak ada. Mahluk halus akan mencari orang lain yang dapat diajak kerja sama. Salah satunya, orang yang sedang melamun.
Ketika seseorang melamun, mungkin saja indrianya seolah tertutup tetapi pikiran tidak fokus. Kondisi yang lemah ini seolah mengundang kerja sama dengan mahluk halus. Akibatnya, orang yang sedang melamun akan mudah dipengaruhi oleh mahluk halus.
Sebagai kesimpulan, seorang yang berlatih meditasi tidak perlu takut dengan gangguan mahluk halus selama ia tetap fokus dan tidak memperhatikan berbagai gejala yang mungkin ditimbulkan oleh mahluk halus tersebut.
Semoga jawaban ini mengurangi bahkan menghilangkan keraguan tentang gangguan mahluk halus yang mungkin muncul selama berlatih meditasi.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dalam kesadaran setiap saat.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
2. Isabella
Monday, 29 November 2010
Shio dan zodiak
Namo Buddhaya,
Bhante, bagaimana pandangan Agama Buddha mengenai shio/zodiak?
Apakah hal-hal tersebut dapat dipercaya?
Saya secara pribadi tidak percaya dengan hal-hal tersebut. Namun saya bingung karena ada beberapa sifat saya cocok dengan apa yang ditulis pada shio/zodiak saya.
Mengapa bisa begitu Bhante? Anumodana.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, salah satu sebab seseorang terlahir pada tanggal, bulan dan tahun tertentu berkaitan dengan kamma yang ia miliki. Suka duka dan watak yang ia miliki juga merupakan bagian dari kaitan kamma tersebut. Meskipun demikian, perbuatan baik yang rutin dilakukan saat ini memungkinkan ia mengubah suka duka serta watak yang dimiliki sebelumnya.
Keberadaan shio maupun zodiak adalah bagian dari tradisi yang berkembang dalam masyarakat tertentu. Pemahaman tentang shio dan zodiak sudah berlangsung turun temurun sejak ribuan tahun yang lampau. Penyusunan serta penyempurnaan shio dan zodiak melalui pengamatan berbagai kesamaan yang terdapat pada kelompok orang yang terlahir di tahun, bulan maupun tanggal tertentu. Karena telah melewati masa ribuan tahun serta banyak sekali pengamatan di lapangan, tentu saja terdapat banyak penjelasan shio maupun zodiak yang sesuai dengan kenyataan.
Penjelasan melalui shio atau zodiak biasanya hanya membahas hal-hal yang bersifat umum. Tidak menjelaskan hal yang lebih khusus, misalnya tentang banyaknya kebajikan yang mungkin dilakukan oleh seseorang. Perbuatan baik maupun buruk sangatlah tergantung pada keputusan pribadi orang tersebut. Apabila seseorang selalu berusaha memperbanyak kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran, ia akan dapat mengubah berbagai penjelasan yang diperoleh melalui pengertian shio ataupun zodiak. Mereka yang dikatakan berwatak baik, dengan upaya menjadikan kebajikan sebagai kebiasaan tentu saja akan dapat meningkatkan watak tersebut. Demikian pula mereka yang dikatakan hidup bahagia, dengan upaya kebajikan yang tidak pernah berhenti kiranya akan dapat meningkatkan kebahagiaan yang telah dijelaskan melalui shio ataupun zodiak.
Dengan demikian, shio maupun zodiak mungkin saja mampu memperhitungkan kelebihan serta kekurangan seseorang. Namun, hanya orang itu sendirilah yang mampu mengubah segala yang telah diperhitungkan. Dengan selalu melakukan kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran, maka kelebihan dapat ditingkatkan, kekurangan dapat diperbaiki. Hidup pun menjadi lebih berbahagia.
Semoga jawaban ini dapat meningkatkan semangat untuk lebih banyak berbuat baik dengan badan, ucapan serta pikiran agar hidup lebih berbahagia melebihi semua pernyataan dan perhitungan yang diperoleh dari shio maupun zodiak.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
3. Rayno
Monday, 29 November 2010
Sammasambuddha
Bhante, menurut tradisi Theravada apakah seseorang boleh mempunyai impian menjadi Sammasambuddha?
Bagaimana cara menjadi Sammasambuddha yang menonjol aspek kebijaksanaannya versi Theravada?
Terima kasih Bhante Uttamo.
Jawaban :
Setiap orang tentu saja boleh bermimpi atau bercita-cita menjadi Sammasambuddha. Sammasambuddha adalah orang yang dengan perjuangannya sendiri mampu mencapai pencerahan serta mampu mengajarkan hasil pencerahan itu kepada orang lain sehingga mereka pun mencapai pencerahan.
Salah satu contoh Sammasambuddha yang dikenal di masa sekarang adalah Sang Buddha Gotama yang menonjol aspek kebijaksanaanNya.
Meneladani kehidupan Sang Buddha Gotama, maka kiranya mereka yang bercita-cita menjadi Sammasambuddha hendaknya terlebih dahulu menyempurnakan sepuluh perilaku baik seperti yang telah disempurnakan oleh Bodhisatta calon Sang Buddha Gotama.
Adapun kesepuluh kesempurnaan perilaku baik itu adalah :
01. Kerelaan
02. Kemoralan
03. Pelepasan kesenangan indria
04. Kebijaksanaan
05. Usaha / semangat
06. Kesabaran
07. Kebenaran
08. Keputusan yang teguh
09. Cinta kasih
10. Keseimbangan batin
Banyak kisah dari berbagai sumber Dhamma yang menceritakan ketika calon Sammasambuddha Gotama menyempurnakan satu per satu perilaku kebajikan tersebut selama 4 asakheyya kappa 100.000 kappa yang merupakan satu satuan waktu yang sangat sangat lama.
Kiranya jawaban ini dapat menambah semangat mereka yang memiliki cita-cita menjadi Sammasambuddha agar mulai bertindak menyempurnakan sepuluh perilaku baik yang disebutkan di atas.
Semoga dengan perjuangan yang tidak pernah kenal putus asa, cita-cita luhur dapat diwujudkan pada suatu saat nanti.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
4. Hendra
Tuesday, 30 November 2010
Kamma kelompok
Namo Buddhaya,
Bhante, dlm Buddhis kita mengenal Hukum Sebab Akibat / Hukum Karma. Saya sendiri secara pribadi sangat percaya akan tsb. Tetapi ada hal yg mungkin masih menjadi misteri bagi saya secara pribadi. Kasus / contoh : baru-baru ini ada saudara-saudara kita yg terkena musibah bencana alam, seperti Merapi, Mentawai, Wasior, dll. Dalam bencana tsb, ada banyak korban yg meninggal, cacat, dsb.
Pertanyaan saya, mengapa orang-orang tsb harus terkena musibah ? Kan tidak semua org yg menjadi korban meninggal juga memiliki karma buruk? Maksud saya. mengapa buah karma mereka seolah2 sama, yakni sama2 menderita, padahal belum tentu karma mereka adalah sama.
Bagaimana pandangan kita seharusnya utk hal ini Bhante ?
Terima kasih & anumodana Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, setiap mahluk memiliki kamma masing-masing. Suka duka yang dialami oleh setiap mahluk adalah hasil dari perilaku masing-masing. Mereka yang banyak melakukan kebajikan akan merasakan hidup bahagia. Mereka yang kurang memiliki kebajikan akan hidup kurang bahagia pula.
Ketika seseorang terlahir dalam satu keluarga, sesungguhnya ia telah memiliki kesamaan kamma dengan keluarga tersebut. Demikian pula ketika ia dan keluarganya menjadi bagian dari satu masyarakat tertentu, maka ia dan keluarganya telah memiliki beberapa kesamaan kamma dengan anggota masyarakat tersebut. Kesamaan kamma ini dapat diperluas menjadi kesamaan kamma sebagai bangsa, sebagai penduduk suatu benua dan juga sebagai penduduk planet bumi ini. Semua pertemuan maupun perkumpulan antar mahluk dalam satu tempat tertentu terjadi karena ada sebab. Salah satu penyebabnya adalah kekuatan kamma yang sejenis.
Karena adanya ikatan kamma sejenis itulah ketika terjadi bencana di satu daerah, mereka yang memiliki kamma sejenis yang sedang berbuah akan menjadi korban secara bersamaan. Semakin banyak kamma yang sejenis dalam suatu daerah, semakin banyak pula mereka yang menjadi korban.
Tetapi karena setiap mahluk juga memiliki kamma masing-masing yang tidak sama persis, maka walaupun mereka semua meninggal pada waktu dan tempat yang sama,  mereka tidak terlahir kembali di alam yang sama. Mereka yang memiliki banyak kebajikan semasa hidupnya akan terlahir di alam yang berbahagia. Mereka yang memiliki sedikit kebajikan semasa hidupnya akan terlahir di alam yang kurang bahagia.
Sebaliknya, anggota masyarakat di daerah bencana yang secara bersamaan memiliki perbedaan waktu berbuah kamma buruknya akan terhindar dari bencana tersebut. Semakin banyak orang yang berbeda waktu kamma buruknya berbuah, semakin banyak pula yang terselamatkan dari suatu daerah bencana.
Oleh karena itu, peristiwa gunung meletus, gempa bumi dsb adalah bencana alam yang tidak bisa diramalkan maupun dicegah oleh siapapun juga. Namun, keselamatan setiap orang dari bencana alam sangatlah ditentukan oleh buah kamma baik yang dimiilikinya. Dengan demikian, orang yang rajin melakukan kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran akan terkondisi terselamatkan dari berbagai bahaya maupun resiko bencana alam.
Semoga jawaban ini akan menambah semangat setiap orang untuk melakukan banyak kebajikan agar secara bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya terbebas dari segala bahaya maupun bencana.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia bebas dari bencana maupun penderitaan.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
5. Marco
Tuesday, 30 November 2010
Badan dan batin
Namo Buddhaya,
Bhante, saya ingin tanya apa hubungannya batin dengan jasmani?
Mohon petunjuknya untuk menjelaskannya. Terima Kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, manusia hidup terdiri dari badan dan batin. Hubungan badan dan batin ini sangatlah erat. Tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Proses badan yang dipengaruhi oleh batin atau sebaliknya dapat diamati secara jelas sewaktu seseorang mengembangkan kesadaran dalam bermeditasi.
Namun, agar mempermudah penjelasan, eratnya hubungan badan dan batin dapat diibaratkan sebagai komponen komputer. Badan adalah hardware atau perangkat keras komputer seperti CPU, keyboard, mouse, monitor dsb. Sedangkan batin adalah software atau perangkat lunak komputer seperti operating system, berbagai program aplikasi dsb. Keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya agar komputer dapat bekerja lancar sesuai harapan.
Penjelasan lengkap dan mendalam tentang hubungan badan serta batin dapat dibaca dari berbagai sumber informasi tentang Abhidhamma.
Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat untuk menambah wawasan.
Semoga selalu bahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
6. Kristiana
Saturday, 4 December 2010
Batin
Namo Buddhaya,
Saya sering mendengar “sucikan hati dan pikiran itulah ajaran para Buddha”
Saya ingin bertanya, dengan adanya dua keberadaan yakni hati (batin) dan pikiran, apabila seseorang meninggal, buah kamma dari manakah yg akan mempengaruhi kelahiran berikutnya?
Misalnya saja, seseorang memiliki hati yang baik, takut berbuat jahat, dsb. Namun pikirannya belum selaras dgn hatinya yakni menginginkan orang lain celaka, iri, dendam, dll. Maka buah dr hati ataukah pikiran yang dapat mempengaruhi kelahiran selanjutnya?
Lalu bagaimana cara untuk menyelaraskan keduanya?
Anumodana Bhante
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, istilah ‘hati’ lebih menunjuk pada organ tubuh yang secara umum dikenal sebagai ‘lever’. Dewasa ini dalam banyak kesempatan beberapa tokoh Agama Buddha sudah tidak mempergunakan istilah ‘hati’ pada pengertian di atas. Perubahan penggunaan istilah ini juga lebih disesuaikan dengan makna dan kaidah bahasa Pali. Oleh karena itu, kiranya lebih tepat apabila para umat Buddha juga menyebut dengan “Sucikan pikiran itulah Ajaran para Buddha”.
Menjawab pertanyaan di atas yaitu ‘hati yang baik, pikiran belum selaras’, jika ditinjau dari Ajaran Sang Buddha, semua pertentangan batin itu timbul sebagai hasil kerja pikiran. Bahwa pikiran kadang memikirkan hal yang baik. Namun, dalam kesempatan lain, pikiran juga memikirkan hal yang buruk. Kondisi pikiran yang sering berubah ini wajar untuk mereka yang belum terbebas dari ketamakan, kebencian ataupun kegelapan batin. Masing-masing pikiran baik dan buruk tentu saja memiliki buah yang berbeda di kehidupan sekarang maupun selanjutnya.
Untuk terlahir di salah satu alam kehidupan sangatlah dipengaruhi oleh pikiran terakhir seseorang saat ia hendak meninggal. Apabila muncul pikiran baik pada saat hendak meninggal, pikiran baik inilah yang akan mengarahkan ia terlahir di alam bahagia. Demikian pula sebaliknya. Ketika seseorang meninggal dengan pikiran buruk, ia akan terlahir di alam kurang bahagia.
Oleh karena itu, seseorang yang selama hidupnya sering membiasakan diri berpikir baik, ketika meninggal dunia akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk terlahir di alam bahagia. Dengan demikian, umat Buddha hendaknya membiasakan diri berpikir baik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya membiasakan pikiran baik adalah dengan sering mengulang dalam batin kalimat cinta kasih “Semoga semua  mahluk selalu hidup berbahagia”.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk menambah semangat berbuat baik dengan badan, ucapan dan pikiran sehingga mengkondisikan kebahagiaan di kehidupan sekarang maupun mendatang.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia terbebas dari pikiran, ucapan serta perbuatan yang tidak baik.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
7. Ivy
Saturday, 4 December 2010
Keduniawian
Namo Buddhaya,
Saya temasuk orang yang agak terikat dengan keduniawian. Artinya saya ingin menjadi orang kaya, saya ingin membeli rumah, membahagiakan orang tua, saya juga ingin mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dan cocok dengan saya. Oleh karena itu saya selalu bekerja keras. Dimana ada kesempatan mendapatkan duit, saya mencobanya walaupun kadang melelahkan. Tentunya perjuangan mendapatkan duit itu, saya tidak pernah sampai merugikan orang lain.
Apakah salah kalau saya mempunyai pemikiran seperti ini?
Tterima kasih Bhante.
Jawaban :
Sebagai perumah tangga atau umat Buddha yang tinggal dalam masyarat tentunya cukup wajar apabila tertarik dengan hal-hal yang bersifat keduniawian, termasuk ingin kaya dsb. Namun, hal yang perlu diperhatikan dan dimiliki oleh setiap umat Buddha adalah kemampuan seseorang untuk menerima kenyataan apabila tidak sesuai dengan keinginan atau harapan.
Adalah wajar kenyataan tidak selalu sesuai harapan atau keinginan. Seseorang hanya mampu mengubah keinginan. Ia tidak akan pernah mampu mengubah kenyataan. Apabila ia selalu mampu mengubah keinginan sehingga sesuai kenyataan, maka harapan dan cita-cita yang tinggi sekalipun tidak akan pernah mengecewakannya.Ia selalu mampu mengendalikan diri ketika harapan tidak tercapai. Sikap mental seperti ini menunjukkan ia tidak lagi melekat atau terikat. Ia tidak lagi menderita karena keinginannya.
Salah satu cara untuk menyesuaikan keinginan dengan kenyataan adalah dengan sering mengucapkan dalam batin kata MEMANG. Artinya, ketika ia menghadapi kenyataan yang berbeda dengan harapan, ia hendaknya menyebutkan, ‘Memang demikian kenyataannya’. Kalau ia sudah mampu selalu menyebutkan kata ‘memang’ pada setiap kenyataan yang dihadapi, batin menjadi tenang dan bahagia. Ia telah mampu menerima  kenyataan sebagaimana adanya.
Setelah mampu menerima kenyataan sebagaimana adanya, ia hendaknya mempergunakan kenyataan tersebut untuk meningkatkan kualitas diri. Kenyataan positif, hendaknya dicari faktor penyebabnya agar dapat ditingkatkan di masa sekarang maupun masa depan. Sedangkan, kenyataan negatif, hendaknya dicari penyebabnya agar dapat diperbaiki ataupun dihindari di masa sekarang atau di masa depan. Dengan demikian, hidup dari saat ke saat selalu bahagia karena menerima kenyataan dan mampu menggunakan kenyataan apapun juga untuk meningkatkan kualitas diri.
Semoga jawaban ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengertian bahwa umat Buddha boleh saja memiliki keinginan sejauh ia selalu mampu menyesuaikan keinginan dengan kenyataan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
8. Rayno
Saturday, 4 December 2010
Kemampuan dan bakat
Bhante, apakah benar kemampuan dan bakat serta memori seseorang itu dibawa terus di setiap kelahiran berikut? Sebab saya pernah mendengar ada orang yang berkata setelah mati maka semuanya musnah termasuk memori kehidupan lampau dan bakat, yang tersisa hanyalah karma makhluk itu. Benarkah musnah seperti itu? Karena saya membaca kisah Petapa Sumedha berjuang menyempurnakan parami di banyak kelahiran, maka seharusnya kemampuan dan bakat masih bisa dibawa. dan Buddha Gotama juga bisa mengingat kehidupan lampau. Lalu apakah terlahir di alam dewa lebih memungkinkan untuk ingat kehidupan lampau dibanding lahir sebagai manusia?
Terima kasih Bhante.
Jawaban :
Manusia terdiri dari badan dan batin. Kematian manusia akan membusukkan dan menghancurkan tubuh jasmani. Namun, ketika batin yang belum mencapai kesucian terlahirkan kembali, sebagian besar kemampuan yang pernah ia miliki juga terbawa. Oleh karena itu, tidak heran apabila menjumpai anak-anak jenius yang mampu melakukan perhitungan matematika untuk orang dewasa ataupun memiliki kemampuan bermain musik yang luar biasa atau berbagai kelebihan lainnya. Dalam pengertian Buddhis, kemampuan luar biasa yang dalam masyarakat sering disebut sebagai ‘bakat’ sebenarnya banyak dipengaruhi oleh ingatan dari kehidupan sebelumnya. Mereka yang banyak mengingat kehidupan lampaunya, akan lebih banyak bakat yang mereka miliki.
Oleh karena itu, diceritakan dalam Kitab Suci Tipitaka bahwa Pangeran Siddhattha sebelum mencapai kesucian sebagai Buddha Gotama juga mampu mengingat berbagai peristiwa dari banyak kehidupan sebelumnya. Dari sedemikian banyak ingatan itulah Beliau mempelajari untuk menyimpulkan sebagai pokok dasar Ajaran Sang Buddha yaitu Empat Kesunyataan Mulia.
Adapun kisah para dewa dengan kemampuan ingatan pada kehidupan sebelumnya dapat dibaca di :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/vimanavatthu/
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
9. Santri
Sunday, 5 December 2010
Reiki
Namo Buddhaya,
Saya mau tanya,  apakah Bhante pernah dengar tentang Reiki (teknik ini berasal dari Tibet dan hampir sama dgn Yoga dari India) ? Mereka mengajarkan teknik pembukaan cakra (tubuh manusia ada 7 cakra).
Apakah tidak apa-apa mengikuti kegiatan spritiual seperti Reiki?
Karena banyak kesamaan hal dgn Buddhis. Mereka mengajarkan teknik meditasi dari peng-aktif-an cakra mahkota (tingkat 1), tingkat 2 kundalini sampai tingkat 3, Menurut mereka, jika didalami secara benar-benar serius pada waktu tertentu dapat mencapai pencerahan sempurna (Nirvana). Keterangan bisa dibaca di www.padmajaya.com
Terus terang saya juga merasakan sensasi2 tertentu diseluruh tubuh (sangat ringan tanpa bentuk2 pikiran) ketika melakukan teknik meditasi ini (saya baru tingkat 1). Beberapa rekan yang telah mengikuti sampai tingkat 3 atau lebih tinggi malah mempunyai kmampuan melihat hal-hal gaib, membaca pikiran orang, melihat kelahiran lampau mereka(reinkarnasi),
Bagaimana menurut Bhante jika saya sebagai umat Buddha mengikuti hal-hal tsb diatas,
Terima kasih.
Jawaban :
Ada beberapa metoda yang dapat dipergunakan seseorang untuk mencapai Nibbana (Nirvana) atau pencerahan sempurna. Namun, dalam pengertian Buddhis, apapun cara yang dipergunakan, syarat utama pencapaian Nibbana atau kesucian batin adalah kemampuan seseorang untuk setiap saat selalu berada dalam kondisi sadar sempurna. Sadar pada saat ia sedang bertindak, sadar ketika ia sedang berbicara serta sadar pada waktu ia sedang berpikir.
Apabila suatu metoda mampu mendukung pengembangan kesadaran sempurna, maka metoda tersebut tentu bermanfaat untuk umat Buddha yang ingin membebaskan diri dari belenggu ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Sebaliknya, apabila suatu metoda terbukti tidak mampu menunjang pencapaian kesadaran setiap saat, berarti metoda tersebut tidak mampu mengkondisikan seseorang mencapai pencerahan sempurna atau Nibbana.
Metoda Reiki pada batas-batas tertentu mungkin bermanfaat seperti yang disampaikan dalam berbagai informasi umum tentang metoda tersebut. Oleh karena itu, umat Buddha boleh saja mengikuti kegiatan yang diselenggarakan dengan menggunakan metoda tersebut.
Hanya saja, kiranya masih perlu dilakukan banyak penelitian mendalam dan sungguh-sungguh untuk menyimpulkan bahwa metoda Reiki mampu menghasilkan pencerahan atau kesucian atau Nibbana seperti yang dijelaskan dalam pengertian Buddhis.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk dijadikan perenungan.
Semoga selalu sehat dan berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Lim Tau Hie
Sunday, 5 December 2010
Tuhan
Namo Buddhaya,
Bhante, ada pertanyaan yg masih mengganjal dalam pikiran saya sampai saat ini mengenai Tuhan. Dalam Ajaran Buddha, tidak mengenal adanya Tuhan. Sedangkan dalam agama lain mengenal adanya Tuhan. Bahkan dalam kitab-katab agama lain ada perkataan-perkataan langsung dari Tuhan kepada nabi-nabiNya.
Saya ingin tanya, siapakah Tuhan yang memberikan wahyu ke Nabi-nabi tersebut?
Apakah yang dianggap Tuhan oleh umat lain dalam kitab mereka adalah Mahadewa yang menganggap dirinya sendiri sebagai Tuhan?
Mohon petunjuknya Bhante.Terima kasih.
Jawaban :
Agama Buddha mempunyai konsep ketuhanan yang berbeda dengan agama lain.
Penjelasan sekilas tentang konsep ketuhanan dalam Agama Buddha dapat dibaca pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/
Perbedaan konsep ketuhanan dalam Agama Buddha dengan agama-agama yang lain timbul karena adanya perbedaan kebudayaan serta latar belakang masyarakat tempat Agama Buddha dan agama-agama lain tersebut berasal.
Menyikapi adanya berbagai perbedaan dalam agama-agama, termasuk konsep ketuhanan, kiranya akan lebih bijaksana kalau masing-masing fihak saling menghormati penjelasan yang dberikan oleh tiap agama. Tidak diperlukan menyamakan konsep yang memang berbeda ataupun memberikan pandangan agama sendiri terhadap konsep ketuhanan dalam agama lain.
Sikap mental saling menghormati penjelasan serta pengertian yang diberikan oleh agama lain patut dilakukan karena seseorang menganut suatu agama adalah berdasarkan kecocokan, bukan berdasar penilaian benar ataupun salah. Sulit melihat kebenaran suatu agama ketika hal yang dianggap benar oleh satu agama ternyata berbeda saat dijelaskan oleh agama lain. Demikian pula dengan penjelasan tentang konsep ketuhanan dalam Agama Buddha. Apabila seseorang telah cocok, maka ia hendaknya tidak mempergunakan penjelasan dalam Agama Buddha untuk menilai konsep serupa di agama lain. Akan lebih baik kalau ia berusaha memanfaatkan seluruh energi yang ia miliki untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari sehingga ia semakin meningkat kualitas perilaku, ucapan dan cara berpikir sesuai dengan Buddha Dhamma. Dengan demikian, akan terwujud kehidupan yang damai serta harmonis di antara anggota masyarakat dengan berbagai agama yang dianut.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk setiap umat Buddha agar lebih memusatkan pikiran pada Ajaran Sang Buddha serta tidak memancing perselisihan pendapat maupun perdebatan antar agama. Tidak jarang perdebatan antar agama berujung dengan permusuhan. Padahal, sungguh berbahagia ketika setiap orang dapat hidup damai saling berdampingan dengan sesama anggota masyarakat lainnya dengan segala bentuk perbedaan yang ada.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk membangun kehidupan masyarakat yang harmonis di tengah adanya berbagai perbedaan, termasuk agama.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar