Selasa, 28 Desember 2010

04 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


06 Desember 2010 s.d. 15 Desember 2010
01. Silvie
Monday, 6 December 2010
Hal yang dilakukan sewaktu meditasi
Namo Buddhaya,
Bhante, saya ingin bertanya. Ketika bermeditasi apa yg harus saya renungkan atau apa yang harus saya pikirkan? Kemudian apa yang dimaksud dengan dassana?
Mohon petunjuk dan pejelasannya Bhante.. Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi dalam pengertian Buddhis adalah latihan mengembangkan keterampilan memusatkan pikiran pada satu hal. Meditasi dilatih secara rutin. Biasanya meditasi dilatih setiap pagi bangun tidur dan malam menjelang tidur. Lama waktu yang diperlukan setiap kali berlatih meditasi paling sedikit 15 menit sampai dengan 60 menit. Selama berlatih meditasi, seseorang hendaknya memposisikan duduk bersila dengan nyaman terlebih dahulu, kemudian pikiran diarahkan untuk berlatih fokus pada satu hal yang disebut obyek meditasi. Obyek meditasi yang dipergunakan biasanya adalah mengamati udara masuk dan keluar melalui lubang hidung saat seseorang bernafas secara normal. Dengan demikian, pelaku meditasi bukan merenungkan atau memikirkan hal lainnya. Selama meditasi seseorang hanya memusatkan pikiran pada kesadaran bahwa ‘saat ini saya sedang bernafas’.
Apabila kesadaran pada saat ini telah dilatih secara rutin setiap hari, maka tahap selanjutnya adalah mempergunakan kesadaran pada satu obyek tersebut untuk menyadari segala tindakan yang dilakukan dengan badan, ucapan serta pikiran. Usahakan untuk selalu sadar, ‘saat ini saya sedang apa?’ Dengan kesadaran setiap saat, maka lama kelamaan timbullah pengertian bahwa hidup hanyalah proses yang selalu berubah. Pengertian ini akan mengurangi kemelekatan sehingga kebencian maupun ketamakan juga berkurang.
Pemahaman akan hakekat kehidupan yang selalu berubah sehingga mampu melenyapkan kemelekatan inilah yang sering disebut sebagai dassana.
Semoga jawaban ini dapat meningkatkan upaya mengembangkan kesadaran setiap saat dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dalam kesadaran setiap saat.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
02. Eko Wahyudi
Monday, 6 December 2010<
Abu jenazah
Namo Buddhaya,
Papa saya baru saja meninggal. Kami sepakat jenazah akan dikremasi. 48th yll saat mama meninggal, jenazahnya dikebumikan. Kini kami punya rencana mengambil kembali jenazah (tulang-tulang) mama untuk diperabukan kemudian kami satukan dgn abu papa (2 pak). Rencana abu tsb akan saya titipkan di rumah abu.
Pertanyaan saya, apakah ada syarat / aturan tertentu untuk mengambil jenazah mama yang sudah menjadi tulang tsb ? Mengingat kami dua bersaudara (kakak adik) saat ini belum ada yang pernah mantu.
Xie Xie Bhante atas jawabannya.
Jawaban :
Dalam Kitab Suci Agama Buddha, Tipitaka, tidak terdapat aturan maupun persyaratan menggali dan memindahkan jenasah. Umat Buddha apabila hendak mengadakan upacara pemindahan sisa jasmani seseorang dapat menggunakan tradisi yang berlaku di tempat tersebut. Oleh karena itu, silahkan mencari sanak saudara atau kerabat yang dianggap mengerti tradisi agar tidak bertentangan dengan kebiasaan setempat. Setiap daerah dan kelompok masyakat biasanya memiliki cara tersendiri untuk menyelenggarakan upacara pemindahan serta penyempurnaan sisa jenasah seperti yang ditanyakan.
Secara umum, umat Buddha boleh saja mengurus penggalian dan penyempurnaan sisa jenasah orangtua walaupun dalam keluarga anak masih belum ada yang memiliki menantu. Tidak ada persyaratan khusus untuk hal ini.
Prosesi upacara biasanya dimulai dengan membacakan paritta saat berkunjung ke makam dengan susunan seperti yang ada di buku Paritta Suci. Kemudian, dengan atau tanpa dupa, mengucapkan niat untuk membongkar makam dan mengangkat sisa jenasah untuk di kremasi. Setelah sisa jenasah dikumpulkan dalam peti yang telah disediakan, maka sebelum kremasi dilakukan, keluarga hendaknya membacakan paritta dari buku Paritta Suci yang telah disusun untuk keperluan tersebut. Demikian pula waktu meletakkan kedua kantong abu jenasah di ruang persemayaman abu yang telah disediakan.
Semoga saran ini bermanfaat untuk dijadikan pertimbangan.
Semoga kedua mendiang berbahagia di alam kelahiran yang sekarang sesuai dengan kebajikan yang telah beliau lakukan semasa hidupnya.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
03. Silvie
Monday, 6 December 2010
Papakamma
Namo Buddhaya,
Saya ingin bertanya apa saja perbuatan-perbuatan jahat (papakamma) yang didasari oleh empat dorongan. Dorongan apa saja itu?
Mohon penjelasan serta bimbingannya Bhante.. Terima kasih
Jawaban :
Papakamma adalah istilah bahasa Pali yang bila diterjemahkan menjadi ‘perbuatan jahat’. Istilah ini menunjuk pada segala perbuatan jahat yang dilakukan dengan badan, ucapan dan juga pikiran.
Empat dorongan yang dimaksudkan telah dijelaskan dalam Sigalovada Sutta bait ke 5 yaitu :
1. Perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan atas dorongan rasa senang sepihak (chanda gati),
2. Perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan atas dorongan kebencian (dosa gati).
3. Perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan atas dorongan ketidaktahuan (moha gati) dan
4. Perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan atas dorongan rasa takut (bhaya gati).
Untuk lebih lengkap, silahkan membaca Sigalovada Sutta yang terdapat pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/sigalovada-sutta/
Semoga informasi ini bermanfaat,
Semoga selalu bahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
04. Liauw Yi Fong
Tuesday, 7 December 2010<
Ciong Shio
Namo Buddhaya,
Ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan :
1.Apakah dalam Agama Buddha mengenal ciong shio?
2.Berdasarkan ramalan yang mengerti hitungan tanggal lahir Chinese, apabila mendapatkan pasangan beda 6 tahun tidak bagus, jelek dalam menjalani kehidupan rumah tangga, kehidupan ekonomi keluarga tidak lancar. Apakah ini benar ?
3.Adanya ramalan ini membuat saya menjadi bimbang dalam menjalani hubungan ini dgn pacar saya,apakah lanjut atau diputusin saja.
Mohon bimbingan dan penjelasan Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Salah satu tujuan penggunaan istilah ‘shio’ yang berasal dari masyarakat Tionghoa adalah untuk menandai tahun kelahiran seseorang.  Maksud istilah ‘ciong shio’ menunjuk pada ketidaksesuaian watak seseorang dengan shio tertentu terhadap shio yang lain. Karena Agama Buddha berasal dari India, maka tidak mengenal istilah maupun pengertian ciong shio.
Meskipun demikian, umat Buddha boleh saja mempercayai maupun menggunakan perhitungan shio sejauh ia memahami bahwa hal itu bukan merupakan Ajaran Sang Buddha.
Dalam pengertian Buddhis, kebahagiaan dalam rumah tangga bukan ditentukan oleh perbedaan umur tertentu, melainkan karena kemampuan seseorang berkomunikasi serta memahami pasangan hidupnya. Oleh karena itu, ketika seseorang memiliki kerelaan menerima pasangan hidup sebagaimana adanya, dengan segala kekurangan maupun kelebihannya, maka ia telah memiliki modal utama kebahagiaan untuk hidup berpasangan.
Dengan demikian, apabila dirasa mampu berkomunikasi serta menerima pacar sebagaimana adanya, dan juga hubungan telah disetujui oleh orangtua, maka status pacaran kiranya boleh dipikirkan untuk ditingkatkan menjadi pasangan hidup.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk menentukan sikap terhadap perbedaan usia dengan pasangan.
Semoga berbahagia dalam kehidupan berpasangan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
05. Suryananda
Wednesday, 8 December 2010
Rasa bersalah
YM Bhante,
Saya memiliki kebiasaan mencuci tangan berlebihan terutama pada saat saya akan melakukan puja bakti. Dalam pikiran, saya menganggap badan saya kotor jika tidak cuci tangan. Sering kali saya menderita karena perbuatan ini dan sering merasa bersalah jika tidak melakukan.
Kemudian saya juga ingin bertanya jika saya menemukan gambar Buddha atau para Bodhisatva atau buku buku Buddhis yg tergeletak di tempat umum apa yg harus saya lakukan mengingat saya sering ingin membersihkan buku atau gambar tersebut. Bila membiarkan buku atau gambar tersebut, saya sering merasa bersalah. Mohon saran Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, kesalahan timbul apabila suatu perbuatan dilakukan dengan niat buruk. Oleh karena itu, jika badan secara umum sudah dapat dianggap bersih, serta tidak memiliki niat buruk untuk menodai kegiatan puja bakti yang hendak dilakukan, maka sebenarnya sudah tidak perlu lagi mencuci tangan secara berlebihan. Apalagi, kalau sudah mengerti bahwa tindakan tersebut berlebihan serta menimbulkan penderitaan.
Untuk mengatasi timbulnya rasa bersalah, kembangkanlah kesadaran untuk meneliti niat yang muncul saat tidak mencuci tangan karena memang sudah bersih. Bila tidak ada niat buruk, maka lanjutkan kegiatan puja bakti tanpa harus mencuci tangan lagi. Saat muncul kembali pikiran yang mendorong untuk cuci tangan, sadari timbulnya pikiran tersebut dan amati lagi niat yang muncul. Dengan berlatih kesadaran seperti ini terus menerus, maka keinginan mencuci tangan secara berlebihan perlahan-lahan akan dapat dikurangi bahkan diatasi.
Sedangkan, ketika melihat gambar Buddha maupun Bodhisatta serta buku Buddhis yang ada di tempat umum apabila keadaan memungkinkan, boleh saja membersihkan serta meletakkannya di tempat yang lebih layak. Sikap mental ini mungkin timbul karena menyadari bahwa gambar-gambar itu mewakili kualitas batin mereka yang layak dihormati. Ada kesadaran pula bahwa buku Buddhis tentunya berisi Dhamma yang dapat memberikan peningkatan kualitas batin mereka yang memanfaatkannya. Jadi, niat baik ini boleh saja dilakukan secara bijaksana ketika kondisi saat itu memungkinkan untuk melaksanakan niat luhur yang sudah timbul.
Semoga saran ini bermanfaat untuk mengendalikan dorongan mencuci tangan yang berlebihan serta bersikap bijaksana ketika melihat gambar Buddha serta Bodhisatta yang tidak pada tempatnya.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
06. Vivi
Thursday, 9 December 2010
Almarhum menjaga
Namo Buddhaya,
Bhante, suatu hari mama saya membawa saya ke orang pintar untuk meramal jodoh saya. Setelah di cek, kata orang pintar itu almarhum papa saya sering menjaga saya sehingga susah mendapatkan jodoh. Almarhum masih mengkhawatirkan saya. Jadi orang pintar itu minta saya untuk sembahyang papa saya dan minta dibuka jalan agar mengijinkan saya dapat bertemu jodoh. Saya pun sudah pernah 3 kali mandi bunga atas anjuran orang pintar itu. Memang saya merasakan setelah saya mandi bunga rasanya tubuh lebih fresh. Kata mama saya, raut muka tampaknnya lebih baik dari sebelumnya. Tapi saya kurang tau juga apakah hal itu karena pengaruh setelah saya membaca buku tentang berpikiran positif yang benar-benar mengubah pikiranku tentang banyak hal.sehingga saya merasa lebih semangat.
Saya mau tanya Bhante, apakah benar papa saya tetap bisa mengikuti saya dan menjaga saya sehingga susah untuk mendapatkan jodoh? Apa yang harus lakukan untuk almarhum papa saya?
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, seseorang yang telah meninggal akan segera terlahir kembali di salah satu alam kehidupan sesuai dengan kamma yang ia miliki. Mungkin saja, seseorang setelah meninggal akan terlahir kembali di sekitar keluarganya. Biasanya, untuk memperbaiki kondisi seperti ini, keluarga melakukan pelimpahan jasa kepada almarhum. Pelimpahan jasa adalah melakukan kebajikan atas nama mendiang. Dengan pelimpahan jasa, apabila mendiang berada di alam kelahiran yang mampu menerima persembahan, ia akan merasa bahagia. Bahagia atas kebajikan orang lain adalah kamma baik melalui pikiran. Dengan demikian, semakin sering keluarga melakukan pelimpahan jasa, semakin banyak pula kebajikan melalui pikiran yang mendiang lakukan. Apabila kamma baik mendiang telah mencukupi, ia pun akan terlahir kembali di alam yang lebih baik dan bahagia.
Adanya pengertian bahwa almarhum menjaga anaknya sehingga mempersulit anak mendapatkan pasangan hidup sepertinya agak kurang sesuai dengan kenyataan. Biasanya, karena sangat cinta kepada anak, orangtua justru mengharapkan anaknya segera mendapatkan pasangan hidup. Tentunya pikiran positif seperti ini masih dimiliki oleh orangtua ketika ia telah meninggal dunia.
Oleh karena itu,ramalan tidak bisa dipercaya seratus persen. Kebenaran ramalan hanyalah 50 %. Apabila saran yang diberikan peramal tidak memberatkan maupun merugikan, silahkan dilaksanakan secara bijaksana. Semoga segala yang dilakukan dapat bermanfaat sesuai harapan.
Adapun upaya mendapatkan pasangan hidup hendaknya dimulai dengan memperluas pergaulan, serta berusaha meningkatkan kualitas diri agar lebih banyak orang yang senang bergaul dan berdekatan. Apabila telah memiliki banyak teman di sekitar, tentunya akan lebih mudah mendapatkan pasangan hidup dari salah satu di antara mereka.
Jangan lupa terus menerus memperbanyak kebajikan dengan badan, ucapan serta pikiran. Banyaknya kebajikan akan mengkondisikan lebih banyak kesempatan memperoleh pasangan hidup yang sesuai dengan harapan.
Semoga jawaban ini bermanfaat menumbuhkan pikiran positif kepada mendiang serta meningkatkan semangat memperbaiki kualitas diri  dan memperbanyak kebajikan sehingga memberikan kebahagiaan dalam bentuk memperoleh pasangan hidup.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
07. Rayno
Friday, 10 December 2010
Semua hanyalah ilusi
Bhante, saya bersemangat untuk berbuat baik bagi makhluk lain. Namun kadang saya berpikir bahwa perbuatan baik saya itu sesungguhnya ‘percuma’ karena makhluk apapun yang saya bantu dan diri saya pun sesungguhnya tidak eksis secara hakiki, hanya paduan unsur saja. Susah senang membantu makhluk lain pun hanya ciptaan pikiran saya sendiri. Menentukan buah karma yang saya terima pun, baik atau buruk, hanyalah penilaian dari pikiran saya sendiri. (baik dan buruk relatif).
Lalu yang saya belum paham juga, mengapa Pertapa Sumedha ingin menjadi Sammasambuddha? Padahal alasan Beliau adalah ingin membahagiakan makhluk lain namun sesungguhnya makhluk lain dan Bodhisatta itu sendiripun hanyalah ilusi (perpaduan unsur-unsur belaka). Jadi menganggap makhluk lain menderita dan perlu ditolong itu semua menurut saya juga hanyalah khayalan belaka.
Saya punya cita-cita ingin memupuk parami seperti Petapa Sumedha namun saya juga heran sendiri karena makhluk lain yang mau saya bantu pun hanyalah ilusi, jadi apa manfaat nya saya membantu sesuatu yang tidak nyata? Saya juga punya pendapat, membantu korban bencana alam hanyalah sia-sia belaka sama seperti saya lapar lalu makan, toh nanti akan lapar lagi, kecuali korban bencana itu setelah ditolong diberikan pengertian bahwa selamat dari bencana kali ini bukanlah jaminan akan selamat dari bencana, atau penyakit diwaktu akan datang. Jadi kebahagiaan orang yang berhasil sembuh dari penyakit berat yang saya lihat di tv, menurut saya, hanyalah hal yang benar-benar fana, toh mereka keesokkan harinya bisa sakit lagi atau mati karena penyebab lain. (dan tetap saja, mereka mati atau tidak, hanyalah perpaduan unsur-unsur).
Jadi apakah benar Bhante semua ini hanya ilusi? Bhante apa boleh punya pikiran seperti itu?
Terima kasih Bhante. Saya senang sekali belajar Buddha Dhamma.
Jawaban :
Adalah benar kalau dalam pengertian tertinggi Ajaran Sang Buddha, segala sesuatu hanyalah paduan unsur. Semua paduan unsur selalu berubah. Karena berubah, semua menjadi tidak berguna untuk dilekati. Orang yang telah menyadari hakekat ini memiliki batin yang seimbang. Ia tidak lagi tergoyahkan oleh pujian – celaan, suka – duka, memperoleh kedudukan – dipecat, untung – rugi serta berbagai dualisme lainnya. Orang yang memiliki kualitas batin seimbang seperti ini disebut sebagai orang yang mencapai kesucian ataupun Nibbana. Kesucian atau Nibbana dapat dicapai ketika seseorang masih hidup.
Banyak orang memang mengerti bahwa segala sesuatu hanyalah paduan unsur yang selalu berubah, namun pengertian ini hanyalah sebatas teori saja. Pada kenyataannya, orang tersebut masih memiliki batin yang rapuh, mudah mengeluh, mudah terbawa perasaan, mudah dipermainkan oleh pikiran sendiri dsb. Justru karena itulah Sammasambuddha perlu terlahir di dunia untuk mengajarkan serta mengingatkan terus menerus kepada umat manusia akan hakekat kehidupan yang hanya ilusi ini. Hal itu pula kiranya yang menjadi salah satu sebab pertapa Sumedha ingin menjadi Sammasambuddha. Bila Beliau menjadi Sammasambuddha, Beliau mampu mengajarkan Dhamma sehingga mereka yang mendengarnya mencapai kesucian dan merasakan kebahagiaan sejati yaitu Nibbana. Harapan itu menjadi kenyataan. Pertapa Sumedha akhirnya terlahir di India sebagai Pangeran Siddhattha yang setelah mencapai kesucian sebagai Buddha Gotama, Beliau membabarkan Dhamma sehingga banyak orang mencapai kebahagiaan sejati yaitu Nibbana.
Seseorang yang belum mencapai kesucian dan baru memiliki teori tentang kehidupan yang hanya ilusi tentunya perlu memperoleh banyak kesempatan memahami kebenaran hakiki ini. Untuk mendapatkan banyak kesempatan melaksanakan Dhamma, tentunya ia perlu melaksanakan banyak kebajikan dengan badan, ucapan maupun pikiran. Membantu mereka yang menderita, sakit, terkena bencana serta banyak hal lainnya adalah termasuk menambah kamma baik. Semakin banyak kamma baik yang dilakukan, kiranya semakin besar pula kemungkinan untuk mendapatkan kesempatan memahami hakekat kehidupan yang tidak kekal. Jika suatu saat orang tersebut mempergunakan kesempatan yang telah ada dengan melaksanakan meditasi kesadaran setiap saat, mungkin saja jalan mencapai kesucian ia dapatkan. Ia berhasil mengubah teori yang selama ini dimiliki menjadi kenyataan. Batinnya seimbang, terbebas dari ketamakan, kebencian maupun kegelapan batin. Ia telah terbebas dari lingkaran kelahiran kembali. Ia mencapai kebahagiaan sejati.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk meningkatkan semangat berbuat kebajikan dengan badan, ucapan maupun pikiran agar semakin besar kesempatan untuk mencapai kesucian di kehidupan ini maupun di kehidupan – kehidupan selanjutnya.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
08. Lina
Wednesday, 15 December 2010
Mengenal Dhamma di kehidupan mendatang
Namo Buddhaya,
Bhante, karena kelahiran kembali, kadang kita menjadi anak kecil kembali yang mana karena ketidaktahuan sering melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya yang tentu saja membuahkan kamma yang tidak baik. Adakah cara untuk mempertahankan kesadaran kita akan Agama Buddha di kehidupan mendatang sehinggga kita tidak menambah kamma buruk karena ketidaktahuan kita?
Bagaimana pula cara terbaik untuk menyadarkan orang dekat kita yang keras kepala agar hidup tidak terlalu melenceng dari Ajaran Buddha?
Terima kasih.
Jawaban :
Dalam Ajaran Sang Buddha memang mengenal adanya konsep kelahiran kembali. Mahluk yang meninggal dan terlahir kembali sebagai manusia akan memulai kehidupannya sebagai janin dalam kandungan. Setelah waktu kandungan mencukupi, bayi tersebut akan terlahir. Apabila ingin terlahir sebagai anak kecil yang telah mengenal Dhamma sejak dini, secara tradisi boleh mengucapkan tekad sejak kehidupan ini. Artinya, setiap kali melakukan kebajikan dengan badan, ucapan serta pikiran, ucapkanlah tekad, “Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan hingga saat ini akan mengkondisikan kelahiran kembali sebagai manusia dan mengenal Dhamma sejak kecil”. Diharapkan dengan pengulangan tekad serta dukungan kamma baik yang mencukupi, harapan luhur tersebut dapat menjadi kenyataan.
Adapun orang yang keras kepala biasanya karena ia belum menemukan cara atau orang yang tepat untuk menasehatinya. Oleh karena itu, carilah cara yang bijaksana serta waktu yang sesuai agar dapat berkomunikasi dengannya secara terbuka dan kekeluargaan. Atau, carilah orang yang biasanya didengar nasehatnya oleh orang tersebut. Mintalah bantuan kepada orang itu untuk menasehatinya. Mendengar nasehat yang diberikan secara jujur dan tulus serta dilakukan oleh orang yang ia hormati, biasanya orang yang keras kepala sudi mempertimbangkan serta mengubah perilakunya. Dengan kesabaran dan nasehat yang dilakukan secara berulang berlandaskan cinta kasih, kiranya secara bertahap terjadi perubahan perilaku sesuai dengan harapan.
Semoga jawaban di atas memberikan manfaat serta kebahagiaan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
09. Sylvie
Wednesday, 15 December 2010
Konsentrasi
Namo Buddhaya,
Jika kita sedang bermeditasi, kita harus berkonsentrasi pada objek yang kita pilih, misalkan objek pernapasan.Sering kali ketika kita sedang bermeditasi telinga kita menangkap suara-suara seperti suara pintu dsb.
Bagaimana cara kita mengatasinya Bhante? Sulit sekali bila harus mengontrol telinga kita agar tidak menangkap suara2 tersebut.
Mohon bimbingannya Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi adalah latihan ketrampilan memusatkan pikiran pada obyek tertentu, misalnya proses masuk dan keluar udara sewaktu bernafas secara alamiah. Selama meditasi, segala bentuk pikiran yang bukan obyek hendaknya diketahui, disadari dan dikembalikan pada obyek semula yaitu pernafasan. Jika pada awalnya masih terdengar suara, maupun merasakan panas dingin udara, hal itu adalah normal, dan dapat diabaikan. Pusatkan pikiran pada obyek semula. Lama kelamaan, segala sensasi indria menjadi tidak berkesan. Terdengar suara namun batin sudah tidak lagi tertarik untuk mengenali. Dan, pada akhirnya suara serta sensasi indria lainnya tidak ada. Pikiran memusat pada satu hal yaitu obyek meditasi.
Apabila seseorang sudah mampu memasuki kondisi ini secara cepat dan mampu mempertahankan untuk waktu yang lama, maka ia akan lebih mudah menjadikan segala tindakan sehari-hari dengan badan, ucapan serta pikiran sebagai obyek konsentrasi. Inilah meditasi dalam kehidupan sehari-hari, selalu sadar setiap saat. Inilah cara meditasi yang diajarkan Sang Buddha untuk melihat hidup sebagaimana adanya, bahwa hidup adalah tidak kekal, hanya proses yang selalu berubah.
Semoga jawaban ini dapat dijadikan pedoman pelaksanaan meditasi sehingga tidak lagi kuatir dengan segala sensasi indria yang pada saatnya nanti akan lenyap dengan sendirinya.
Semoga selalu bersemangat dalam melaksanakan meditasi.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
————————————————————————————————————
10. Pri Pramudita
Wednesday, 15 December 2010
Ternak ayam petelur
YM Bhante, apakah usaha peternakan ayam petelur menyalahi ajaran Buddha?
Karena jika memungkinkan saya bermaksud belajar dan berusaha di bidang ayam petelur dimasa datang.
Terima kasih atas jawaban Bhante
Jawaban :
Dalam tuntunan pelaksanaan Ajaran Sang Buddha, sebaiknya umat Buddha menghindari usaha yang berhubungan dengan mahluk hidup. Usaha yang berkaitan dengan jual beli mahluk hidup maupun bangkai mahluk hidup cenderung mengkondisikan terjadinya pembunuhan. Seperti telah diketahui bersama, pembunuhan adalah merupakan pelanggaran sila pertama Pancasila Buddhis.
Usaha ayam petelur pada mulanya memang hanya memberi makan ayam serta mengambil telur yang dihasilkannya. Namun, ketika ayam sudah tidak lagi menghasilkan telur, peternak akan menjualnya ke pasar. Dengan demikian, ayam petelur yang sudah tidak produktif akan menjadi ayam sayur yang dipotong untuk dikonsumsi manusia. Tindakan yang mengkondisikan pembunuhan inilah yang kiranya perlu dihindari oleh umat Buddha.
Oleh karena itu, apabila usaha ayam petelur masih merupakan keinginan, kiranya dengan penjelasan di atas dapatlah dijadikan perenungan untuk meninjau ulang keinginan yang telah muncul. Sebaliknya, apabila keinginan itu sudah sedemikian kuat dan harus dilaksanakan, maka usaha ayam petelur ini hendaknya juga dibarengi dengan memperbanyak kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran. Dengan banyaknya kebajikan yang sering dilakukan, diharapkan kamma baik berbuah dalam bentuk kebahagiaan.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk dijadikan perenungan sebelum mengambil keputusan.
Semoga selalu sukses dan berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

03 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


29 November 2010 s.d. 05 December 2010
1. Hendra Sutanto
Monday, 29 November 2010
Meditasi dan mahluk halus
Namo Buddhaya,
Bhante…mohon petunjuknya. Apakah betul pada saat melakukan meditasi, sebelum mencapai jhana, meditator akan mengalami fase dimana kelima panca indra akan sementara “tertutup”.
Apabila betul demikian, pertanyaan saya adalah : pada saat tersebut, bukankah mahluk halus dapat memasuki ke tubuh meditator tersebut?
Mohon petunjuk Bhante untuk mengurai keraguan saya.
Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi adalah melatih pikiran untuk tetap fokus atau terpusat pada satu obyek meditasi yang telah dipilih. Ada cukup banyak obyek meditasi. Salah satu obyek meditasi yang sangat sering dipergunakan adalah perhatian pada pernafasan. Ketika melatih meditasi dengan obyek pernafasan, upayakan untuk selalu memperhatikan serta merasakan saat udara masuk dan keluar secara alamiah melalui lubang hidung.
Setelah berlatih secara rutin, maka pikiran dapat lebih mudah terpusat pada obyek meditasi dalam waktu relatif cukup lama. Pikiran tidak lagi memperhatikan hal lain kecuali obyek meditasi. Pikiran tidak lagi terpengaruh oleh obyek-obyek indria yang lain. Dalam kondisi demikian, indria seolah tertutup. Namun, saat indria tertutup karena pikiran terpusat pada obyek, mahluk halus tentu saja tidak bisa mempengaruhi apalagi memasuki tubuh meditator tersebut.Mahluk halus membutuhkan sedikit ‘kerja sama’ agar dapat mempengaruhi seseorang. Saat seseorang fokus pada obyek meditasi, kerjasama yang diharapkan tidak ada. Mahluk halus akan mencari orang lain yang dapat diajak kerja sama. Salah satunya, orang yang sedang melamun.
Ketika seseorang melamun, mungkin saja indrianya seolah tertutup tetapi pikiran tidak fokus. Kondisi yang lemah ini seolah mengundang kerja sama dengan mahluk halus. Akibatnya, orang yang sedang melamun akan mudah dipengaruhi oleh mahluk halus.
Sebagai kesimpulan, seorang yang berlatih meditasi tidak perlu takut dengan gangguan mahluk halus selama ia tetap fokus dan tidak memperhatikan berbagai gejala yang mungkin ditimbulkan oleh mahluk halus tersebut.
Semoga jawaban ini mengurangi bahkan menghilangkan keraguan tentang gangguan mahluk halus yang mungkin muncul selama berlatih meditasi.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dalam kesadaran setiap saat.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
2. Isabella
Monday, 29 November 2010
Shio dan zodiak
Namo Buddhaya,
Bhante, bagaimana pandangan Agama Buddha mengenai shio/zodiak?
Apakah hal-hal tersebut dapat dipercaya?
Saya secara pribadi tidak percaya dengan hal-hal tersebut. Namun saya bingung karena ada beberapa sifat saya cocok dengan apa yang ditulis pada shio/zodiak saya.
Mengapa bisa begitu Bhante? Anumodana.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, salah satu sebab seseorang terlahir pada tanggal, bulan dan tahun tertentu berkaitan dengan kamma yang ia miliki. Suka duka dan watak yang ia miliki juga merupakan bagian dari kaitan kamma tersebut. Meskipun demikian, perbuatan baik yang rutin dilakukan saat ini memungkinkan ia mengubah suka duka serta watak yang dimiliki sebelumnya.
Keberadaan shio maupun zodiak adalah bagian dari tradisi yang berkembang dalam masyarakat tertentu. Pemahaman tentang shio dan zodiak sudah berlangsung turun temurun sejak ribuan tahun yang lampau. Penyusunan serta penyempurnaan shio dan zodiak melalui pengamatan berbagai kesamaan yang terdapat pada kelompok orang yang terlahir di tahun, bulan maupun tanggal tertentu. Karena telah melewati masa ribuan tahun serta banyak sekali pengamatan di lapangan, tentu saja terdapat banyak penjelasan shio maupun zodiak yang sesuai dengan kenyataan.
Penjelasan melalui shio atau zodiak biasanya hanya membahas hal-hal yang bersifat umum. Tidak menjelaskan hal yang lebih khusus, misalnya tentang banyaknya kebajikan yang mungkin dilakukan oleh seseorang. Perbuatan baik maupun buruk sangatlah tergantung pada keputusan pribadi orang tersebut. Apabila seseorang selalu berusaha memperbanyak kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran, ia akan dapat mengubah berbagai penjelasan yang diperoleh melalui pengertian shio ataupun zodiak. Mereka yang dikatakan berwatak baik, dengan upaya menjadikan kebajikan sebagai kebiasaan tentu saja akan dapat meningkatkan watak tersebut. Demikian pula mereka yang dikatakan hidup bahagia, dengan upaya kebajikan yang tidak pernah berhenti kiranya akan dapat meningkatkan kebahagiaan yang telah dijelaskan melalui shio ataupun zodiak.
Dengan demikian, shio maupun zodiak mungkin saja mampu memperhitungkan kelebihan serta kekurangan seseorang. Namun, hanya orang itu sendirilah yang mampu mengubah segala yang telah diperhitungkan. Dengan selalu melakukan kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran, maka kelebihan dapat ditingkatkan, kekurangan dapat diperbaiki. Hidup pun menjadi lebih berbahagia.
Semoga jawaban ini dapat meningkatkan semangat untuk lebih banyak berbuat baik dengan badan, ucapan serta pikiran agar hidup lebih berbahagia melebihi semua pernyataan dan perhitungan yang diperoleh dari shio maupun zodiak.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
3. Rayno
Monday, 29 November 2010
Sammasambuddha
Bhante, menurut tradisi Theravada apakah seseorang boleh mempunyai impian menjadi Sammasambuddha?
Bagaimana cara menjadi Sammasambuddha yang menonjol aspek kebijaksanaannya versi Theravada?
Terima kasih Bhante Uttamo.
Jawaban :
Setiap orang tentu saja boleh bermimpi atau bercita-cita menjadi Sammasambuddha. Sammasambuddha adalah orang yang dengan perjuangannya sendiri mampu mencapai pencerahan serta mampu mengajarkan hasil pencerahan itu kepada orang lain sehingga mereka pun mencapai pencerahan.
Salah satu contoh Sammasambuddha yang dikenal di masa sekarang adalah Sang Buddha Gotama yang menonjol aspek kebijaksanaanNya.
Meneladani kehidupan Sang Buddha Gotama, maka kiranya mereka yang bercita-cita menjadi Sammasambuddha hendaknya terlebih dahulu menyempurnakan sepuluh perilaku baik seperti yang telah disempurnakan oleh Bodhisatta calon Sang Buddha Gotama.
Adapun kesepuluh kesempurnaan perilaku baik itu adalah :
01. Kerelaan
02. Kemoralan
03. Pelepasan kesenangan indria
04. Kebijaksanaan
05. Usaha / semangat
06. Kesabaran
07. Kebenaran
08. Keputusan yang teguh
09. Cinta kasih
10. Keseimbangan batin
Banyak kisah dari berbagai sumber Dhamma yang menceritakan ketika calon Sammasambuddha Gotama menyempurnakan satu per satu perilaku kebajikan tersebut selama 4 asakheyya kappa 100.000 kappa yang merupakan satu satuan waktu yang sangat sangat lama.
Kiranya jawaban ini dapat menambah semangat mereka yang memiliki cita-cita menjadi Sammasambuddha agar mulai bertindak menyempurnakan sepuluh perilaku baik yang disebutkan di atas.
Semoga dengan perjuangan yang tidak pernah kenal putus asa, cita-cita luhur dapat diwujudkan pada suatu saat nanti.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
4. Hendra
Tuesday, 30 November 2010
Kamma kelompok
Namo Buddhaya,
Bhante, dlm Buddhis kita mengenal Hukum Sebab Akibat / Hukum Karma. Saya sendiri secara pribadi sangat percaya akan tsb. Tetapi ada hal yg mungkin masih menjadi misteri bagi saya secara pribadi. Kasus / contoh : baru-baru ini ada saudara-saudara kita yg terkena musibah bencana alam, seperti Merapi, Mentawai, Wasior, dll. Dalam bencana tsb, ada banyak korban yg meninggal, cacat, dsb.
Pertanyaan saya, mengapa orang-orang tsb harus terkena musibah ? Kan tidak semua org yg menjadi korban meninggal juga memiliki karma buruk? Maksud saya. mengapa buah karma mereka seolah2 sama, yakni sama2 menderita, padahal belum tentu karma mereka adalah sama.
Bagaimana pandangan kita seharusnya utk hal ini Bhante ?
Terima kasih & anumodana Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, setiap mahluk memiliki kamma masing-masing. Suka duka yang dialami oleh setiap mahluk adalah hasil dari perilaku masing-masing. Mereka yang banyak melakukan kebajikan akan merasakan hidup bahagia. Mereka yang kurang memiliki kebajikan akan hidup kurang bahagia pula.
Ketika seseorang terlahir dalam satu keluarga, sesungguhnya ia telah memiliki kesamaan kamma dengan keluarga tersebut. Demikian pula ketika ia dan keluarganya menjadi bagian dari satu masyarakat tertentu, maka ia dan keluarganya telah memiliki beberapa kesamaan kamma dengan anggota masyarakat tersebut. Kesamaan kamma ini dapat diperluas menjadi kesamaan kamma sebagai bangsa, sebagai penduduk suatu benua dan juga sebagai penduduk planet bumi ini. Semua pertemuan maupun perkumpulan antar mahluk dalam satu tempat tertentu terjadi karena ada sebab. Salah satu penyebabnya adalah kekuatan kamma yang sejenis.
Karena adanya ikatan kamma sejenis itulah ketika terjadi bencana di satu daerah, mereka yang memiliki kamma sejenis yang sedang berbuah akan menjadi korban secara bersamaan. Semakin banyak kamma yang sejenis dalam suatu daerah, semakin banyak pula mereka yang menjadi korban.
Tetapi karena setiap mahluk juga memiliki kamma masing-masing yang tidak sama persis, maka walaupun mereka semua meninggal pada waktu dan tempat yang sama,  mereka tidak terlahir kembali di alam yang sama. Mereka yang memiliki banyak kebajikan semasa hidupnya akan terlahir di alam yang berbahagia. Mereka yang memiliki sedikit kebajikan semasa hidupnya akan terlahir di alam yang kurang bahagia.
Sebaliknya, anggota masyarakat di daerah bencana yang secara bersamaan memiliki perbedaan waktu berbuah kamma buruknya akan terhindar dari bencana tersebut. Semakin banyak orang yang berbeda waktu kamma buruknya berbuah, semakin banyak pula yang terselamatkan dari suatu daerah bencana.
Oleh karena itu, peristiwa gunung meletus, gempa bumi dsb adalah bencana alam yang tidak bisa diramalkan maupun dicegah oleh siapapun juga. Namun, keselamatan setiap orang dari bencana alam sangatlah ditentukan oleh buah kamma baik yang dimiilikinya. Dengan demikian, orang yang rajin melakukan kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran akan terkondisi terselamatkan dari berbagai bahaya maupun resiko bencana alam.
Semoga jawaban ini akan menambah semangat setiap orang untuk melakukan banyak kebajikan agar secara bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya terbebas dari segala bahaya maupun bencana.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia bebas dari bencana maupun penderitaan.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
5. Marco
Tuesday, 30 November 2010
Badan dan batin
Namo Buddhaya,
Bhante, saya ingin tanya apa hubungannya batin dengan jasmani?
Mohon petunjuknya untuk menjelaskannya. Terima Kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, manusia hidup terdiri dari badan dan batin. Hubungan badan dan batin ini sangatlah erat. Tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Proses badan yang dipengaruhi oleh batin atau sebaliknya dapat diamati secara jelas sewaktu seseorang mengembangkan kesadaran dalam bermeditasi.
Namun, agar mempermudah penjelasan, eratnya hubungan badan dan batin dapat diibaratkan sebagai komponen komputer. Badan adalah hardware atau perangkat keras komputer seperti CPU, keyboard, mouse, monitor dsb. Sedangkan batin adalah software atau perangkat lunak komputer seperti operating system, berbagai program aplikasi dsb. Keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya agar komputer dapat bekerja lancar sesuai harapan.
Penjelasan lengkap dan mendalam tentang hubungan badan serta batin dapat dibaca dari berbagai sumber informasi tentang Abhidhamma.
Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat untuk menambah wawasan.
Semoga selalu bahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
6. Kristiana
Saturday, 4 December 2010
Batin
Namo Buddhaya,
Saya sering mendengar “sucikan hati dan pikiran itulah ajaran para Buddha”
Saya ingin bertanya, dengan adanya dua keberadaan yakni hati (batin) dan pikiran, apabila seseorang meninggal, buah kamma dari manakah yg akan mempengaruhi kelahiran berikutnya?
Misalnya saja, seseorang memiliki hati yang baik, takut berbuat jahat, dsb. Namun pikirannya belum selaras dgn hatinya yakni menginginkan orang lain celaka, iri, dendam, dll. Maka buah dr hati ataukah pikiran yang dapat mempengaruhi kelahiran selanjutnya?
Lalu bagaimana cara untuk menyelaraskan keduanya?
Anumodana Bhante
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, istilah ‘hati’ lebih menunjuk pada organ tubuh yang secara umum dikenal sebagai ‘lever’. Dewasa ini dalam banyak kesempatan beberapa tokoh Agama Buddha sudah tidak mempergunakan istilah ‘hati’ pada pengertian di atas. Perubahan penggunaan istilah ini juga lebih disesuaikan dengan makna dan kaidah bahasa Pali. Oleh karena itu, kiranya lebih tepat apabila para umat Buddha juga menyebut dengan “Sucikan pikiran itulah Ajaran para Buddha”.
Menjawab pertanyaan di atas yaitu ‘hati yang baik, pikiran belum selaras’, jika ditinjau dari Ajaran Sang Buddha, semua pertentangan batin itu timbul sebagai hasil kerja pikiran. Bahwa pikiran kadang memikirkan hal yang baik. Namun, dalam kesempatan lain, pikiran juga memikirkan hal yang buruk. Kondisi pikiran yang sering berubah ini wajar untuk mereka yang belum terbebas dari ketamakan, kebencian ataupun kegelapan batin. Masing-masing pikiran baik dan buruk tentu saja memiliki buah yang berbeda di kehidupan sekarang maupun selanjutnya.
Untuk terlahir di salah satu alam kehidupan sangatlah dipengaruhi oleh pikiran terakhir seseorang saat ia hendak meninggal. Apabila muncul pikiran baik pada saat hendak meninggal, pikiran baik inilah yang akan mengarahkan ia terlahir di alam bahagia. Demikian pula sebaliknya. Ketika seseorang meninggal dengan pikiran buruk, ia akan terlahir di alam kurang bahagia.
Oleh karena itu, seseorang yang selama hidupnya sering membiasakan diri berpikir baik, ketika meninggal dunia akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk terlahir di alam bahagia. Dengan demikian, umat Buddha hendaknya membiasakan diri berpikir baik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya membiasakan pikiran baik adalah dengan sering mengulang dalam batin kalimat cinta kasih “Semoga semua  mahluk selalu hidup berbahagia”.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk menambah semangat berbuat baik dengan badan, ucapan dan pikiran sehingga mengkondisikan kebahagiaan di kehidupan sekarang maupun mendatang.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia terbebas dari pikiran, ucapan serta perbuatan yang tidak baik.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
7. Ivy
Saturday, 4 December 2010
Keduniawian
Namo Buddhaya,
Saya temasuk orang yang agak terikat dengan keduniawian. Artinya saya ingin menjadi orang kaya, saya ingin membeli rumah, membahagiakan orang tua, saya juga ingin mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dan cocok dengan saya. Oleh karena itu saya selalu bekerja keras. Dimana ada kesempatan mendapatkan duit, saya mencobanya walaupun kadang melelahkan. Tentunya perjuangan mendapatkan duit itu, saya tidak pernah sampai merugikan orang lain.
Apakah salah kalau saya mempunyai pemikiran seperti ini?
Tterima kasih Bhante.
Jawaban :
Sebagai perumah tangga atau umat Buddha yang tinggal dalam masyarat tentunya cukup wajar apabila tertarik dengan hal-hal yang bersifat keduniawian, termasuk ingin kaya dsb. Namun, hal yang perlu diperhatikan dan dimiliki oleh setiap umat Buddha adalah kemampuan seseorang untuk menerima kenyataan apabila tidak sesuai dengan keinginan atau harapan.
Adalah wajar kenyataan tidak selalu sesuai harapan atau keinginan. Seseorang hanya mampu mengubah keinginan. Ia tidak akan pernah mampu mengubah kenyataan. Apabila ia selalu mampu mengubah keinginan sehingga sesuai kenyataan, maka harapan dan cita-cita yang tinggi sekalipun tidak akan pernah mengecewakannya.Ia selalu mampu mengendalikan diri ketika harapan tidak tercapai. Sikap mental seperti ini menunjukkan ia tidak lagi melekat atau terikat. Ia tidak lagi menderita karena keinginannya.
Salah satu cara untuk menyesuaikan keinginan dengan kenyataan adalah dengan sering mengucapkan dalam batin kata MEMANG. Artinya, ketika ia menghadapi kenyataan yang berbeda dengan harapan, ia hendaknya menyebutkan, ‘Memang demikian kenyataannya’. Kalau ia sudah mampu selalu menyebutkan kata ‘memang’ pada setiap kenyataan yang dihadapi, batin menjadi tenang dan bahagia. Ia telah mampu menerima  kenyataan sebagaimana adanya.
Setelah mampu menerima kenyataan sebagaimana adanya, ia hendaknya mempergunakan kenyataan tersebut untuk meningkatkan kualitas diri. Kenyataan positif, hendaknya dicari faktor penyebabnya agar dapat ditingkatkan di masa sekarang maupun masa depan. Sedangkan, kenyataan negatif, hendaknya dicari penyebabnya agar dapat diperbaiki ataupun dihindari di masa sekarang atau di masa depan. Dengan demikian, hidup dari saat ke saat selalu bahagia karena menerima kenyataan dan mampu menggunakan kenyataan apapun juga untuk meningkatkan kualitas diri.
Semoga jawaban ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengertian bahwa umat Buddha boleh saja memiliki keinginan sejauh ia selalu mampu menyesuaikan keinginan dengan kenyataan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
8. Rayno
Saturday, 4 December 2010
Kemampuan dan bakat
Bhante, apakah benar kemampuan dan bakat serta memori seseorang itu dibawa terus di setiap kelahiran berikut? Sebab saya pernah mendengar ada orang yang berkata setelah mati maka semuanya musnah termasuk memori kehidupan lampau dan bakat, yang tersisa hanyalah karma makhluk itu. Benarkah musnah seperti itu? Karena saya membaca kisah Petapa Sumedha berjuang menyempurnakan parami di banyak kelahiran, maka seharusnya kemampuan dan bakat masih bisa dibawa. dan Buddha Gotama juga bisa mengingat kehidupan lampau. Lalu apakah terlahir di alam dewa lebih memungkinkan untuk ingat kehidupan lampau dibanding lahir sebagai manusia?
Terima kasih Bhante.
Jawaban :
Manusia terdiri dari badan dan batin. Kematian manusia akan membusukkan dan menghancurkan tubuh jasmani. Namun, ketika batin yang belum mencapai kesucian terlahirkan kembali, sebagian besar kemampuan yang pernah ia miliki juga terbawa. Oleh karena itu, tidak heran apabila menjumpai anak-anak jenius yang mampu melakukan perhitungan matematika untuk orang dewasa ataupun memiliki kemampuan bermain musik yang luar biasa atau berbagai kelebihan lainnya. Dalam pengertian Buddhis, kemampuan luar biasa yang dalam masyarakat sering disebut sebagai ‘bakat’ sebenarnya banyak dipengaruhi oleh ingatan dari kehidupan sebelumnya. Mereka yang banyak mengingat kehidupan lampaunya, akan lebih banyak bakat yang mereka miliki.
Oleh karena itu, diceritakan dalam Kitab Suci Tipitaka bahwa Pangeran Siddhattha sebelum mencapai kesucian sebagai Buddha Gotama juga mampu mengingat berbagai peristiwa dari banyak kehidupan sebelumnya. Dari sedemikian banyak ingatan itulah Beliau mempelajari untuk menyimpulkan sebagai pokok dasar Ajaran Sang Buddha yaitu Empat Kesunyataan Mulia.
Adapun kisah para dewa dengan kemampuan ingatan pada kehidupan sebelumnya dapat dibaca di :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/vimanavatthu/
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
9. Santri
Sunday, 5 December 2010
Reiki
Namo Buddhaya,
Saya mau tanya,  apakah Bhante pernah dengar tentang Reiki (teknik ini berasal dari Tibet dan hampir sama dgn Yoga dari India) ? Mereka mengajarkan teknik pembukaan cakra (tubuh manusia ada 7 cakra).
Apakah tidak apa-apa mengikuti kegiatan spritiual seperti Reiki?
Karena banyak kesamaan hal dgn Buddhis. Mereka mengajarkan teknik meditasi dari peng-aktif-an cakra mahkota (tingkat 1), tingkat 2 kundalini sampai tingkat 3, Menurut mereka, jika didalami secara benar-benar serius pada waktu tertentu dapat mencapai pencerahan sempurna (Nirvana). Keterangan bisa dibaca di www.padmajaya.com
Terus terang saya juga merasakan sensasi2 tertentu diseluruh tubuh (sangat ringan tanpa bentuk2 pikiran) ketika melakukan teknik meditasi ini (saya baru tingkat 1). Beberapa rekan yang telah mengikuti sampai tingkat 3 atau lebih tinggi malah mempunyai kmampuan melihat hal-hal gaib, membaca pikiran orang, melihat kelahiran lampau mereka(reinkarnasi),
Bagaimana menurut Bhante jika saya sebagai umat Buddha mengikuti hal-hal tsb diatas,
Terima kasih.
Jawaban :
Ada beberapa metoda yang dapat dipergunakan seseorang untuk mencapai Nibbana (Nirvana) atau pencerahan sempurna. Namun, dalam pengertian Buddhis, apapun cara yang dipergunakan, syarat utama pencapaian Nibbana atau kesucian batin adalah kemampuan seseorang untuk setiap saat selalu berada dalam kondisi sadar sempurna. Sadar pada saat ia sedang bertindak, sadar ketika ia sedang berbicara serta sadar pada waktu ia sedang berpikir.
Apabila suatu metoda mampu mendukung pengembangan kesadaran sempurna, maka metoda tersebut tentu bermanfaat untuk umat Buddha yang ingin membebaskan diri dari belenggu ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Sebaliknya, apabila suatu metoda terbukti tidak mampu menunjang pencapaian kesadaran setiap saat, berarti metoda tersebut tidak mampu mengkondisikan seseorang mencapai pencerahan sempurna atau Nibbana.
Metoda Reiki pada batas-batas tertentu mungkin bermanfaat seperti yang disampaikan dalam berbagai informasi umum tentang metoda tersebut. Oleh karena itu, umat Buddha boleh saja mengikuti kegiatan yang diselenggarakan dengan menggunakan metoda tersebut.
Hanya saja, kiranya masih perlu dilakukan banyak penelitian mendalam dan sungguh-sungguh untuk menyimpulkan bahwa metoda Reiki mampu menghasilkan pencerahan atau kesucian atau Nibbana seperti yang dijelaskan dalam pengertian Buddhis.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk dijadikan perenungan.
Semoga selalu sehat dan berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Lim Tau Hie
Sunday, 5 December 2010
Tuhan
Namo Buddhaya,
Bhante, ada pertanyaan yg masih mengganjal dalam pikiran saya sampai saat ini mengenai Tuhan. Dalam Ajaran Buddha, tidak mengenal adanya Tuhan. Sedangkan dalam agama lain mengenal adanya Tuhan. Bahkan dalam kitab-katab agama lain ada perkataan-perkataan langsung dari Tuhan kepada nabi-nabiNya.
Saya ingin tanya, siapakah Tuhan yang memberikan wahyu ke Nabi-nabi tersebut?
Apakah yang dianggap Tuhan oleh umat lain dalam kitab mereka adalah Mahadewa yang menganggap dirinya sendiri sebagai Tuhan?
Mohon petunjuknya Bhante.Terima kasih.
Jawaban :
Agama Buddha mempunyai konsep ketuhanan yang berbeda dengan agama lain.
Penjelasan sekilas tentang konsep ketuhanan dalam Agama Buddha dapat dibaca pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/
Perbedaan konsep ketuhanan dalam Agama Buddha dengan agama-agama yang lain timbul karena adanya perbedaan kebudayaan serta latar belakang masyarakat tempat Agama Buddha dan agama-agama lain tersebut berasal.
Menyikapi adanya berbagai perbedaan dalam agama-agama, termasuk konsep ketuhanan, kiranya akan lebih bijaksana kalau masing-masing fihak saling menghormati penjelasan yang dberikan oleh tiap agama. Tidak diperlukan menyamakan konsep yang memang berbeda ataupun memberikan pandangan agama sendiri terhadap konsep ketuhanan dalam agama lain.
Sikap mental saling menghormati penjelasan serta pengertian yang diberikan oleh agama lain patut dilakukan karena seseorang menganut suatu agama adalah berdasarkan kecocokan, bukan berdasar penilaian benar ataupun salah. Sulit melihat kebenaran suatu agama ketika hal yang dianggap benar oleh satu agama ternyata berbeda saat dijelaskan oleh agama lain. Demikian pula dengan penjelasan tentang konsep ketuhanan dalam Agama Buddha. Apabila seseorang telah cocok, maka ia hendaknya tidak mempergunakan penjelasan dalam Agama Buddha untuk menilai konsep serupa di agama lain. Akan lebih baik kalau ia berusaha memanfaatkan seluruh energi yang ia miliki untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari sehingga ia semakin meningkat kualitas perilaku, ucapan dan cara berpikir sesuai dengan Buddha Dhamma. Dengan demikian, akan terwujud kehidupan yang damai serta harmonis di antara anggota masyarakat dengan berbagai agama yang dianut.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk setiap umat Buddha agar lebih memusatkan pikiran pada Ajaran Sang Buddha serta tidak memancing perselisihan pendapat maupun perdebatan antar agama. Tidak jarang perdebatan antar agama berujung dengan permusuhan. Padahal, sungguh berbahagia ketika setiap orang dapat hidup damai saling berdampingan dengan sesama anggota masyarakat lainnya dengan segala bentuk perbedaan yang ada.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk membangun kehidupan masyarakat yang harmonis di tengah adanya berbagai perbedaan, termasuk agama.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

02 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


22 November 2010 s.d. 28 November 2010
01. Rayno
Monday, 22 November 2010
Pencapaian jhana
Bhante, saya ingin bertanya tentang apakah benar memang ada kelompok orang yang tidak bisa mencapai jhana apabila dia bukan tihetuka puggala? Saya mendapat informasi ini dari buku ulasan ttg Abhidhamma.
Apakah benar jika seseorang hermaprodit maka tidak bisa mencapai jhana?
Apakah benar orang yang lesbian juga tidak bisa mencapai jhana?
Bagaimana seseorang bisa mengetahui jika dia itu tihetuka puggala?
Apakah pencapaian jhana juga tergantung apakah dia itu cacat atau tidak?
Terima kasih Bhante Uttamo.
Jawaban :
Meneliti pertanyaan di atas, kiranya cukup banyak yang disampaikan dan hampir semua berada dalam area teori. Diskusi teori Dhamma maupun meditasi dapat dilakukan dalam banyak forum tanya jawab lain yang mudah ditemukan lewat internet. Jadi, di sini semua pertanyaan di atas hanya akan dijawab secara umum. Semoga keterbatasan ini tidaklah mengecewakan.
Jhana adalah pencapaian meditasi dengan tingkat konsentrasi yang baik. Untuk mencapai jhana diperlukan latihan yang tekun dan penuh semangat.
Apabila seseorang – tanpa harus memikirkan kondisi dirinya sebagai hemaprodit, lesbian dsb – berusaha dengan sungguh-sungguh untuk berlatih konsentrasi secara rutin, maka mungkin saja ia mencapai jhana dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga dengan jawaban ini semakin banyak orang berlatih meditasi untuk mengembangkan konsentrasi. Hanya saja perlu diingat bahwa tingkat konsentrasi tinggi bukanlah tujuan dalam Ajaran Sang Buddha. Dalam pelaksanaan Dhamma, tingkat konsentrasi hendaknya dipergunakan untuk mengembangkan kesadaran setiap saat. Jadi, selalu gunakanlah konsentrasi pada saat bekerja, berbicara maupun berpikir agar mampu selalu sadar setiap saat pada semua segi kehidupan sebagai tujuan praktek Dhamma.
Semoga semua mahluk selalu hidup bahagia dalam kesadaran maksimal.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
02. Eric
Monday, 22 November 2010
Rupang
Namo Buddhaya,
Banthe, saya ingin bertanya. Dalam sutra salah satu Bodhisatva dikatakan bahwa bila menyediakan tempat yang bersih di sebelah Selatan dan meletakkan rupang atau gambar Bodhisatva tersebut, serta memuja dengan dupa, buah, air, bunga akan membuahkan karma baik seperti yang di uraikan di dalam sutra tersebut.
Selama ini saya saya membaca paritta atau keng hanya dengan dupa tanpa rupang atau gambar Bodhisatva. Kadang bila badan atau pikiran sedang lelah, saya tidak membaca paritta atau keng. Apakah boleh merapalkan sutra tanpa rupang atau gambar yang di sebutkan di dalam sutra itu?
Mohon bimbingan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, membaca paritta atau keng – dengan rupang maupun tidak – sebenarnya adalah merupakan salah satu cara untuk menambah kebajikan dengan badan, ucapan maupun pikiran. Hal ini dimungkinkan karena sewaktu membaca paritta atau keng, seseorang terkondisi untuk berperilaku, berucap dan berpikir hal yang baik. Karena itu, semakin sering seseorang membaca paritta atau keng, tentu semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan ketiga sarana perbuatan tersebut.
Selain upaya menambah kebajikan, membaca paritta atau keng – di depan rupang atau tidak – jika dibarengi dengan perenungan akan makna paritta atau keng yang dibaca, maka akan diperoleh pedoman atau tuntunan melakukan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan semakin banyak seseorang membaca paritta atau keng, semakin banyak pula pengertian dan pedoman kebajikan yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, perilaku, ucapan maupun cara berpikirnya juga bertambah baik.
Karena itu, apabila kondisi memungkinkan, adalah baik berusaha menyediakan rupang Bodhisatta maupun Sang Buddha di altar. Penyediaan rupang dapat menambah semangat untuk merenungkan keluhuran perilaku, ucapan dan cara berpikir dari mahluk yang dilambangkan sebagai rupang.
Namun, apabila kondisi tidak memungkinkan, umat Buddha boleh saja membaca paritta atau keng tanpa menggunakan rupang apapun juga. Perilaku tersebut tetap merupakan kamma baik atau kebajikan yang pada saatnya nanti membuahkan kebahagiaan sesuai harapan.
Semoga jawaban ini bermanfaat dan menambah semangat untuk rutin membaca serta merenungkan makna paritta atau keng yang dibaca.
Semoga semakin sering membaca dan merenungkan makna paritta atau keng, semakin baik pula kualitas batin maupun perilaku badan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
03. Ivy
Monday, 22 November 2010
Jodoh
Namo Buddhaya…
Saya ingin bertanya soal jodoh saya yang tidak lancar….
Masalah yang sering saya alami adalah setelah berkenalan dengan seorang pria dan kami sudah merasa cocok antara satu dengan yang lainnya, tapi terakhir menjauh juga. Padahal belum sempat pacaran. Saya pernah lihat pek ji, kata mereka hari lahir penanggalan Tionghoa saya tidak bagus. Apakah memang ada hubungannya dengan masalah jodoh saya?
Apakah benar jodoh itu ada? Artinya kalo memang jodoh saya, tak usah dikejarpun jodoh saya tetap bisa menjadi suami saya kelak?
Terima kasih atas saran Bhante. Namo Buddhaya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, jodoh dapat disetarakan dengan ikatan kamma yang dimiliki sejak kehidupan sebelumnya. Paling tidak ada dua jenis ikatan kamma yaitu ikatan kamma berdasarkan kebencian ataupun kecintaan. Ikatan kamma yang berdasarkan kebencian akan menghasilkan hubungan yang sering cekcok namun dapat berjalan bersama untuk waktu yang lama sampai ikatan kamma tersebut selesai. Sebaliknya, ikatan kamma berdasar kecintaan akan menghasilkan hubungan yang penuh perhatian dan kasih sayang sampai ikatan kamma yang mendukung selesai.
Ketika bertemu dengan orang yang cocok, namun akhirnya belum bisa berpacaran, kalau hal ini terjadi beberapa kali, maka kiranya perlu mencari alasan yang lebih nyata tentang masalah tersebut. Coba usaha bertanya lewat orang lain kepada para pria yang menjauh tersebut. Mungkin saja, ada perilaku atau ucapan bahkan penampilan yang harus diperbaiki agar tidak menjadi penyebab para pria menjauh. Kadang melalui fihak ketiga, para pria itu mungkin akan berkata jujur sehingga membantu perbaikan diri sehingga lebih mudah mendapatkan pacar di kesempatan lain.
Selain memperbaiki kualitas diri, kiranya juga perlu upaya meningkatkan kamma baik agar membuahkan kebahagiaan sesuai harapan yaitu mendapatkan pasangan hidup.
Secara tradisi yang berkembang dalam masyarakat, seseorang yang sulit mendapatkan pasangan hidup hendaknya sering melakukan pelepasan mahluk ke habitatnya. Carilah mahluk yang dijual di pasar dan biasa di masak untuk dimakan, misalnya belut atau ikan. Belilah dalam jumlah genap karena genap melambangkan pasangan. Lepas secara berkala dalam waktu beberapa bulan sambil terus mengucapkan tekad : “Semoga dengan sering melepaskan mahluk, saya pun terlepas dari kesulitan mendapatkan pasangan hidup. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.”
Kadang, dengan sering melepas mahluk tanpa harus melakukan pantang makanan maupun perilaku apapun juga, ditambah dengan perubahan penampilan fisik serta perbaikan perilaku maupun ucapan, pasangan hidup dapat lebih mudah diperoleh walaupun tanpa mengubah pak ji yang dikatakan kurang baik tersebut. Karena dalam pengertian Buddhis, perubahan perilaku dengan upaya terus menerus menambah kamma baik dapat memperbaiki bahkan mengubah hal-hal buruk yang mungkin sudah dibawa sejak lahir.
Adapun jodoh, walaupun semua sudah merupakan ikatan kamma, tentunya juga perlu diperjuangkan. Bukan hanya dinanti secara pasif. Bagaikan makanan yang sudah tersedia di atas meja, juga perlu usaha untuk menyendok dan memasukkan ke dalam mulut. Tidak bisa makanan itu otomatis masuk ke perut dan membuat kenyang.
Semoga jawaban dan saran yang disampaikan di atas dapat memberikan manfaat serta kebahagiaan sesuai dengan harapan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dan tercapai cita-cita.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
04. Ricky
Tuesday, 23 November 2010
Upacara duka
Kenapa dalam agama lain, pada saat ada orang meninggal koq mereka menyanyi-nyanyi?
Seharusnya mereka ber duka cita.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Setiap agama maupun kepercayaan tentu mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi kematian. Oleh karena itu, mereka tentu mempunyai alasan tersendiri sehingga melakukan upacara duka dengan menyanyi.
Dalam pengertian Buddhis, kematian dipandang sebagai hal wajar dan alamiah. Hidup dalam bentuk apapun juga adalah tidak kekal. Kematian hanyalah akhir kehidupan. Siapapun yang dilahirkan, pasti akan mengalami kematian. Dengan demikian, kematian dianggap sebagai kondisi yang netral, bukan termasuk duka maupun suka.
Oleh karena itu, bersikaplah netral ketika melihat agama atau kepercayaan lain melakukan upacara duka dengan cara yang dianggap tidak sesuai pengertian sendiri. Seorang umat Buddha hendaknya berusaha melaksanakan upacara duka sesuai tradisi Buddhis tanpa harus mencela cara yang dipergunakan oleh agama lain.
Upacara duka dalam tradisi Buddhis dilakukan dengan membaca serta merenungkan paritta atau sutta. Paritta yang dibaca berisi nasehat Sang Buddha tentang proses kematian. Tujuan pembacaan paritta agar mengkondisikan mendiang berbahagia di alam kelahiran yang sekarang. Pembacaan paritta diharapkan juga mampu menambah ketabahan dan ketenangan keluarga mendiang. Pembacaan paritta hendaknya juga dapat meningkatkan kebijaksanaan dan pengertian tentang kematian kepada siapapun yang mampu merenungkan isi nasehat Sang Buddha tersebut.
Semoga jawaban ini dapat memberikan pengertian serta sikap mental netral ketika menghadapi proses kematian yang selalu terjadi dalam masyarakat.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
05. Yuri Kana
Tuesday, 23 November 2010
Manusia pertama
Kalo dalam agama lain dikenal adanya manusia pertama. Bagaimana dengan Agama Buddha ?
Mohon petunjuknya Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, alam semesta terjadi karena adanya proses bertahap dalam waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, Agama Buddha tidak menyebutkan manusia pertama karena keberadaan kelompok manusia muncul secara bertahap.
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih banyak dan mendalam, silahkan langsung membaca beberapa artikel tentang terbentuknya manusia pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-yang-maha-esa-dalam-agama-buddha/
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/kehidupan-dan-alam-kehidupan-2/
dan
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Semoga selalu berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
06. Selly Yu
Friday, 26 November 2010<
Sujud
Kalo pada saat Kathina kenapa kita harus bersujud kepada bhikkhu Sangha?
Padahal Sangha itu manusia.  Kan gx boleh?
Karena di agama mana pun tidak diperkenankan sujud-menyembah sesama manusia.
Seharusnya kita bersujud dan beribadah kepada Buddha.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Sujud atau dalam istilah Buddhis lebih dikenal sebagai namakara atau namaskara dilakukan dengan menyentuhkan dahi di lantai di antara kedua telapak tangan. Sujud adalah salah satu tradisi India tempat Agama Buddha berasal. Sujud dalam Agama Buddha dapat disetarakan dengan bersalaman dalam tradisi Eropa. Bahkan, lebih luhur daripada sekedar bersalaman, sujud menjadi lambang sikap merendah. Kepala yang biasa di atas, kini diposisikan di bawah, sejajar dengan telapak kaki dan tangan. Ketika seseorang mampu melakukan tindakan tersebut, ia sudah berusaha melatih mengurangi ego atau keakuan. Ia sudah mulai meningkat kualitas batinnya. Ia mulai menyadari bahwa di luar dirinya terdapat fihak-fihak yang layak mendapatkan penghormatan. Oleh karena itu, sujud dapat dilakukan selain terhadap Buddharupang  atau arca Buddha, juga dapat dilakukan kepada orangtua, kakak, guru dan tentu saja, kepada para bhikkhu anggota Sangha yang juga merupakan sesama manusia.
Selain mengurangi keakuan, sujud dapat pula menjadi sarana menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran. Pada saat bersujud, seseorang hendaknya melakukan dengan konsentrasi penuh. Dengan demikian, ia telah melakukan kebajikan melalui badan, yaitu menghormat mereka yang patut di hormat. Ia juga melakukan kebajikan dengan ucapan dan pikiran, karena pada saat bersujud, ia mungkin menyebut dalam batin kalimat ‘Semoga semua mahluk berbahagia’. Jadi, semakin sering seseorang bersujud, semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan badan, ucapan dan pikiran. Oleh karena itu, dalam tradisi Buddhis, sujud justru dianjurkan dilakukan sesering mungkin, bukan hanya waktu perayaan Kathina. Umat Buddha terbiasa bersujud di depan altar Buddha ketika datang ke vihara dan hendak meninggalkan vihara. Umat Buddha juga boleh bersujud kepada para bhikkhu saat bertemu di vihara atau hendak berpamitan.
Meskipun dalam Agama Buddha sujud dianjurkan untuk sering dilakukan, namun sujud bukanlah keharusan. Seorang umat Buddha hendaknya menyadari terlebih dahulu manfaat sujud untuk peningkatan kualitas dirinya sendiri, bukan untuk Buddharupang maupun para bhikkhu. Buddharupang maupun para bhikkhu tidak bertambah baik ketika mendapatkan sujud dari umat Buddha. Namun, umat Buddha sendirilah yang mendapatkan kebajikan serta berkurang keakuannya ketika melakukan sujud kepada Buddharupang maupun para bhikkhu.
Semoga penjelasan ini menambah pengertian bahwa umat Buddha justru memperoleh lebih banyak manfaat saat ia bersujud daripada mereka yang dijadikan obyek sujud.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
07.  Dede Gunawan
Friday, 26 November 2010
Kamma
Namo Buddhaya Bhante,
Mohon pencerahan dari Bhante. Saya sering mendengar ‘Berbuatlah kebajikan karena kita yang akan menerima buah kebahagiaan dari kebajikan tersebut’
Menurut ba zi, saya adalah orang yang lahir dengan nasib ‘kebajikan yang saya perbuat sering tak terbalaskan’. Tadinya saya tidak mempercayai hal tersebut. Tapi sejalan dengan perjalanan hidup, mau tidak mau saya merasakan kebenaran dari ba zi tersebut.
Lalu bagaimana dengan kebajikan yang pernah saya perbuat Bhante ? Sedangkan bazi saya justru menolak hukum tabur tuai kebajikan tersebut.
Mohon kebijaksanaan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis disebutkan bahwa ‘Sesuai dengan benih yang ditaburkan, demikian pula buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebahagiaan.’ Pengertian ini lebih dikenal sebagai Hukum Kamma. Dengan mengerti hukum perbuatan ini, umat Buddha diharapkan lebih banyak melakukan kebajikan dan mengurangi kejahatan. Sebagai hasilnya, hidup akan lebih berbahagia, tercapai segala harapan.
Disebutkan dalam pertanyaan di atas adanya perhitungan ba zi yang menjelaskan ‘kebajikan yang sering tidak terbalas’. Mungkin pernyataan tersebut bermakna apabila melakukan perbuatan baik kepada seseorang, mungkin saja justru mendapatkan kesulitan dari orang tersebut atau dari fihak lain. Seringnya mengalami kejadian seperti inilah yang mungkin menimbulkan keyakinan bahwa perhitungan ba zi tersebut benar atau tepat.
Kondisi yang sering dialami tersebut, apabila dijelaskan dengan Hukum Kamma, dapatlah dicontohkan sebagai orang yang menanam padi namun menghasilkan jagung. Tentu saja peristiwa ini  akan terjadi kalau ia sudah pernah menanam jagung di waktu sebelumnya. Artinya, seseorang yang melakukan kebajikan (menanam padi), mungkin saja ia justru mendapatkan hal yang tidak menyenangkan (mendapat jagung). Kondisi tidak menyenangkan itu sesungguhnya merupakan hasil perbuatan sendiri yang pernah dilakukan sebelumnya. Apabila ia terus melakukan kebajikan (menanam padi) dan menghindari perilaku buruk (tidak menanam jagung), maka lama kelamaan, penderitaan (jagung) sebagai buah kamma buruk akan berkurang dan buah kebajikan (padi) yang terus ia lakukan akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan.
Oleh karena itu, jangan pernah patah semangat untuk terus mengurangi kejahatan dan menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran walaupun perhitungan ba zi menyebutkan hal yang kurang membahagiakan. Sebab, apabila buah kamma buruk telah habis, tentu buah kamma baik akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan. Itulah inti Hukum Kamma yang tidak pernah salah, bahwa si pelaku kebajikan pasti merasakan kebahagiaan bila telah tiba waktunya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat serta menambah semangat untuk terus melakukan kebajikan tanpa memikirkan saat munculnya kebahagiaan sebagai hasil perilaku baiknya.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
08. Ria Anggraini
Saturday, 27 November 2010
Menerima hasil pelanggaran sila
Namo Buddhaya,
Bhante saya ingin bertanya, apabila diberi hadiah berupa barang / uang dari teman yang memperoleh penghasilan yang tidak halal seperi korupsi, mark up, penipuan dan lain-lain, apakah boleh menerima pemberian tersebut? Sebab saya berpikir kalau menerimanya berarti senang / mendukung dengan pekerjaan yang dilakukan teman saya tersebut.
Terima kasih sebelumnya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, seseorang yang melakukan kejahatan misalnya menipu adalah termasuk melakukan kamma buruk. Ketika hasil kejahatan tersebut dipergunakan untuk melakukan kebajikan kepada fihak lain, maka orang itu memang dapat dikatakan telah melakukan perbuatan baik atau kamma baik. Namun, karena perbuatan baik atau kebajikan yang dilakukan menggunakan barang yang diperoleh dari hasil kejahatan, maka secara Dhamma, kamma baik yang ia lakukan menjadi tidak sempurna. Umat Buddha sebaiknya menghindari melakukan kebajikan dengan hasil kejahatan agar ia mempunyai kamma baik yang lebih sempurna.
Sedangkan, untuk si penerima barang hasil tindak kejahatan berlaku dua aturan yaitu aturan agama serta aturan negara. Apabila kedua aturan ini secara bersamaan tidak dilanggar, maka si penerima barang tidak bersalah.
Misalnya, seseorang menerima daging sapi dari tetangga. Tetangga yang membunuh sapi dalam pengertian Buddhis sudah melanggar sila pertama. Namun, umat Buddha yang menerima daging tersebut tidak termasuk melakukan pelanggaran sila pertama karena ia tidak memesan daging tersebut. Ia tidak berniat melakukan pembunuhan. Ia tidak termasuk melanggar aturan dalam Agama Buddha. Selain itu, pembunuhan sapi juga tidak termasuk melanggar aturan negara. Oleh karena aturan Agama Buddha dan aturan negara secara bersamaan tidak dilanggar, maka umat Buddha boleh menerima daging sapi tersebut.
Berbeda apabila seseorang menerima barang hasil penipuan. Penipuan secara aturan Agama Buddha termasuk pelanggaran sila keempat. Secara aturan negara, penipuan juga dilarang. Dengan demikian, umat Buddha sebaiknya tidak menerima barang-barang dari hasil dari korupsi, penipuan dsb.
Semoga jawaban ini dapat dijadikan perenungan untuk menghindari menerima hasil pelanggaran latihan kemoralan dalam Agama Buddha yang sekaligus juga termasuk melanggar aturan negara tempat seseorang bertinggal.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
09. Rayno
Saturday, 27 November 2010
Beruntung terlahir sebagai manusia
Bhante, apakah kemampuan pikiran para dewa dan Brahma melebihi manusia biasa? (lebih pandai maksudnya) karena untuk menjadi Brahma pernah saya baca, bisa dicapai dari hasil meditasi yang baik. Benarkah ketika terlahir sebagai dewa atau Brahma maka otomatis akan mengingat kehidupan lampaunya? Lalu mengapa sering saya dengar perkataan “betapa beruntung terlahir sebagai manusia”? Bukankah dewa lebih pandai dari manusia? Mengapa dikatakan manusia bisa memahami Dhamma, bukankah dewa dan brahma juga bisa? Atau hanya manusia?
Terima kasih Bhante Uttamo
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, dikenal adanya berbagai tingkat kehidupan selain terlahir sebagai manusia. Ada mahluk yang terlahir di alam yang lebih baik daripada manusia. Ada juga mahluk yang terlahir di alam yang lebih buruk daripada manusia. Terlahir di salah satu alam ini ditentukan oleh perbuatan yang mereka lakukan semasa  hidupnya sebagai manusia.
Mereka yang banyak melakukan kebajikan ketika hidup sebagai manusia akan terlahir di alam dewa sebagai penghuni surga. Sedangkan, mereka yang selain berbuat baik juga melatih meditasi sampai tingkat tertentu selama hidup sebagai manusia akan terlahir di alam Brahma.Mereka yang terlahir di alam dewa maupun Brahma mempunyai kelebihannya masing-masing. Semua kelebihan itu diperoleh sebagai buah kebajikan yang telah mereka lakukan ketika terlahir menjadi manusia.
Terlahir sebagai manusia, walaupun tidak memiliki kelebihan sebagaimana yang dimiliki oleh para dewa maupun Brahma, manusia mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melaksanakan Dhamma hingga mencapai tingkat kesucian. Oleh karena itulah dalam Dhamma disebutkan, ‘betapa beruntung terlahir sebagai manusia’. Disebut ‘beruntung’, karena walaupun mahluk di alam lain mampu mendengar Dhamma, namun hanya di alam manusia saja pelaksanaan Dhamma dapat lebih baik. Di alam manusia terdapat Tiratana atau Tiga Permata secara lengkap yaitu Permata Buddha, Permata Dhamma dan Permata Sangha.
Permata Buddha : Di alam manusia inilah terlahir Buddha atau lebih tepat disebut dengan Sammasambuddha yang mampu membabarkan AjaranNya kepada semua mahluk. Di masa sekarang dikenal Sammasambuddha Gotama.
Permata Dhamma : Ajaran yang dibabarkan oleh Sammasambuddha disebut sebagai Dhamma dan dicatat menjadi Kitab Suci Tipitaka.
Permata Sangha : Para murid Sammasambuddha yang telah mencapai kesucian karena melaksanakan Dhamma Ajaran Sang Buddha. Para murid ini disebut sebagai Ariya Sangha.
Selain adanya Tiratana, di alam manusia juga lebih mudah melihat ketidakkekalan. Kelahiran, ketuaan, sakit dan kematian jauh lebih mudah dilihat dalam kehidupan manusia daripada alam dewa apalagi Brahma yang usia hidupnya sangat panjang. Melihat ketidakkekalan ini, seseorang akan lebih mudah menjadikannya sebagai perenungan untuk mencapai kesadaran tertinggi. Ketika seseorang telah menyadari hakekat  hidup yang tidak kekal, maka akan berkurang kemelekatan dalam dirinya. Berkurang pula ketamakan serta kebenciannya. Apabila pengertian tentang ketidakkekalan semakin jelas, hilang pula ketidaktahuan sehingga ia mencapai kesucian. Inilah kelebihan atau keuntungan ketika terlahir sebagai manusia.
Karena itu, selagi kita semua beruntung masih hidup sebagai manusia, berusahalah untuk terus mengembangkan kesadaran setiap saat agar ketidakkekalan bukan lagi menjadi sekedar teori namun dihayati secara sungguh-sungguh. Salah satu langkah awal untuk mengembangkan kesadaran setiap saat adalah dengan selalu bertanya pada diri sendiri, ‘Saat ini saya sedang apa?’
Semoga jawaban ini mampu meningkatkan semangat mengembangkan kesadaran setiap saat agar keberuntungan terlahir sebagai manusia tidak menjadi sia-sia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Jaya
Sunday, 28 November 2010
Meditasi obyek pernafasan
Namo Buddhaya.
Bhante saya mau minta petunjuk bagaimana cara meditasi yang baik dan benar dengan obyek pernapasan, anapasati. Bagaimana tahapan-tahapan yang terjadi ? Seringkali ketika saya bermeditasi dengan usaha konsentrasi penuh, kesadaran saya melemah, atau tertidur, ataupun ketika kesadaran kuat, konsentrasi lemah karena merasakan sensasi2 tubuh jasmani, detak jantung, kesemutan, dll.. Mohon petunjuknya.. Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi pada prinsipnya adalah latihan ketrampilan memusatkan pikiran pada satu obyek. Obyek meditasi yang paling sering dipergunakan adalah memperhatikan proses masuk dan keluarnya udara saat bernafas secara alamiah.
Selama meditasi, misalnya sekitar 30 hingga 60 menit, pusatkan seluruh perhatian untuk merasakan dan mengetahui secara jelas saat udara masuk dan keluar melalui lubang hidung. Apabila pikiran kemudian memikirkan hal lain, upayakan untuk dikembalikan pada obyek awal yaitu perhatian pada pernafasan. Kondisi ini mungkin saja sering terjadi selama berlatih meditasi. Tidak masalah. Itu adalah hal wajar. Teruskanlah berlatih meditasi setiap hari.
Dengan latihan yang rutin, maka lama kelamaan pikiran menjadi lebih mudah dipusatkan pada obyek meditasi. Saat pikiran mulai terpusat, batin pun menjadi lebih tenang. Kadang pada saat itu timbul perasaan seperti mengantuk. Hal tersebut adalah normal. Untuk mengatasinya, saat pikiran mulai terasa agak ringan dan melayang, kesadaran mulai melemah, upayakan pikiran untuk lebih kuat memperhatikan obyek. Dengan terus menerus berlatih maka pikiran akan menjadi trampil memegang obyek sehingga rasa mengantuk dapat dilewati, kualitas konsentrasi pun meningkat.
Setelah fokus pada obyek mampu dipertahankan untuk waktu yang relatif cukup lama, maka tahap selanjutnya pergunakanlah kualitas konsentrasi tersebut untuk merasakan berbagai sensasi tubuh jasmani seperti kesemutan dsb. Apabila konsentrasi masih belum terlalu mampu dipertahankan untuk waktu yang lama, sebaiknya usahakan pikiran tetap dipusatkan pada obyek semula. Abaikan terlebih dahulu semua sensasi pada tubuh jasmani yang sering dirasakan selama ini. Latihan memperhatikan sensasi tubuh jasmani selama duduk bermeditasi menjadi persiapan untuk memperhatikan semua perilaku badan, ucapan dan pikiran selama melaksanakan aktifitas sehari-hari.
Perhatian dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari inilah yang menjadi tujuan utama berlatih duduk meditasi setiap hari. Pengembangan kesadaran sepanjang hari menjadikan batin tenang karena mengerti bahwa hidup adalah saat ini. Masa lalu hanyalah kenangan yang dapat dijadikan pelajaran. Masa depan masih harapan yang harus mulai dikerjakan saat ini secara maksimal. Saat inilah kenyataan. Kesadaran pada saat ini menimbulkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.
Semoga jawaban ini bermanfaat serta meningkatkan semangat untuk berlatih meditasi secara rutin dan dilanjutkan dengan mengembangkan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

01 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo 13 November 2010 s.d. 20 November 2010 01. Handoyo Tejasoewita Saturday, 13 November 2010 Meditasi Di saat meditasi saya fokus pernafasan pikiran terasa fokus ke jasmani. Dan pikiran seolah hanya melihat jasmani tanpa ada reaksi apapun seperti diam tanpa reaksi. Mohon petunjuk dari Bhante. Namo Buddhaya. Terima kasih. Jawaban : Dalam meditasi, bila menggunakan obyek pernafasan, maka pikiran hendaknya tetap dipusatkan pada obyek yang sudah dipilih tersebut. Namun, bila terasa fokus pada jasmani yaitu lubang hidung, misalnya, maka konsentrasi meditasi sudah benar. Bila fokus terasa bukan pada jasmani yang berhubungan dengan obyek yang sudah dipilih, hendaknya pikiran dikembalikan pada obyek pernafasan lagi. Kemampuan pikiran terpusat dan melihat jasmani yang berhubungan dengan obyek terpilih tanpa timbul reaksi apapun juga adalah hal yang baik. Apalagi jika dibarengi dengan batin yang tenang. Apabila kondisi batin tersebut selama duduk bermeditasi mampu dicapai dalam waktu cepat dan dipertahankan untuk waktu yang lama, maka kekuatan konsentrasi seperti itu boleh saja mulai dipergunakan sebagai dasar pelatihan meditasi yang selanjutnya yaitu konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari. Gunakan kekuatan konsentrasi yang sudah dapat dicapai dalam pelatihan duduk meditasi tersebut untuk selalu menyadari segala tindakan, ucapan dan pikiran. Ucapkanlah selalu dalam batin kalimat pertanyaan SAAT INI SAYA SEDANG APA? Dengan selalu mampu menjawab pertanyaan dalam batin tersebut, maka kesadaran setiap saat sewaktu bekerja, membaca, menulis, berbicara, berpikir dsb dapat terus dikembangkan. Apabila kemampuan konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari ini dapat terus dipertahankan, maka kebahagiaan hidup dalam pelaksanaan Dhamma akan dapat terasa. Semoga jawaban ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas latihan meditasi yang sudah dicapai hingga saat ini. Semoga selalu bahagia dalam pelaksanaan Dhamma. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 02. Hendra Monday, 15 November 2010 Nama panggilan yang tidak disukai Namo Buddhaya Bhante, Saya ingin menanyakan tentang masalah yang satu ini. Waktu kecil saya sering di panggil dengan nama julukan yang aneh-aneh saat SD. Dan ada juga teman saya yang juga demikian. Dan dia sampai sekarang masih dipanggil dengan nama julukan itu karena dia tetap nurut saja dipanggil dengan nama itu. Misalnya namanya Adrianus, karena badannya besar, dipanggil menjadi Jumbo oleh teman-temannya. Saya juga begitu, cuma itu hanya sampai kelas 6 SD, karena waktu smp hingga sma, teman sd saya sudah pisah kelas. Sehingga saya dipanggil dengan nama asli saya. Tapi sekarang (sudah 1 tahun lebih) saya dipanggil oleh teman-teman di tempat kuliah saya dengan nama yang aneh lagi, dengan nama yang saya tidak suka. Saya bingung menyikapinya agar saya tidak dipanggil dengan nama yang tidak saya suka itu tadi. Karena waktu saya di panggil dengan nama itu, saya coba diam, eh yang manggil malah marah. Ada juga yang sudah mulai berhenti manggil dengan nama itu setelah berulang kali saya minta untuk jangan memanggil dengan nama itu karena saya tidak suka, tapi karena yang lain masih manggil dengan nama itu, jadi dia mulia lagi manggil saya dengan nama yang saya tidak suka itu. Yang saya ingin tanyakan bagaimana yah Bhante, Caranya agar saya tidak lagi dipanggil lagi dengan nama itu? Terima Kasih Bhante Jawaban : Bagi seseorang, biasanya nama adalah merupakan hal yang sangat penting. Karena itu, memanggil atau menulis nama dengan cara yang keliru dapat menimbulkan ketidaknyamanan untuk si pemilik nama. Karena itu, sudah benar, kalau memang keberatan dengan pemanggilan nama yang kurang sesuai, mintalah secara baik-baik dan kekeluargaan kepada orang itu untuk mengubah cara pemanggilannya. Namun, apabila setelah berkali-kali masih belum mau mengubah cara pemanggilannya, cobalah untuk meminta bantuan kepada orang lain yang ia hormati. Mintalah bantuan kepada orang tersebut untuk menasehatinya sehingga dengan nasehat dari orang yang ia hormati, mungkin saja cepat atau lambat ia akan mengubah cara pemanggilannya. Semoga saran ini bermanfaat untuk mengatasi masalah yang menimbulkan ketidaknyaman ini. Semoga selalu bahagia. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahgia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 03. Ferryandi Monday, 15 November 2010 Disiplin, Semangat, Ulet Bhante, Saya ingin bertanya bgmana cara mempertahan terus menerus semangat, disiplin dan ulet dlm hal mempraktekkan Dhamma? Ketika saya dipenuhi oleh kesibukan-kesibukan yg membuat semangat yg Bhante ajarkan selama di Vihara Bodhigiri mulai luntur Bhante. Mohon bimbingannya. Jawaban : Memiliki semangat, disiplin dan ulet dalam segala hal menjadi salah satu faktor penting untuk seseorang agar mampu memaksimalkan semua upaya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari melalui badan, ucapan maupun pikiran. Upaya membangkitkan disiplin, semangat dan ulet memang tidak mudah, apalagi untuk mempertahankan ketiga faktor tersebut. Untuk itu, diperlukan perenungan pada TUJUAN atas upaya yang sedang dilakukan. Dalam hal ini, sesuai pertanyaan di atas, adalah mempraktekkan Dhamma. Renungkanlah tujuan pelaksanaan Dhamma yang hendak dicapai, misalnya, salah satunya adalah mewujudkan kebahagiaan lahir dan batin dalam kehidupan ini maupun kehidupan selanjutnya. Dengan selalu merenungkan tujuan tersebut, maka apabila saat ini kebahagiaan lahir dan batin masih tercapai, bangkitkan terus disiplin, semangat serta ulet untuk melaksanakan Dhamma. Kalau perlu, usahakan untuk sering bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan sama sehingga mungkin salah satu atau lebih dari mereka akan mengkondisikan timbulnya Disiplin, Semangat serta Ulet tersebut. Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ———————————————————————————————————04. Grace Tuesday, 16 November 2010 Mengatasi kebencian Yang mulia Bhante, Bhante, saya adalah simpatisan ajaran Buddha. Saya mengenal ajaran Buddha dari ayah saya. Dan saya merasa tertarik akan keindahannya. Bhante, saya memiliki seorang adik laki-laki. Akhir-akhir ini dia menyatakan kebenciannya kepada saya dan saudara saya yang lain. Ternyata dia telah memendam kebencian tersebut selama bertahun-tahun kepada kami. Permintaan maaf tidaklah cukup baginya. Karena kebetulan dia adalah seorang Buddhis kami selalu mendapatkan “ceramah” tentang Dhamma dari nya. Yang anehnya hal-hal tersebut tidak dipraktekkan pada dirinya sendiri. Terlepas dari semua itu Bhante, yang ingin saya tanyakan adalah: Kebencian yang adik saya rasakan kepada kami ternyata membuat kami juga merasakan kebencian pula pada dirinya. Karena segala sesuatu yang kami katakan dan kerjakan itu salah menurut nya. Sungguh sulit mengabaikannya, terlebih jika kami sering bertemu. Kami sudah berusaha untuk menekan kebencian tersebut dan berusaha untuk tidak menambahnya (dengan menjaga perasaan dan meminimalisir komunikasi kami agar dia tidak tersinggung) Kami sungguh sangat ingin berdamai dengan saudara kami tersebut. Bhante, saya memohon nasihat Bhante atas permasalahan kami tersebut. Terima kasih Bhante. Sadhu. Jawaban : Kebencian atau rasa tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang adalah wajar dimiliki oleh mereka yang belum mencapai kesucian. Kebencian timbul karena perasaan ingin menjauh dari sumber penyebab ketidaknyamanan dan ketidakbahagiaan. Disamping memiliki kebencian, orang yang belum mencapai kesucian juga pasti memiliki ketamakan, yaitu rasa suka dan ingin selalu berdekatan dengan segala sesuatu atau seseorang yang menyenangkan dan sesuai harapannya. Rasa benci dan tamak ini timbul dalam batin orang yang belum terbebas dari ketidaktahuan bahwa hidup selalu berubah. Apabila pada saat ini sesuatu atau seseorang terasa menyenangkan, mungkin saja pada saat yang lain, ia tidak lagi menyenangkan, bahkan mungkin ia menjadi sangat menjengkelkan. Demikian pula sebaliknya. Semua rasa suka maupun tidak suka tersebut bisa terjadi karena segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal. Semuanya selalu berubah seiring dengan bertambahnya waktu. Idealnya, adalah cukup membahagiakan kalau di rumah ada orang yang sudah mengenal Dhamma, seperti adik lelaki yang dimaksudkan di atas. Sayangnya, mengenal Dhamma, bahkan mampu berceramah Dhamma tidak selalu menjadi jaminan kualitas perilaku yang baik dan sesuai Dhamma. Dhamma yang dimengerti hanya secara teori atau dipraktekkan sehingga menjadi jalan hidup adalah sama sekali berbeda. Seseorang bisa disebut sebagai umat Buddha apabila ia telah melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, bukan ia yang telah mampu menghafalkan banyak teori Dhamma. Oleh karena itu, dalam pengertian Buddhis, adik lelaki yang dimaksud dalam pertanyaan di atas masih belum menjadi umat Buddha yang sesungguhnya. Ia baru menjalani tradisi Buddhis saja. Karena itulah, perilaku yang ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari mungkin masih belum sesuai atau bahkan jauh dari Dhamma Ajaran Sang Buddha. Namun, perilaku buruk orang yang sudah menghafal teori Dhamma seperti itu hendaknya dapat dijadikan pelajaran agar diri sendiri di masa depan dapat terhindar dari periaku buruk sejenis. Artinya, apabila diri sendiri ingin belajar Dhamma, maka berusahalah sedikit demi sedikit untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, semakin lama mengenal Dhamma, semakin baik pula perilaku yang ditunjukkan dengan badan, ucapan maupun cara berpikir. Dengan demikian, ia yang telah mengenal dan melaksanakan Dhamma akan mendukung terwujudnya kebahagiaan, ketenangan serta kedamaian untuk diri sendiri maupun lingkungan. Adapun untuk mengatasi timbulnya rasa saling membenci di antara anggota keluarga maupun masyarakat, hendaknya seseorang merenungkan salah satu Ajaran Sang Buddha yang menyebutkan bahwa kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian. Kebencian hanya akan berakhir dengan cinta kasih. Oleh karena itu, apabila timbul kejengkelan atau bahkan rasa benci terhadap adik, paling sedikit ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, yaitu : Pertama, pada saat batin sedang tidak senang kepada adik, atau ada pembicaraan dengannya yang kurang sesuai, maka berusahalah untuk berdiam diri terlebih dahulu. Hindari komunikasi lebih lanjut dengannya agar tidak memancing timbulnya pertikaian yang lebih dalam. Apabila berdiam diri dirasa masih kurang mampu menghindari masalah, maka usahakan untuk pergi ke tempat lain atau masuk ke ruangan lain terlebih dahulu sampai emosi reda. Mungkin sekitar 10 menit kemudian, setelah emosi reda, barulah menemui adik dan melanjutkan pembahasan yang mungkin tadi sedikit terganggu. Biasanya, setelah mampu meredakan emosi, pembicaraan yang dilanjutkan menjadi lebih fokus dan mungkin dapat mencapai kesepakatan yang membahagiakan semua fihak. Kedua, apabila cara di atas terasa masih kurang mampu meredam gejolak emosi yang timbul saat itu, maka kondisikan untuk memiliki kebiasaan mengucapkan dalam batin secara berulang-ulang kalimat SEMOGA SEMUA MAHLUK SELALU HIDUP BERBAHAGIA. Ulangi kalimat ini sebanyak mungkin setiap harinya. Biasanya, paling sedikit setiap pagi bangun tidur dan malam hendak tidur. Dengan demikian, secara bertahap telah ditanamkan dalam batin pengembangkan pikiran cinta kasih. Bila hal ini dilakukan selama beberapa bulan, maka ketika timbul gejolak emosi dengan siapapun juga, termasuk adik, percikan pikiran yang muncul pada saat itu mungkin saja bukan lagi kemarahan ataupun kebencian, melainkan SEMOGA DIA BAHAGIA, SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Jika pikiran cinta kasih ini sudah mulai sering timbul dalam batin, maka perilaku buruk adik bukan lagi menjadi masalah. Justru mungkin akan timbul rasa kasihan dengan adik dan berusaha membimbing adik agar ia memiliki perilaku yang lebih sesuai Dhamma yaitu sabar dan penuh cinta kasih. Dengan cara-cara seperti yang disampaikan di atas itulah, kebencian tidak lagi dibalas dengan kebencian. Kebencian justru dapat diselesaikan dengan cinta kasih. Hubungan persaudaraan akan lebih harmonis dan damai. Rumah tangga menjadi lebih bahagia. Semoga saran ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pikiran cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud pelaksanaan Ajaran Sang Buddha. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 05. Mrs. SI Wednesday, 17 November 2010 Mimpi selagi hamil Namo Buddhaya, Bhante saya mau nanya, saya sekarang sedang hamil 5 bulan. Saya setiap hari selalu mimpi di malam hari dan kadang saya bisa memimpikan orang meninggal dan sedang diangkut pakai peti mati atau pakai tandu. Pernah mimpi ke vihara lagi. Sepertinya telah 3 kali saya memimpikan hal tersebut tapi lain lokasi dan orgnya. Pernah mimpi ke tempat yayasan sosial kemalangan juga. Apa yang harus saya lakukan ya Bhante dan apa maksud dari mimpi tersebut ya? Mohon bantuannya. Terima Kasih Bhante. Jawaban : Secara umum, seseorang memang selalu bermimpi setiap tidur. Disebutkan bahwa mimpi membantu membersihkan pikiran bawah sadar agar ketika bangun seseorang menjadi lebih segar dan bersemangat sehingga siap melakukan berbagai aktifitas sehari-hari. Demikian pula dalam pengertian Buddhis, mimpi dapat disebabkan karena gejala tubuh yang kurang nyaman ataupun akibat pikiran yang masih melekat dengan segala sesuatu yang dialami ketika sedang tidak tidur. Oleh karena itu, membahas pertanyaan di atas, mungkin salah satu penyebab seseorang mimpi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kematian adalah karena ketakutan, yang disadari maupun tidak, pada kematian saat ia sedang mengandung. Mungkin ia telah melihat atau mendengar informasi tentang kehamilan yang membawa kematian untuk ibu ataupun bayi dalam kandungan. Untuk menghindari mimpi yang kurang menyenangkan, maka upayakan untuk menambah pengertian dan wawasan bahwa tidak semua kehamilan memberikan bahaya kematian kepada ibu maupun bayinya. Contohnya, sangat banyak orang di sekitar yang melahirkan bayi sehat dan lucu dengan kondisi ibu yang baik-baik saja.Karena itu, carilah berbagai faktor pendukung agar kehamilan dapat dijalani dengan baik dan kelahiran dapat dilalui dengan sehat serta selamat. Misalnya, rajin konsultasi dengan dokter kandungan. Selain itu, upayakan memenangkan pikiran dengan melakukan konsentrasi secara rutin setiap pagi bangun tidur dan malam menjelang tidur. Ucapkan secara berulang-ulang dalam batin kalimat cinta kasih SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Dengan pikiran terbiasa terpusat pada satu obyek, maka batin lebih mudah menjadi tenang. Bila hal ini sering dilakukan pada pagi hari, maka sepanjang hari hidup akan menjadi lebih bersemangat. Sedangkan, bila kebiasaan memuasatkan pikiran ini dilakukan menjelang tidur malam, maka tidur dengan kondisi batin yang tenang akan mengurangi timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan seperti yang biasa di alami. Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dalam bentuk ketenangan khususnya terhindar dari mimpi yang kurang menyenangkan. Semoga kehamilan berlangsung lancar sehingga pada saatnya nanti bayi terlahir sehat serta dapat menambah kebahagiaan untuk seluruh anggota keluarga. Semoga harapan ini dapat menjadi kenyataan. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 06. Ria Anggraini Wednesday, 17 November 2010 Bijaksana melaksanakan sila pertama Namo Buddhaya Bhante, Saya ingin bertanya, apabila sedang membersihkan rumah seperti sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan / sedang menyapu ada semut yang sedang berjalan lalu kita bersihkan sehingga laba-laba / semut itu sepertinya terganggu. Apakah tindakan saya tersebut termasuk melanggar sila pertama / menimbulkan kamma buruk tidak ya Bhante? Soalnya kalau sarang laba-laba itu tidak dihilangkan dan ruangan kalau tidak disapu maka akan kotor Mohon petunjuknya. Terima kasih. Jawaban : Sila pertama dalam Pancasila Buddhis adalah upaya untuk menghindari pembunuhan maupun penganiayaan terhadap segala bentuk mahluk hidup. Seorang umat Buddha memang disarankan untuk melaksanakan latihan kemoralan atau sila dengan sebaik-baiknya. Namun, hendaknya jangan lupa juga menggunakan kebijaksanaan dalam pelaksanaan latihan kemoralan yang diajarkan dalam Dhamma. Seperti yang disampaikan dalam pertanyaan, apabila di rumah ada sarang laba-laba maupun semut, tentu sebagai pemilik rumah harus mampu berlaku bijaksana dengan tetap menjaga rumah agar tetap bersih dan sehat. Sarang laba-laba bisa saja dibersihkan dan laba-laba yang di dalam rumah dengan berbagai cara dipindahkan ke luar rumah. Dengan demikian, nantinya laba-laba tersebut akan membangun sarangnya di sana. Adapun semut, kiranya juga perlu dicegah untuk masuk rumah dengan selalu menjaga kebersihan rumah. Ada beberapa cairan kimia pembersih lantai yang menghindarkan semut untuk datang ke rumah. Dengan demikian, semut akan tetap hidup dan melakukan aktifitas hariannya di luar rumah karena mereka merasa tidak tahan pada bahan kimia yang digunakan untuk melindungi rumah. Dengan kebijaksanaan seperti ini, pelaksanaan sila pertama dapat terjaga tanpa harus melakukan pembunuhan maupun penganiayaan sehingga terhindar dari kamma buruk. Rumah tetap bersih, sedangkan laba-laba dan semut juga dapat melakukan kegiatannya seperti biasa. Masing-masing hidup tanpa saling mengganggu. Semoga saran ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 07. Edy Wijaya Thursday, 18 November 2010 Hubungan kamma orangtua dan anak Namo Buddhaya, Bhante yang saya hormati, saya sudah menikah 8 tahun, dan telah memiliki 2 putri yang cantik dan pintar. Nomor satu saat ini berumur 7 tahun, dan nomor 2 saat ini berumur 4 tahun. Saya dan istri sering kewalahan mengurus anak nomor satu, karena sifat dan tingkah lakunya yang benar2 luar biasa Bhante. (iseng dan kelakuannya). Saya dan istri sering kali berpikir ada hubungan karma apa ya dengan anak ini dikehidupan yang lampau sampai bisa ini, sptnya istri tuh “ciong” banget Bhante. Sempat terpikir oleh kami untuk melakukan Regresi/Hipnosis untuk mengetahuinya dulunya ada hubungan apa. Tapi saya katakan setelah kita tahu apakah bermanfaat untuk kita. Selain itu juga saya sering membaca Karaniyametta Sutta, namun tetap saja Bhante. Mohon bimbingan Bhante, bagaimana caranya kami agar bisa mendidik putri kami itu tsb dengan baik dan benar ya Bhante ? Terima kasih Bhante. Jawaban: Dalam pengertian Buddhis dinyatakan bahwa segala bentuk pertemuan di dunia ini tentu ada sebabnya. Menjadi anggota keluarga, teman, tetangga, tinggal di negara, benua bahkan di bumi yang sama tentu ada sebabnya. Salah satu sebab yang disebutkan adalah karena saling memiliki ikatan kamma. Sedikitnya ada dua jenis ikatan kamma. Pertama adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya rasa sayang, suka atau cinta. Ikatan kamma seperti ini akan menghasilkan kebahagiaan, kesenangan dan kedamaian ketika bertemu atau berkumpul dengannya. Kedua, adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya kebencian, dendam maupun permusuhan. Pertemuan dengan mereka yang memiliki ikatan kamma berdasar kebencian ini akan menghasilkan penderitaan, kejengkelan, penyesalan dsb. Membahas pertanyaan di atas, maka ketika seseorang berkumpul sebagai orangtua atau anak, tentu ada sebabnya yaitu, salah satunya, adanya ikatan kamma. Ketika anak tertentu memberikan rasa tidak nyaman dan kurang bahagia dibandingkan dengan anak yang lain, maka mungkin saja penyebab pertemuan sebagai anak dan orangtua adalah karena ikatan kamma yang berisi permusuhan. Oleh karena itu, upaya untuk sering membaca kotbah Sang Buddha tentang cinta kasih yaitu Karaniyametta Sutta adalah tindakan yang sangat tepat dan baik. Kebencian memang hanya akan berakhir dengan cinta kasih. Memancarkan terus menerus pikiran cinta kasih kepada anak, kiranya akan dapat membantu menyelesaikan ikatan kamma yang ada. Apabila dirasa sudah cukup lama membaca sutta cinta kasih namun belum menunjukkan hasil yang sesuai harapan, hendaknya usaha ini dilanjutkan dengan merenungkan, ‘Sudah membaca sutta cinta kasih pun masih ada permusuhan antara orangtua dengan anak, apalagi kalau menghentikannya’. Dengan pengertian ini diharapkan semakin besar semangat untuk melanjutkan pembacaan sutta cinta kasih terutama saat sedang timbul rasa tidak nyaman dengan anak tersebut. Regresi dengan menggunakan metoda hipnosis kiranya tidak terlalu sesuai untuk menyelesaikan masalah hubungan orangtua dan anak yang sedang dihadapi. Mungkin akan lebih baik orangtua justru melakukan pemikiran tentang jalinan komunikasi orangtua dan anak yang telah dilakukan selama ini. Sering terjadi, perilaku anak yang kurang sesuai terhadap orangtua ditimbulkan karena komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat. Orangtua kurang mampu memahami maksud anak, begitu pula sebaliknya. Bila hal ini sebagai penyebab, maka tingkatkan waktu untuk berkomunikasi efektif dengan anak sehingga orangtua sekaligus dapat menjadi sahabat untuk anak-anaknya. Selain pengaruh komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat, perilaku anak yang kurang baik mungkin saja timbul akibat teman pergaulan anak yang tidak sesuai. Bila hal ini sebagai penyebab, maka orangtua harus berusaha memberikan pengarahan kepada anak agar lebih bijaksana memilih teman yang sesuai. Teman yang sesuai adalah teman yang mampu membawa peningkatan kualitas moral dan perilaku anak menuju hal yang lebih baik. Ada baiknya juga mencari fihak ketiga yang didengar saran maupun nasehatnya oleh anak. Fihak ketiga ini misalnya kakek atau nenek atau anggota keluarga lainnya. Mintalah bantuan kepada mereka untuk menasehati anak. Biasanya. dengan nasehat orang yang dihormati, seseorang akan lebih mudah mempertimbangkan dan mengubah perilakunya. Tentu saja masih banyak hal lainnya yang mungkin perlu diperbaiki dalam lingkungan pergaulan maupun komunikasi dengan anak. Juga jangan lupa bahwa pertumbuhan badan, penambahan usia juga dapat membawa pengaruh pada perubahan perilaku anak. Oleh karena itu, jangan terlalu cepat dan mudah menyimpulkan ‘ciong’ sebagai penyebab rengganggnya hubungan antara orangtua dan anak. Semoga sedikit saran yang disampaikan di atas dapatlah dijadikan tambahan pengertian tentang perbaikan kualitas hubungan orangtua dan anak dalam upaya membangun keluarga yang harmonis. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 08. Fenny Friday, 19 November 2010 Pacaran Namo Buddhaya. Bhante, saat ini saya sedang menghadapi masalah dalam hubungan saya dengan pacar saya, sebut saja ‘A’. Sudah hampir 3 tahun saya berpacaran dengannya. Selama waktu tersebut seringkali kami bertengkar, terkadang hingga kami putus namun pada akhirnya kembali bersama lagi hingga saat ini. Masalahnya secara umum selalu sama yaitu saya merasa A kurang memperhatikan saya dan cuek. Terkadang saya merasa hubungan kami tidak seimbang dalam arti saya memberikan perhatian yg lebih terhadap dirinya dan hubungan kami, sedangkan perhatiannya terhadap hubungan ini dan terhadap saya, tidak sebesar yang saya berikan. Saya sudah berulang kali memberitahukan A kalau saya tidak suka dengan sikap cueknya itu. Memang setelah itu A merubah sikapnya, namun setelah beberapa lama, sikap cueknya muncul kembali. Yang saya masih tidak mengerti apakah sikap cueknya ini memang sikapnya atau sikap cueknya ini karena A sudah tidak menyayangi saya lagi, karena sikap A tidak secuek ini pada awal-awal kami berpacaran. Saya ingin bertanya, apakah yg harus saya lakukan dengan hubungan ini, terus mempertahankannya atau sebaiknya saya lepaskan? Saya sering merasa mungkin A tidak sayang dengan saya, entah mengapa saya sangat sering merasa spt ini. Saya yang selalu menyinggung masalah ini, hingga sering berujung pertengkaran besar. Dan setiap kali bertengkar saya merasa sedih. Apakah saya terlalu egois bila bersikap seperti ini? Apakah saya lebih baik belajar menerima A yang bersikap seperti itu dan berusaha bersabar dalam hubungan ini, atau apakah saya lebih baik mengakhiri hubungan dengan A dan perlahan2 mencari pasangan yang sikapnya lebih cocok dengan kebutuhan saya untuk diperhatikan? Apakah selama ini hubungan saya memang dipaksakan, yang hanya akan menyakiti perasaan kami berdua jika terus dilanjutkan? Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, bagaimana seharusnya saya bersikap? Mohon maaf jika pertanyaan ini tidak pas ditanyakan dalam Forum Tanya Jawab ini. Mohon bimbingannya. Terima kasih, Bhante. Jawaban: Masa pacaran adalah satu satuan waktu yang diperlukan untuk saling mengenal lebih dalam sebelum seseorang memutuskan pacarnya menjadi teman hidup selamanya sebagai suami istri. Lama masa pacaran sangatlah bervariasi. Bila dalam pertanyaan di atas disebutkan lama pacaran tiga tahun, maka hal itu sudah termasuk cukup lama. Seharusnya, dalam masa pacaran selama itu masing-masing fihak sudah mampu saling mengenal dengan baik kelebihan maupun kekurangan pacar. Waktu selama itu seharusnya telah banyak kesepakatan bersama yang dibuat untuk mengatasi kekurangan serta meningkatkan kelebihan masing-masing fihak agar tercapai hidup bahagia. Dalam pengertian Buddhis, menjadi pasangan hidup yang harmonis memerlukan lebih banyak kesamaan daripada perbedaan. Paling sedikit terdapat empat kesamaan yang sebaiknya dimiliki oleh pasangan. Keempat kesamaan itu adalah kesamaan keyakinan, kemoralan, kedermawanan dan kesamaan kebijaksanaan. Salah satu permasalahan yang disebutkan dalam pertanyaan di atas adalah perbedaan perhatian kepada pasangan yang sebenarnya dapat digolongkan sebagai perbedaan kedermawanan. Untuk menyelesaikan masalah ini, sudah benar jika mengajak dia untuk berbicara secara sungguh-sungguh tentang hal yang masing-masing sukai atau tidak sukai. Ketika ia mau berubah perilaku, sebenarnya hal ini menunjukkan kemauannya untuk memperbaiki diri. Namun, kalau akhirnya ia kembali ke watak semula yaitu cuek, maka hendaknya perlu dimaklumi. Mengubah watak tidak mungkin dalam semalam. Tidak mudah. Perlu kesabaran dan cinta kasih. Beri kesempatan lagi kepadanya untuk belajar dan berubah. Memberi kesempatan kepada orang yang dicintai agar menjadi lebih baik juga wujud kedermawanan. Selain memberi kesempatan pacar untuk berubah, ada baiknya juga berusaha meningkatkan kualitas diri dengan belajar menerima pacar sebagaimana adanya. Bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk diri sendiri. Apabila dirasa mampu menerima serta hidup dengan kekurangan pacar untuk seumur hidup, maka status pacaran dapat ditingkatkan menjadi suami istri. Namun, apabila dirasa berat dan tidak sanggup untuk menerima serta hidup selamanya dengan kekurangan pasangan hidup, maka mungkin hubungan yang sudah berjalan selama tiga tahun ini perlu ditinjau kembali. Dengan demikian, masing-masing fihak tidak akan tertekan perasaan selama menjalani kehidupan untuk meraih kebahagiaan. Semoga saran ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyelesaikan ketidaksamaan dengan pasangan hidup. Semoga kebahagiaan di masa sekarang maupun di masa depan dapat terwujud. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 09. Wempy Saturday, 20 November 2010 Manfaat mantra Namo Buddhaya, Bhante, saya ingin bertanya. Apakah betul dengan membaca mantra Dewa tertentu dapat membuahkan karma baik (bisa beruntung, hokky, memperbaiki nasib, menjauhkan dari bahaya dsb)? Katanya Dewa tersebut masih bisa menolong manusia. Saya sendiri sebenarnya agak ragu dengan hal ini karena saya pikir semua yang kita dapat itu berasal dari karma kita apakah itu baik atau buruk. Selain mantra Dewa apakah mantra-mantra yg lain juga ada khasiatnya? Mohon penjelasan dan bimbingannya Bhante. Terima kasih Bhante. Jawaban : Dalam pengertian yang berkembang di masyarakat Buddhis, mantra dapat diartikan sebagai pengulangan kata atau kalimat tertentu. Biasanya kata atau kalimat itu bagian dari kotbah panjang Sang Buddha. Dipercaya, pengulangan kata atau kalimat tersebut akan membuahkan kamma baik sesuai dengan harapan. Mengulang kata atau kalimat tertentu, apalagi jika dihubungkan dengan figur dewa maupun mahluk luhur lainnya, pastilah kata yang diucapkan secara berulang tersebut memiliki makna yang baik. Dengan demikian ketika seseorang melakukan pengulangan kata atau kalimat yang baik, ia sesungguhnya terkondisi untuk melakukan kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran. Apabila pengulangan kata atau kalimat itu dilakukan secara rutin untuk waktu yang lama, berarti ia telah menambah kebajikan dalam jumlah yang banyak pula. Jika kebajikan yang ia lakukan dengan sarana pembacaan mantra telah mencukupi, maka suatu saat kamma baik yang ia lakukan selama ini membuahkan kebahagiaan sesuai dengan harapan.Hidupnya akan lebih beruntung, jauh dari bahaya, permasalahan, kesulitan, penyakit dan sebagainya. Kondisi bahagia inilah yang sering diartikan dengan istilah ‘Dewa yang masih mau menolong manusia’. Semoga jawaban ini bermanfaat untuk lebih meningkatkan keyakinan pada kebajikan dengan segala macam cara. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo ——————————————————————————————————— 10. Santri Jaya Saturday, 20 November 2010 Kesucian Namo Buddhaya, Saya Santri dari Pekanbaru. Apakah seorang umat Buddha biasa dapat mencapai tingkat kesucian arahat? Terima kasih. Jawaban : Dalam pengertian Buddhis, kesucian adalah kondisi batin seseorang yang telah terbebas dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan bahwa hidup selalu berproses. Ketamakan maupun kebencian timbul akibat ketidaktahuan seseorang bahwa hidup selalu berproses. Ketamakan muncul karena ia tidak siap ketika harus berpisah dengan yang dicinta. Sebaliknya kebencian timbul saat ia tidak siap bertemu dengan yang tidak disuka. Apabila seseorang selalu mengembangkan kesadaran setiap saat, batinnya menjadi tenang dan mengerti sepenuhnya bahwa hidup adalah proses. Masa lalu hanyalah kenangan yang sudah dilewati. Masa lalu hanya bisa dijadikan pelajaran untuk diperbaiki pada saat ini. Masa depan masih harapan yang harus dimulai pencapaiannya pada saat ini. Saat inilah kenyataan. Saat inilah kesempatan untuk melakukan yang terbaik dengan perilaku, ucapan serta pikiran. Apabila seseorang mampu mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupan, maka ia dikatakan telah mencapai kesucian. Pencapaian kesucian dapat dilakukan oleh siapapun juga. Umat Buddha yang menjadi viharawan maupun mereka yang tinggal dalam masyarakat luas memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesucian. Bahkan, mereka yang bukan umat Buddha sekalipun selama mereka selalu berjuang mengembangkan kesadaran setiap saat, tidak tertutup kemungkinan bagi mereka untuk mencapai kesucian. Kesucian bukan hanya untuk umat Buddha. Kesucian bukan hanya untuk para viharawan. Kesucian adalah untuk siapapun juga yang mau berusaha mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupannya. Semoga penjelasan ini memberikan manfaat dan semangat untuk mengembangkan kesadaran setiap saat agar mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia. Salam metta, B. Uttamo


13 November 2010 s.d. 20 November 2010
01. Handoyo Tejasoewita
Saturday, 13 November 2010
Meditasi
Di saat meditasi saya fokus pernafasan pikiran terasa fokus ke jasmani. Dan pikiran seolah hanya melihat jasmani tanpa ada reaksi apapun seperti diam tanpa reaksi.
Mohon petunjuk dari Bhante.
Namo Buddhaya.
Terima kasih.
Jawaban :
Dalam meditasi, bila menggunakan obyek pernafasan, maka pikiran hendaknya tetap dipusatkan pada obyek yang sudah dipilih tersebut.
Namun, bila terasa fokus pada jasmani yaitu lubang hidung, misalnya, maka konsentrasi meditasi sudah benar.
Bila fokus terasa bukan pada jasmani yang berhubungan dengan obyek yang sudah dipilih, hendaknya pikiran dikembalikan pada obyek pernafasan lagi.
Kemampuan pikiran terpusat dan melihat jasmani yang berhubungan dengan obyek terpilih tanpa timbul reaksi apapun juga adalah hal yang baik. Apalagi jika dibarengi dengan batin yang tenang. Apabila kondisi batin tersebut selama duduk bermeditasi mampu dicapai dalam waktu cepat dan dipertahankan untuk waktu yang lama, maka kekuatan konsentrasi seperti itu boleh saja mulai dipergunakan sebagai dasar pelatihan meditasi yang selanjutnya yaitu konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Gunakan kekuatan konsentrasi yang sudah dapat dicapai dalam pelatihan duduk meditasi tersebut untuk selalu menyadari segala tindakan, ucapan dan pikiran. Ucapkanlah selalu dalam batin kalimat pertanyaan SAAT INI SAYA SEDANG APA? Dengan selalu mampu menjawab pertanyaan dalam batin tersebut, maka kesadaran setiap saat sewaktu bekerja, membaca, menulis, berbicara, berpikir dsb dapat terus dikembangkan. Apabila kemampuan konsentrasi dalam kehidupan sehari-hari ini dapat terus dipertahankan, maka kebahagiaan hidup dalam pelaksanaan Dhamma akan dapat terasa.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas latihan meditasi yang sudah dicapai hingga saat ini.
Semoga selalu bahagia dalam pelaksanaan Dhamma.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
02. Hendra
Monday, 15 November 2010
Nama panggilan yang tidak disukai
Namo Buddhaya Bhante,
Saya ingin menanyakan tentang masalah yang satu ini. Waktu kecil saya sering di panggil dengan nama julukan yang aneh-aneh saat SD. Dan ada juga teman saya yang juga demikian. Dan dia sampai sekarang masih dipanggil dengan nama julukan itu karena dia tetap nurut saja dipanggil dengan nama itu. Misalnya namanya Adrianus, karena badannya besar, dipanggil menjadi Jumbo oleh teman-temannya. Saya juga begitu, cuma itu hanya sampai kelas 6 SD, karena waktu smp hingga sma, teman sd saya sudah pisah kelas. Sehingga saya dipanggil dengan nama asli saya.
Tapi sekarang (sudah 1 tahun lebih) saya dipanggil oleh teman-teman di tempat kuliah saya dengan nama yang aneh lagi, dengan nama yang saya tidak suka. Saya bingung menyikapinya agar saya tidak dipanggil dengan nama yang tidak saya suka itu tadi. Karena waktu saya di panggil dengan nama itu, saya coba diam, eh yang manggil malah marah. Ada juga yang sudah mulai berhenti manggil dengan nama itu setelah berulang kali saya minta untuk jangan memanggil dengan nama itu karena saya tidak suka, tapi karena yang lain masih manggil dengan nama itu, jadi dia mulia lagi manggil saya dengan nama yang saya tidak suka itu.
Yang saya ingin tanyakan bagaimana yah Bhante, Caranya agar saya tidak lagi dipanggil lagi dengan nama itu?
Terima Kasih Bhante
Jawaban :
Bagi seseorang, biasanya nama adalah merupakan hal yang sangat penting. Karena itu, memanggil atau menulis nama dengan cara yang keliru dapat menimbulkan ketidaknyamanan untuk si pemilik nama.
Karena itu, sudah benar, kalau memang keberatan dengan pemanggilan nama yang kurang sesuai, mintalah secara baik-baik dan kekeluargaan kepada orang itu untuk mengubah cara pemanggilannya. Namun, apabila setelah berkali-kali masih belum mau mengubah cara pemanggilannya, cobalah untuk meminta bantuan kepada orang lain yang ia hormati. Mintalah bantuan kepada orang tersebut untuk menasehatinya sehingga dengan nasehat dari orang yang ia hormati, mungkin saja cepat atau lambat ia akan mengubah cara pemanggilannya.
Semoga saran ini bermanfaat untuk mengatasi masalah yang menimbulkan ketidaknyaman ini.
Semoga selalu bahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahgia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
03. Ferryandi
Monday, 15 November 2010
Disiplin, Semangat, Ulet
Bhante,
Saya ingin bertanya bgmana cara mempertahan terus menerus semangat, disiplin dan ulet dlm hal mempraktekkan Dhamma?
Ketika saya dipenuhi oleh kesibukan-kesibukan yg membuat semangat yg Bhante ajarkan selama di Vihara Bodhigiri mulai luntur Bhante.
Mohon bimbingannya.
Jawaban :
Memiliki semangat, disiplin dan ulet dalam segala hal menjadi salah satu faktor penting untuk seseorang agar mampu memaksimalkan semua upaya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari melalui badan, ucapan maupun pikiran.
Upaya membangkitkan disiplin, semangat dan ulet memang tidak mudah, apalagi untuk mempertahankan ketiga faktor tersebut.
Untuk itu, diperlukan perenungan pada TUJUAN atas upaya yang sedang dilakukan. Dalam hal ini, sesuai pertanyaan di atas, adalah mempraktekkan Dhamma. Renungkanlah tujuan pelaksanaan Dhamma yang hendak dicapai, misalnya, salah satunya adalah mewujudkan kebahagiaan lahir dan batin dalam kehidupan ini maupun kehidupan selanjutnya.
Dengan selalu merenungkan tujuan tersebut, maka apabila saat ini kebahagiaan lahir dan batin masih tercapai, bangkitkan terus disiplin, semangat serta ulet untuk melaksanakan Dhamma. Kalau perlu, usahakan untuk sering bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan sama sehingga mungkin salah satu atau lebih dari mereka akan mengkondisikan timbulnya Disiplin, Semangat serta Ulet tersebut.
Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————04. Grace
Tuesday, 16 November 2010
Mengatasi kebencian
Yang mulia Bhante,
Bhante, saya adalah simpatisan ajaran Buddha. Saya mengenal ajaran Buddha dari ayah saya. Dan saya merasa tertarik akan keindahannya.
Bhante, saya memiliki seorang adik laki-laki. Akhir-akhir ini dia menyatakan kebenciannya kepada saya dan saudara saya yang lain. Ternyata dia telah memendam kebencian tersebut selama bertahun-tahun kepada kami. Permintaan maaf tidaklah cukup baginya.
Karena kebetulan dia adalah seorang Buddhis kami selalu mendapatkan “ceramah” tentang Dhamma dari nya. Yang anehnya hal-hal tersebut tidak dipraktekkan pada dirinya sendiri.
Terlepas dari semua itu Bhante, yang ingin saya tanyakan adalah: Kebencian yang adik saya rasakan kepada kami ternyata membuat kami juga merasakan kebencian pula pada dirinya. Karena segala sesuatu yang kami katakan dan kerjakan itu salah menurut nya. Sungguh sulit mengabaikannya, terlebih jika kami sering bertemu. Kami sudah berusaha untuk menekan kebencian tersebut dan berusaha untuk tidak menambahnya (dengan menjaga perasaan dan meminimalisir komunikasi kami agar dia tidak tersinggung) Kami sungguh sangat ingin berdamai dengan saudara kami tersebut. Bhante, saya memohon nasihat Bhante atas permasalahan kami tersebut. Terima kasih Bhante. Sadhu.
Jawaban :
Kebencian atau rasa tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang adalah wajar dimiliki oleh mereka yang belum mencapai kesucian. Kebencian timbul karena perasaan ingin menjauh dari sumber penyebab ketidaknyamanan dan ketidakbahagiaan.
Disamping memiliki kebencian, orang yang belum mencapai kesucian juga pasti memiliki ketamakan, yaitu rasa suka dan ingin selalu berdekatan dengan segala sesuatu atau seseorang yang menyenangkan dan sesuai harapannya.
Rasa benci dan tamak ini timbul dalam batin orang yang belum terbebas dari ketidaktahuan bahwa hidup selalu berubah. Apabila pada saat ini sesuatu atau seseorang terasa menyenangkan,  mungkin saja pada saat yang lain, ia tidak lagi menyenangkan, bahkan mungkin ia menjadi sangat menjengkelkan. Demikian pula sebaliknya. Semua rasa suka maupun tidak suka tersebut bisa terjadi karena segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal. Semuanya selalu berubah seiring dengan bertambahnya waktu.
Idealnya, adalah cukup membahagiakan kalau di rumah ada orang yang sudah mengenal Dhamma, seperti adik lelaki yang dimaksudkan di atas. Sayangnya, mengenal Dhamma, bahkan mampu berceramah Dhamma tidak selalu menjadi jaminan kualitas perilaku yang baik dan sesuai Dhamma. Dhamma yang dimengerti hanya secara teori atau dipraktekkan sehingga menjadi jalan hidup adalah sama sekali berbeda.
Seseorang bisa disebut sebagai umat Buddha apabila ia telah melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, bukan ia yang telah mampu menghafalkan banyak teori Dhamma. Oleh karena itu, dalam pengertian Buddhis, adik lelaki yang dimaksud dalam pertanyaan di atas masih belum menjadi umat Buddha yang sesungguhnya. Ia baru menjalani tradisi Buddhis saja. Karena itulah, perilaku yang ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari mungkin masih belum sesuai atau bahkan jauh dari Dhamma Ajaran Sang Buddha.
Namun, perilaku buruk orang yang sudah menghafal teori Dhamma seperti itu hendaknya dapat dijadikan pelajaran agar diri sendiri di masa depan dapat terhindar dari periaku buruk sejenis. Artinya, apabila diri sendiri ingin belajar Dhamma, maka berusahalah sedikit demi sedikit untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, semakin lama mengenal Dhamma, semakin baik pula perilaku yang ditunjukkan dengan badan, ucapan maupun cara berpikir. Dengan demikian, ia yang telah mengenal dan melaksanakan Dhamma akan mendukung terwujudnya kebahagiaan, ketenangan serta kedamaian untuk diri sendiri maupun lingkungan.
Adapun untuk mengatasi timbulnya rasa saling membenci di antara anggota keluarga maupun masyarakat, hendaknya seseorang merenungkan salah satu Ajaran Sang Buddha yang menyebutkan bahwa kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian. Kebencian hanya akan berakhir dengan cinta kasih.
Oleh karena itu, apabila timbul kejengkelan atau bahkan rasa benci terhadap adik, paling sedikit ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
Pertama, pada saat batin sedang tidak senang kepada adik, atau ada pembicaraan dengannya yang kurang sesuai, maka berusahalah untuk berdiam diri terlebih dahulu. Hindari komunikasi lebih lanjut dengannya agar tidak memancing timbulnya pertikaian yang lebih dalam. Apabila berdiam diri dirasa masih kurang mampu menghindari masalah, maka usahakan untuk pergi ke tempat lain atau masuk ke ruangan lain terlebih dahulu sampai emosi reda. Mungkin sekitar 10 menit kemudian, setelah emosi reda, barulah menemui adik dan melanjutkan pembahasan yang mungkin tadi sedikit terganggu. Biasanya, setelah mampu meredakan emosi, pembicaraan yang dilanjutkan menjadi lebih fokus dan mungkin dapat mencapai kesepakatan yang membahagiakan semua fihak.
Kedua, apabila cara di atas terasa masih kurang mampu meredam gejolak emosi yang timbul saat itu, maka kondisikan untuk memiliki kebiasaan mengucapkan dalam batin secara berulang-ulang kalimat SEMOGA SEMUA MAHLUK SELALU HIDUP BERBAHAGIA. Ulangi kalimat ini sebanyak mungkin setiap harinya. Biasanya, paling sedikit setiap pagi bangun tidur dan malam hendak tidur. Dengan demikian, secara bertahap telah ditanamkan dalam batin pengembangkan pikiran cinta kasih. Bila hal ini dilakukan selama beberapa bulan, maka ketika timbul gejolak emosi dengan siapapun juga, termasuk adik, percikan pikiran yang muncul pada saat itu mungkin saja bukan lagi kemarahan ataupun kebencian, melainkan SEMOGA DIA BAHAGIA, SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Jika pikiran cinta kasih ini sudah mulai sering timbul dalam batin, maka perilaku buruk adik bukan lagi menjadi masalah. Justru mungkin akan timbul rasa kasihan dengan adik dan berusaha membimbing adik agar ia memiliki perilaku yang lebih sesuai Dhamma yaitu sabar dan penuh cinta kasih.
Dengan cara-cara seperti yang disampaikan di atas itulah, kebencian tidak lagi dibalas dengan kebencian. Kebencian justru dapat diselesaikan dengan cinta kasih. Hubungan persaudaraan akan lebih harmonis dan damai. Rumah tangga menjadi lebih bahagia.
Semoga saran ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pikiran cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud pelaksanaan Ajaran Sang Buddha.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
05. Mrs. SI
Wednesday, 17 November 2010
Mimpi selagi hamil
Namo Buddhaya,
Bhante saya mau nanya, saya sekarang sedang hamil 5 bulan. Saya setiap hari selalu mimpi di malam hari dan kadang saya bisa memimpikan orang meninggal dan sedang diangkut pakai peti mati atau pakai tandu. Pernah mimpi ke vihara lagi. Sepertinya telah 3 kali saya memimpikan hal tersebut tapi lain lokasi dan orgnya. Pernah mimpi ke tempat yayasan sosial kemalangan  juga.
Apa yang harus saya lakukan ya Bhante dan apa maksud dari mimpi tersebut ya?
Mohon bantuannya.
Terima Kasih Bhante.
Jawaban :
Secara umum, seseorang memang selalu bermimpi setiap tidur. Disebutkan bahwa mimpi membantu membersihkan pikiran bawah sadar agar ketika bangun seseorang menjadi lebih segar dan bersemangat sehingga siap melakukan berbagai aktifitas sehari-hari.
Demikian pula dalam pengertian Buddhis, mimpi dapat disebabkan karena gejala tubuh yang kurang nyaman ataupun akibat pikiran yang masih melekat dengan segala sesuatu yang dialami ketika sedang tidak tidur.
Oleh karena itu, membahas pertanyaan di atas, mungkin salah satu penyebab seseorang mimpi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kematian adalah karena ketakutan, yang disadari maupun tidak, pada kematian saat ia sedang mengandung. Mungkin ia telah melihat atau mendengar informasi tentang kehamilan yang membawa kematian untuk ibu ataupun bayi dalam kandungan.
Untuk menghindari mimpi yang kurang menyenangkan, maka upayakan untuk menambah pengertian dan wawasan bahwa tidak semua kehamilan memberikan bahaya kematian kepada ibu maupun bayinya. Contohnya, sangat banyak orang di sekitar yang melahirkan bayi sehat dan lucu dengan kondisi ibu yang baik-baik saja.Karena itu, carilah berbagai faktor pendukung agar kehamilan dapat dijalani dengan baik dan kelahiran dapat dilalui dengan sehat serta selamat. Misalnya, rajin konsultasi dengan dokter kandungan.
Selain itu, upayakan memenangkan pikiran dengan melakukan konsentrasi secara rutin setiap pagi bangun tidur dan malam menjelang tidur. Ucapkan secara berulang-ulang dalam batin kalimat cinta kasih SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Dengan pikiran terbiasa terpusat pada satu obyek, maka batin lebih mudah menjadi tenang. Bila hal ini sering dilakukan pada pagi hari, maka sepanjang hari hidup akan menjadi lebih bersemangat. Sedangkan, bila kebiasaan memuasatkan pikiran ini dilakukan menjelang tidur malam, maka tidur dengan kondisi batin yang tenang akan mengurangi timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan seperti yang biasa di alami.
Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dalam bentuk ketenangan khususnya terhindar dari mimpi yang kurang menyenangkan.
Semoga kehamilan berlangsung lancar sehingga pada saatnya nanti bayi terlahir sehat serta dapat menambah kebahagiaan untuk seluruh anggota keluarga.
Semoga harapan ini dapat menjadi kenyataan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
06. Ria Anggraini
Wednesday, 17 November 2010
Bijaksana melaksanakan sila pertama
Namo Buddhaya Bhante,
Saya ingin bertanya, apabila sedang membersihkan rumah seperti sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan / sedang menyapu ada semut yang sedang berjalan lalu kita bersihkan sehingga laba-laba / semut itu sepertinya terganggu.
Apakah tindakan saya tersebut termasuk melanggar sila pertama / menimbulkan kamma buruk tidak ya Bhante? Soalnya kalau sarang laba-laba itu tidak dihilangkan dan ruangan kalau tidak disapu maka akan kotor
Mohon petunjuknya.
Terima kasih.
Jawaban :
Sila pertama dalam Pancasila Buddhis adalah upaya untuk menghindari pembunuhan maupun penganiayaan terhadap segala bentuk mahluk hidup. Seorang umat Buddha memang disarankan untuk melaksanakan latihan kemoralan atau sila dengan sebaik-baiknya. Namun, hendaknya jangan lupa juga menggunakan kebijaksanaan dalam pelaksanaan latihan kemoralan yang diajarkan dalam Dhamma.
Seperti yang disampaikan dalam pertanyaan, apabila di rumah ada sarang laba-laba maupun semut, tentu sebagai pemilik rumah harus mampu berlaku bijaksana dengan tetap menjaga rumah agar tetap bersih dan sehat. Sarang laba-laba bisa saja dibersihkan dan laba-laba yang di dalam rumah dengan berbagai cara dipindahkan ke luar rumah. Dengan demikian, nantinya laba-laba tersebut akan membangun sarangnya di sana.
Adapun semut, kiranya juga perlu dicegah untuk masuk rumah dengan selalu menjaga kebersihan rumah. Ada beberapa cairan kimia pembersih lantai yang menghindarkan semut untuk datang ke rumah. Dengan demikian, semut akan tetap hidup dan melakukan aktifitas hariannya di luar rumah karena mereka merasa tidak tahan pada bahan kimia yang digunakan untuk melindungi rumah.
Dengan kebijaksanaan seperti ini, pelaksanaan sila pertama dapat terjaga tanpa harus melakukan pembunuhan maupun penganiayaan sehingga terhindar dari kamma buruk. Rumah tetap bersih, sedangkan laba-laba dan semut juga dapat melakukan kegiatannya seperti biasa. Masing-masing hidup tanpa saling mengganggu.
Semoga saran ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
07. Edy Wijaya
Thursday, 18 November 2010
Hubungan kamma orangtua dan anak
Namo Buddhaya,
Bhante yang saya hormati, saya sudah menikah 8 tahun, dan telah memiliki 2 putri yang cantik dan pintar. Nomor satu saat ini berumur 7 tahun, dan nomor 2 saat ini berumur 4 tahun. Saya dan istri sering kewalahan mengurus anak nomor satu, karena sifat dan tingkah lakunya yang benar2 luar biasa Bhante. (iseng dan kelakuannya).
Saya dan istri sering kali berpikir ada hubungan karma apa ya dengan anak ini dikehidupan yang lampau sampai bisa ini, sptnya istri tuh “ciong” banget Bhante. Sempat terpikir oleh kami untuk melakukan Regresi/Hipnosis untuk mengetahuinya dulunya ada hubungan apa.
Tapi saya katakan setelah kita tahu apakah bermanfaat untuk kita. Selain itu juga saya sering membaca Karaniyametta Sutta, namun tetap saja Bhante.
Mohon bimbingan Bhante, bagaimana caranya kami agar bisa mendidik putri kami itu tsb dengan baik dan benar ya Bhante ?
Terima kasih Bhante.
Jawaban:
Dalam pengertian Buddhis dinyatakan bahwa segala bentuk pertemuan di dunia ini tentu ada sebabnya. Menjadi anggota keluarga, teman, tetangga, tinggal di negara, benua bahkan di bumi yang sama tentu ada sebabnya. Salah satu sebab yang disebutkan adalah karena saling memiliki ikatan kamma.
Sedikitnya ada dua jenis ikatan kamma. Pertama adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya rasa sayang, suka atau cinta. Ikatan kamma seperti ini akan menghasilkan kebahagiaan, kesenangan dan kedamaian ketika bertemu atau berkumpul dengannya.
Kedua, adalah ikatan kamma yang timbul karena adanya kebencian, dendam maupun permusuhan. Pertemuan dengan mereka yang memiliki ikatan kamma berdasar kebencian ini akan menghasilkan penderitaan, kejengkelan, penyesalan dsb.
Membahas pertanyaan di atas, maka ketika seseorang berkumpul sebagai orangtua atau anak, tentu ada sebabnya yaitu, salah satunya, adanya ikatan kamma.
Ketika anak tertentu memberikan rasa tidak nyaman dan kurang bahagia dibandingkan dengan anak yang lain, maka mungkin saja penyebab pertemuan sebagai anak dan orangtua adalah karena ikatan kamma yang berisi permusuhan.
Oleh karena itu, upaya untuk sering membaca kotbah Sang Buddha tentang cinta kasih yaitu Karaniyametta Sutta adalah tindakan yang sangat tepat dan baik. Kebencian memang hanya akan berakhir dengan cinta kasih. Memancarkan terus menerus pikiran cinta kasih kepada anak, kiranya akan dapat membantu menyelesaikan ikatan kamma yang ada.
Apabila dirasa sudah cukup lama membaca sutta cinta kasih namun belum menunjukkan hasil yang sesuai harapan, hendaknya usaha ini dilanjutkan dengan merenungkan, ‘Sudah membaca sutta cinta kasih pun masih ada permusuhan antara orangtua dengan anak, apalagi kalau menghentikannya’. Dengan pengertian ini diharapkan semakin besar semangat untuk melanjutkan pembacaan sutta cinta kasih terutama saat sedang timbul rasa tidak nyaman dengan anak tersebut.
Regresi dengan menggunakan metoda hipnosis kiranya tidak terlalu sesuai untuk menyelesaikan masalah hubungan orangtua dan anak yang sedang dihadapi. Mungkin akan lebih baik orangtua justru melakukan pemikiran tentang jalinan komunikasi orangtua dan anak yang telah dilakukan selama ini. Sering terjadi, perilaku anak yang kurang sesuai terhadap orangtua ditimbulkan karena komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat. Orangtua kurang mampu memahami maksud anak, begitu pula sebaliknya. Bila hal ini sebagai penyebab, maka tingkatkan waktu untuk berkomunikasi efektif dengan anak sehingga orangtua sekaligus dapat menjadi sahabat untuk anak-anaknya.
Selain pengaruh komunikasi orangtua dan anak yang kurang sehat, perilaku anak yang kurang baik mungkin saja timbul akibat teman pergaulan anak yang tidak sesuai. Bila hal ini sebagai penyebab, maka orangtua harus berusaha memberikan pengarahan kepada anak agar lebih bijaksana memilih teman yang sesuai. Teman yang sesuai adalah teman yang mampu membawa peningkatan kualitas moral dan perilaku anak menuju hal yang lebih baik.
Ada baiknya juga mencari fihak ketiga yang didengar saran maupun nasehatnya oleh anak. Fihak ketiga ini misalnya kakek atau nenek atau anggota keluarga lainnya. Mintalah bantuan kepada mereka untuk menasehati anak. Biasanya. dengan nasehat orang yang dihormati, seseorang akan lebih mudah mempertimbangkan dan mengubah perilakunya.
Tentu saja masih banyak hal lainnya yang mungkin perlu diperbaiki dalam lingkungan pergaulan maupun komunikasi dengan anak. Juga jangan lupa bahwa pertumbuhan badan, penambahan usia juga dapat membawa pengaruh pada perubahan perilaku anak. Oleh karena itu, jangan terlalu cepat dan mudah menyimpulkan ‘ciong’ sebagai penyebab rengganggnya hubungan antara orangtua dan anak.
Semoga sedikit saran yang disampaikan di atas dapatlah dijadikan tambahan pengertian tentang perbaikan kualitas hubungan orangtua dan anak dalam upaya membangun keluarga yang harmonis.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
08. Fenny
Friday, 19 November 2010
Pacaran
Namo Buddhaya.
Bhante, saat ini saya sedang menghadapi masalah dalam hubungan saya dengan pacar saya, sebut saja ‘A’. Sudah hampir 3 tahun saya berpacaran dengannya. Selama waktu tersebut seringkali kami bertengkar, terkadang hingga kami putus namun pada akhirnya kembali bersama lagi hingga saat ini. Masalahnya secara umum selalu sama yaitu saya merasa A kurang memperhatikan saya dan cuek. Terkadang saya merasa hubungan kami tidak seimbang dalam arti saya memberikan perhatian yg lebih terhadap dirinya dan hubungan kami, sedangkan perhatiannya terhadap hubungan ini dan terhadap saya, tidak sebesar yang saya berikan.
Saya sudah berulang kali memberitahukan A kalau saya tidak suka dengan sikap cueknya itu. Memang setelah itu A merubah sikapnya, namun setelah beberapa lama, sikap cueknya muncul kembali. Yang saya masih tidak mengerti apakah sikap cueknya ini memang sikapnya atau sikap cueknya ini karena A sudah tidak menyayangi saya lagi, karena sikap A tidak secuek ini pada awal-awal kami berpacaran.
Saya ingin bertanya, apakah yg harus saya lakukan dengan hubungan ini, terus mempertahankannya atau sebaiknya saya lepaskan? Saya sering merasa mungkin A tidak sayang dengan saya, entah mengapa saya sangat sering merasa spt ini. Saya yang selalu menyinggung masalah ini, hingga sering berujung pertengkaran besar. Dan setiap kali bertengkar saya merasa sedih.
Apakah saya terlalu egois bila bersikap seperti ini? Apakah saya lebih baik belajar menerima A yang bersikap seperti itu dan berusaha bersabar dalam hubungan ini, atau apakah saya lebih baik mengakhiri hubungan dengan A dan perlahan2 mencari pasangan yang sikapnya lebih cocok dengan kebutuhan saya untuk diperhatikan?
Apakah selama ini hubungan saya memang dipaksakan, yang hanya akan menyakiti perasaan kami berdua jika terus dilanjutkan? Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, bagaimana seharusnya saya bersikap? Mohon maaf jika pertanyaan ini tidak pas ditanyakan dalam Forum Tanya Jawab ini.
Mohon bimbingannya. Terima kasih, Bhante.
Jawaban:
Masa pacaran adalah satu satuan waktu yang diperlukan untuk saling mengenal lebih dalam sebelum seseorang memutuskan pacarnya menjadi teman hidup selamanya sebagai suami istri. Lama masa pacaran sangatlah bervariasi. Bila dalam pertanyaan di atas disebutkan lama pacaran tiga tahun, maka hal itu sudah termasuk cukup lama. Seharusnya, dalam masa pacaran selama itu masing-masing fihak sudah mampu saling mengenal dengan baik kelebihan maupun kekurangan pacar. Waktu selama itu seharusnya telah banyak kesepakatan bersama yang dibuat untuk mengatasi kekurangan serta meningkatkan kelebihan masing-masing fihak agar tercapai hidup bahagia.
Dalam pengertian Buddhis, menjadi pasangan hidup yang harmonis memerlukan lebih banyak kesamaan daripada perbedaan. Paling sedikit terdapat empat kesamaan yang sebaiknya dimiliki oleh pasangan. Keempat kesamaan itu adalah kesamaan keyakinan, kemoralan, kedermawanan dan kesamaan kebijaksanaan.
Salah satu permasalahan yang disebutkan dalam pertanyaan di atas adalah perbedaan perhatian kepada pasangan yang sebenarnya dapat digolongkan sebagai perbedaan kedermawanan. Untuk menyelesaikan masalah ini, sudah benar jika mengajak dia untuk berbicara secara sungguh-sungguh tentang hal yang masing-masing sukai atau tidak sukai. Ketika ia mau berubah perilaku, sebenarnya hal ini menunjukkan kemauannya untuk memperbaiki diri. Namun, kalau akhirnya ia kembali ke watak semula yaitu cuek, maka hendaknya perlu dimaklumi. Mengubah watak tidak mungkin dalam semalam. Tidak mudah. Perlu kesabaran dan cinta kasih. Beri kesempatan lagi kepadanya untuk belajar dan berubah. Memberi kesempatan kepada orang yang dicintai agar menjadi lebih baik juga wujud kedermawanan.
Selain memberi kesempatan pacar untuk berubah, ada baiknya juga berusaha meningkatkan kualitas diri dengan belajar menerima pacar sebagaimana adanya. Bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk diri sendiri.
Apabila dirasa mampu menerima serta hidup dengan kekurangan pacar untuk seumur hidup, maka status pacaran dapat ditingkatkan menjadi suami istri. Namun, apabila dirasa berat dan tidak sanggup untuk menerima serta hidup selamanya dengan kekurangan pasangan hidup, maka mungkin hubungan yang sudah berjalan selama tiga tahun ini perlu ditinjau kembali. Dengan demikian, masing-masing fihak tidak akan tertekan perasaan selama menjalani kehidupan untuk meraih kebahagiaan.
Semoga saran ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyelesaikan ketidaksamaan dengan pasangan hidup.
Semoga kebahagiaan di masa sekarang maupun di masa depan dapat terwujud.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
09. Wempy
Saturday, 20 November 2010
Manfaat mantra
Namo Buddhaya,
Bhante, saya ingin bertanya. Apakah betul dengan membaca mantra Dewa tertentu dapat membuahkan karma baik (bisa beruntung, hokky, memperbaiki nasib, menjauhkan dari bahaya dsb)? Katanya Dewa tersebut masih bisa menolong manusia.
Saya sendiri sebenarnya agak ragu dengan hal ini karena saya pikir semua yang kita dapat itu berasal dari karma kita apakah itu baik atau buruk.
Selain mantra Dewa apakah mantra-mantra yg lain juga ada khasiatnya?
Mohon penjelasan dan bimbingannya Bhante.
Terima kasih Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian yang berkembang di masyarakat Buddhis, mantra dapat diartikan sebagai pengulangan kata atau kalimat tertentu. Biasanya kata atau kalimat itu bagian dari kotbah panjang Sang Buddha. Dipercaya, pengulangan kata atau kalimat tersebut akan membuahkan kamma baik sesuai dengan  harapan.
Mengulang kata atau kalimat tertentu, apalagi jika dihubungkan dengan figur dewa maupun mahluk luhur lainnya, pastilah kata yang diucapkan secara berulang tersebut memiliki makna yang baik. Dengan demikian ketika seseorang melakukan pengulangan kata atau kalimat yang baik, ia sesungguhnya terkondisi untuk melakukan kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran. Apabila pengulangan kata atau kalimat itu dilakukan secara rutin untuk waktu yang lama, berarti ia telah menambah kebajikan dalam jumlah yang banyak pula. Jika kebajikan yang ia lakukan dengan sarana pembacaan mantra telah mencukupi, maka suatu saat kamma baik yang ia lakukan selama ini membuahkan kebahagiaan sesuai dengan harapan.Hidupnya akan lebih beruntung, jauh dari bahaya, permasalahan, kesulitan, penyakit dan sebagainya. Kondisi bahagia inilah yang sering diartikan dengan istilah ‘Dewa yang masih mau menolong manusia’.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk lebih meningkatkan keyakinan pada kebajikan dengan segala macam cara.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Santri Jaya
Saturday, 20 November 2010
Kesucian
Namo Buddhaya,
Saya Santri dari Pekanbaru. Apakah seorang umat Buddha biasa dapat mencapai tingkat kesucian arahat?
Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, kesucian adalah kondisi batin seseorang yang telah terbebas dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan bahwa hidup selalu berproses.
Ketamakan maupun kebencian timbul akibat ketidaktahuan seseorang bahwa hidup selalu berproses. Ketamakan muncul karena ia tidak siap ketika harus berpisah dengan yang dicinta. Sebaliknya kebencian timbul saat ia tidak siap bertemu dengan yang tidak disuka.
Apabila seseorang selalu mengembangkan kesadaran setiap saat, batinnya menjadi tenang dan mengerti sepenuhnya bahwa hidup adalah proses. Masa lalu hanyalah kenangan yang sudah dilewati. Masa lalu hanya bisa dijadikan pelajaran untuk diperbaiki pada saat ini. Masa depan masih harapan yang harus dimulai pencapaiannya pada saat ini. Saat inilah kenyataan. Saat inilah kesempatan untuk melakukan yang terbaik dengan perilaku, ucapan serta pikiran. Apabila seseorang mampu mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupan, maka ia dikatakan telah mencapai kesucian.
Pencapaian kesucian dapat dilakukan oleh siapapun juga. Umat Buddha yang menjadi viharawan maupun mereka yang tinggal dalam masyarakat luas memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesucian. Bahkan, mereka yang bukan umat Buddha sekalipun selama mereka selalu berjuang mengembangkan kesadaran setiap saat, tidak tertutup kemungkinan bagi mereka untuk mencapai kesucian. Kesucian bukan hanya untuk umat Buddha. Kesucian bukan hanya untuk para viharawan. Kesucian adalah untuk siapapun juga yang mau berusaha mengembangkan kesadaran setiap saat pada semua segi kehidupannya.
Semoga penjelasan ini memberikan manfaat dan semangat untuk mengembangkan kesadaran setiap saat agar mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian serta ketidaktahuan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo