Kamis, 22 Desember 2011

02 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


22 November 2010 s.d. 28 November 2010
01. Rayno
Monday, 22 November 2010
Pencapaian jhana
Bhante, saya ingin bertanya tentang apakah benar memang ada kelompok orang yang tidak bisa mencapai jhana apabila dia bukan tihetuka puggala? Saya mendapat informasi ini dari buku ulasan ttg Abhidhamma.
Apakah benar jika seseorang hermaprodit maka tidak bisa mencapai jhana?
Apakah benar orang yang lesbian juga tidak bisa mencapai jhana?
Bagaimana seseorang bisa mengetahui jika dia itu tihetuka puggala?
Apakah pencapaian jhana juga tergantung apakah dia itu cacat atau tidak?
Terima kasih Bhante Uttamo.
Jawaban :
Meneliti pertanyaan di atas, kiranya cukup banyak yang disampaikan dan hampir semua berada dalam area teori. Diskusi teori Dhamma maupun meditasi dapat dilakukan dalam banyak forum tanya jawab lain yang mudah ditemukan lewat internet. Jadi, di sini semua pertanyaan di atas hanya akan dijawab secara umum. Semoga keterbatasan ini tidaklah mengecewakan.
Jhana adalah pencapaian meditasi dengan tingkat konsentrasi yang baik. Untuk mencapai jhana diperlukan latihan yang tekun dan penuh semangat.
Apabila seseorang – tanpa harus memikirkan kondisi dirinya sebagai hemaprodit, lesbian dsb – berusaha dengan sungguh-sungguh untuk berlatih konsentrasi secara rutin, maka mungkin saja ia mencapai jhana dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga dengan jawaban ini semakin banyak orang berlatih meditasi untuk mengembangkan konsentrasi. Hanya saja perlu diingat bahwa tingkat konsentrasi tinggi bukanlah tujuan dalam Ajaran Sang Buddha. Dalam pelaksanaan Dhamma, tingkat konsentrasi hendaknya dipergunakan untuk mengembangkan kesadaran setiap saat. Jadi, selalu gunakanlah konsentrasi pada saat bekerja, berbicara maupun berpikir agar mampu selalu sadar setiap saat pada semua segi kehidupan sebagai tujuan praktek Dhamma.
Semoga semua mahluk selalu hidup bahagia dalam kesadaran maksimal.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
02. Eric
Monday, 22 November 2010
Rupang
Namo Buddhaya,
Banthe, saya ingin bertanya. Dalam sutra salah satu Bodhisatva dikatakan bahwa bila menyediakan tempat yang bersih di sebelah Selatan dan meletakkan rupang atau gambar Bodhisatva tersebut, serta memuja dengan dupa, buah, air, bunga akan membuahkan karma baik seperti yang di uraikan di dalam sutra tersebut.
Selama ini saya saya membaca paritta atau keng hanya dengan dupa tanpa rupang atau gambar Bodhisatva. Kadang bila badan atau pikiran sedang lelah, saya tidak membaca paritta atau keng. Apakah boleh merapalkan sutra tanpa rupang atau gambar yang di sebutkan di dalam sutra itu?
Mohon bimbingan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, membaca paritta atau keng – dengan rupang maupun tidak – sebenarnya adalah merupakan salah satu cara untuk menambah kebajikan dengan badan, ucapan maupun pikiran. Hal ini dimungkinkan karena sewaktu membaca paritta atau keng, seseorang terkondisi untuk berperilaku, berucap dan berpikir hal yang baik. Karena itu, semakin sering seseorang membaca paritta atau keng, tentu semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan ketiga sarana perbuatan tersebut.
Selain upaya menambah kebajikan, membaca paritta atau keng – di depan rupang atau tidak – jika dibarengi dengan perenungan akan makna paritta atau keng yang dibaca, maka akan diperoleh pedoman atau tuntunan melakukan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan semakin banyak seseorang membaca paritta atau keng, semakin banyak pula pengertian dan pedoman kebajikan yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, perilaku, ucapan maupun cara berpikirnya juga bertambah baik.
Karena itu, apabila kondisi memungkinkan, adalah baik berusaha menyediakan rupang Bodhisatta maupun Sang Buddha di altar. Penyediaan rupang dapat menambah semangat untuk merenungkan keluhuran perilaku, ucapan dan cara berpikir dari mahluk yang dilambangkan sebagai rupang.
Namun, apabila kondisi tidak memungkinkan, umat Buddha boleh saja membaca paritta atau keng tanpa menggunakan rupang apapun juga. Perilaku tersebut tetap merupakan kamma baik atau kebajikan yang pada saatnya nanti membuahkan kebahagiaan sesuai harapan.
Semoga jawaban ini bermanfaat dan menambah semangat untuk rutin membaca serta merenungkan makna paritta atau keng yang dibaca.
Semoga semakin sering membaca dan merenungkan makna paritta atau keng, semakin baik pula kualitas batin maupun perilaku badan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
03. Ivy
Monday, 22 November 2010
Jodoh
Namo Buddhaya…
Saya ingin bertanya soal jodoh saya yang tidak lancar….
Masalah yang sering saya alami adalah setelah berkenalan dengan seorang pria dan kami sudah merasa cocok antara satu dengan yang lainnya, tapi terakhir menjauh juga. Padahal belum sempat pacaran. Saya pernah lihat pek ji, kata mereka hari lahir penanggalan Tionghoa saya tidak bagus. Apakah memang ada hubungannya dengan masalah jodoh saya?
Apakah benar jodoh itu ada? Artinya kalo memang jodoh saya, tak usah dikejarpun jodoh saya tetap bisa menjadi suami saya kelak?
Terima kasih atas saran Bhante. Namo Buddhaya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, jodoh dapat disetarakan dengan ikatan kamma yang dimiliki sejak kehidupan sebelumnya. Paling tidak ada dua jenis ikatan kamma yaitu ikatan kamma berdasarkan kebencian ataupun kecintaan. Ikatan kamma yang berdasarkan kebencian akan menghasilkan hubungan yang sering cekcok namun dapat berjalan bersama untuk waktu yang lama sampai ikatan kamma tersebut selesai. Sebaliknya, ikatan kamma berdasar kecintaan akan menghasilkan hubungan yang penuh perhatian dan kasih sayang sampai ikatan kamma yang mendukung selesai.
Ketika bertemu dengan orang yang cocok, namun akhirnya belum bisa berpacaran, kalau hal ini terjadi beberapa kali, maka kiranya perlu mencari alasan yang lebih nyata tentang masalah tersebut. Coba usaha bertanya lewat orang lain kepada para pria yang menjauh tersebut. Mungkin saja, ada perilaku atau ucapan bahkan penampilan yang harus diperbaiki agar tidak menjadi penyebab para pria menjauh. Kadang melalui fihak ketiga, para pria itu mungkin akan berkata jujur sehingga membantu perbaikan diri sehingga lebih mudah mendapatkan pacar di kesempatan lain.
Selain memperbaiki kualitas diri, kiranya juga perlu upaya meningkatkan kamma baik agar membuahkan kebahagiaan sesuai harapan yaitu mendapatkan pasangan hidup.
Secara tradisi yang berkembang dalam masyarakat, seseorang yang sulit mendapatkan pasangan hidup hendaknya sering melakukan pelepasan mahluk ke habitatnya. Carilah mahluk yang dijual di pasar dan biasa di masak untuk dimakan, misalnya belut atau ikan. Belilah dalam jumlah genap karena genap melambangkan pasangan. Lepas secara berkala dalam waktu beberapa bulan sambil terus mengucapkan tekad : “Semoga dengan sering melepaskan mahluk, saya pun terlepas dari kesulitan mendapatkan pasangan hidup. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.”
Kadang, dengan sering melepas mahluk tanpa harus melakukan pantang makanan maupun perilaku apapun juga, ditambah dengan perubahan penampilan fisik serta perbaikan perilaku maupun ucapan, pasangan hidup dapat lebih mudah diperoleh walaupun tanpa mengubah pak ji yang dikatakan kurang baik tersebut. Karena dalam pengertian Buddhis, perubahan perilaku dengan upaya terus menerus menambah kamma baik dapat memperbaiki bahkan mengubah hal-hal buruk yang mungkin sudah dibawa sejak lahir.
Adapun jodoh, walaupun semua sudah merupakan ikatan kamma, tentunya juga perlu diperjuangkan. Bukan hanya dinanti secara pasif. Bagaikan makanan yang sudah tersedia di atas meja, juga perlu usaha untuk menyendok dan memasukkan ke dalam mulut. Tidak bisa makanan itu otomatis masuk ke perut dan membuat kenyang.
Semoga jawaban dan saran yang disampaikan di atas dapat memberikan manfaat serta kebahagiaan sesuai dengan harapan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dan tercapai cita-cita.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
04. Ricky
Tuesday, 23 November 2010
Upacara duka
Kenapa dalam agama lain, pada saat ada orang meninggal koq mereka menyanyi-nyanyi?
Seharusnya mereka ber duka cita.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Setiap agama maupun kepercayaan tentu mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi kematian. Oleh karena itu, mereka tentu mempunyai alasan tersendiri sehingga melakukan upacara duka dengan menyanyi.
Dalam pengertian Buddhis, kematian dipandang sebagai hal wajar dan alamiah. Hidup dalam bentuk apapun juga adalah tidak kekal. Kematian hanyalah akhir kehidupan. Siapapun yang dilahirkan, pasti akan mengalami kematian. Dengan demikian, kematian dianggap sebagai kondisi yang netral, bukan termasuk duka maupun suka.
Oleh karena itu, bersikaplah netral ketika melihat agama atau kepercayaan lain melakukan upacara duka dengan cara yang dianggap tidak sesuai pengertian sendiri. Seorang umat Buddha hendaknya berusaha melaksanakan upacara duka sesuai tradisi Buddhis tanpa harus mencela cara yang dipergunakan oleh agama lain.
Upacara duka dalam tradisi Buddhis dilakukan dengan membaca serta merenungkan paritta atau sutta. Paritta yang dibaca berisi nasehat Sang Buddha tentang proses kematian. Tujuan pembacaan paritta agar mengkondisikan mendiang berbahagia di alam kelahiran yang sekarang. Pembacaan paritta diharapkan juga mampu menambah ketabahan dan ketenangan keluarga mendiang. Pembacaan paritta hendaknya juga dapat meningkatkan kebijaksanaan dan pengertian tentang kematian kepada siapapun yang mampu merenungkan isi nasehat Sang Buddha tersebut.
Semoga jawaban ini dapat memberikan pengertian serta sikap mental netral ketika menghadapi proses kematian yang selalu terjadi dalam masyarakat.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
05. Yuri Kana
Tuesday, 23 November 2010
Manusia pertama
Kalo dalam agama lain dikenal adanya manusia pertama. Bagaimana dengan Agama Buddha ?
Mohon petunjuknya Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, alam semesta terjadi karena adanya proses bertahap dalam waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, Agama Buddha tidak menyebutkan manusia pertama karena keberadaan kelompok manusia muncul secara bertahap.
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih banyak dan mendalam, silahkan langsung membaca beberapa artikel tentang terbentuknya manusia pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-yang-maha-esa-dalam-agama-buddha/
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/kehidupan-dan-alam-kehidupan-2/
dan
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Semoga selalu berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
06. Selly Yu
Friday, 26 November 2010<
Sujud
Kalo pada saat Kathina kenapa kita harus bersujud kepada bhikkhu Sangha?
Padahal Sangha itu manusia.  Kan gx boleh?
Karena di agama mana pun tidak diperkenankan sujud-menyembah sesama manusia.
Seharusnya kita bersujud dan beribadah kepada Buddha.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Sujud atau dalam istilah Buddhis lebih dikenal sebagai namakara atau namaskara dilakukan dengan menyentuhkan dahi di lantai di antara kedua telapak tangan. Sujud adalah salah satu tradisi India tempat Agama Buddha berasal. Sujud dalam Agama Buddha dapat disetarakan dengan bersalaman dalam tradisi Eropa. Bahkan, lebih luhur daripada sekedar bersalaman, sujud menjadi lambang sikap merendah. Kepala yang biasa di atas, kini diposisikan di bawah, sejajar dengan telapak kaki dan tangan. Ketika seseorang mampu melakukan tindakan tersebut, ia sudah berusaha melatih mengurangi ego atau keakuan. Ia sudah mulai meningkat kualitas batinnya. Ia mulai menyadari bahwa di luar dirinya terdapat fihak-fihak yang layak mendapatkan penghormatan. Oleh karena itu, sujud dapat dilakukan selain terhadap Buddharupang  atau arca Buddha, juga dapat dilakukan kepada orangtua, kakak, guru dan tentu saja, kepada para bhikkhu anggota Sangha yang juga merupakan sesama manusia.
Selain mengurangi keakuan, sujud dapat pula menjadi sarana menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran. Pada saat bersujud, seseorang hendaknya melakukan dengan konsentrasi penuh. Dengan demikian, ia telah melakukan kebajikan melalui badan, yaitu menghormat mereka yang patut di hormat. Ia juga melakukan kebajikan dengan ucapan dan pikiran, karena pada saat bersujud, ia mungkin menyebut dalam batin kalimat ‘Semoga semua mahluk berbahagia’. Jadi, semakin sering seseorang bersujud, semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan badan, ucapan dan pikiran. Oleh karena itu, dalam tradisi Buddhis, sujud justru dianjurkan dilakukan sesering mungkin, bukan hanya waktu perayaan Kathina. Umat Buddha terbiasa bersujud di depan altar Buddha ketika datang ke vihara dan hendak meninggalkan vihara. Umat Buddha juga boleh bersujud kepada para bhikkhu saat bertemu di vihara atau hendak berpamitan.
Meskipun dalam Agama Buddha sujud dianjurkan untuk sering dilakukan, namun sujud bukanlah keharusan. Seorang umat Buddha hendaknya menyadari terlebih dahulu manfaat sujud untuk peningkatan kualitas dirinya sendiri, bukan untuk Buddharupang maupun para bhikkhu. Buddharupang maupun para bhikkhu tidak bertambah baik ketika mendapatkan sujud dari umat Buddha. Namun, umat Buddha sendirilah yang mendapatkan kebajikan serta berkurang keakuannya ketika melakukan sujud kepada Buddharupang maupun para bhikkhu.
Semoga penjelasan ini menambah pengertian bahwa umat Buddha justru memperoleh lebih banyak manfaat saat ia bersujud daripada mereka yang dijadikan obyek sujud.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
07.  Dede Gunawan
Friday, 26 November 2010
Kamma
Namo Buddhaya Bhante,
Mohon pencerahan dari Bhante. Saya sering mendengar ‘Berbuatlah kebajikan karena kita yang akan menerima buah kebahagiaan dari kebajikan tersebut’
Menurut ba zi, saya adalah orang yang lahir dengan nasib ‘kebajikan yang saya perbuat sering tak terbalaskan’. Tadinya saya tidak mempercayai hal tersebut. Tapi sejalan dengan perjalanan hidup, mau tidak mau saya merasakan kebenaran dari ba zi tersebut.
Lalu bagaimana dengan kebajikan yang pernah saya perbuat Bhante ? Sedangkan bazi saya justru menolak hukum tabur tuai kebajikan tersebut.
Mohon kebijaksanaan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis disebutkan bahwa ‘Sesuai dengan benih yang ditaburkan, demikian pula buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebahagiaan.’ Pengertian ini lebih dikenal sebagai Hukum Kamma. Dengan mengerti hukum perbuatan ini, umat Buddha diharapkan lebih banyak melakukan kebajikan dan mengurangi kejahatan. Sebagai hasilnya, hidup akan lebih berbahagia, tercapai segala harapan.
Disebutkan dalam pertanyaan di atas adanya perhitungan ba zi yang menjelaskan ‘kebajikan yang sering tidak terbalas’. Mungkin pernyataan tersebut bermakna apabila melakukan perbuatan baik kepada seseorang, mungkin saja justru mendapatkan kesulitan dari orang tersebut atau dari fihak lain. Seringnya mengalami kejadian seperti inilah yang mungkin menimbulkan keyakinan bahwa perhitungan ba zi tersebut benar atau tepat.
Kondisi yang sering dialami tersebut, apabila dijelaskan dengan Hukum Kamma, dapatlah dicontohkan sebagai orang yang menanam padi namun menghasilkan jagung. Tentu saja peristiwa ini  akan terjadi kalau ia sudah pernah menanam jagung di waktu sebelumnya. Artinya, seseorang yang melakukan kebajikan (menanam padi), mungkin saja ia justru mendapatkan hal yang tidak menyenangkan (mendapat jagung). Kondisi tidak menyenangkan itu sesungguhnya merupakan hasil perbuatan sendiri yang pernah dilakukan sebelumnya. Apabila ia terus melakukan kebajikan (menanam padi) dan menghindari perilaku buruk (tidak menanam jagung), maka lama kelamaan, penderitaan (jagung) sebagai buah kamma buruk akan berkurang dan buah kebajikan (padi) yang terus ia lakukan akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan.
Oleh karena itu, jangan pernah patah semangat untuk terus mengurangi kejahatan dan menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran walaupun perhitungan ba zi menyebutkan hal yang kurang membahagiakan. Sebab, apabila buah kamma buruk telah habis, tentu buah kamma baik akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan. Itulah inti Hukum Kamma yang tidak pernah salah, bahwa si pelaku kebajikan pasti merasakan kebahagiaan bila telah tiba waktunya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat serta menambah semangat untuk terus melakukan kebajikan tanpa memikirkan saat munculnya kebahagiaan sebagai hasil perilaku baiknya.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
08. Ria Anggraini
Saturday, 27 November 2010
Menerima hasil pelanggaran sila
Namo Buddhaya,
Bhante saya ingin bertanya, apabila diberi hadiah berupa barang / uang dari teman yang memperoleh penghasilan yang tidak halal seperi korupsi, mark up, penipuan dan lain-lain, apakah boleh menerima pemberian tersebut? Sebab saya berpikir kalau menerimanya berarti senang / mendukung dengan pekerjaan yang dilakukan teman saya tersebut.
Terima kasih sebelumnya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, seseorang yang melakukan kejahatan misalnya menipu adalah termasuk melakukan kamma buruk. Ketika hasil kejahatan tersebut dipergunakan untuk melakukan kebajikan kepada fihak lain, maka orang itu memang dapat dikatakan telah melakukan perbuatan baik atau kamma baik. Namun, karena perbuatan baik atau kebajikan yang dilakukan menggunakan barang yang diperoleh dari hasil kejahatan, maka secara Dhamma, kamma baik yang ia lakukan menjadi tidak sempurna. Umat Buddha sebaiknya menghindari melakukan kebajikan dengan hasil kejahatan agar ia mempunyai kamma baik yang lebih sempurna.
Sedangkan, untuk si penerima barang hasil tindak kejahatan berlaku dua aturan yaitu aturan agama serta aturan negara. Apabila kedua aturan ini secara bersamaan tidak dilanggar, maka si penerima barang tidak bersalah.
Misalnya, seseorang menerima daging sapi dari tetangga. Tetangga yang membunuh sapi dalam pengertian Buddhis sudah melanggar sila pertama. Namun, umat Buddha yang menerima daging tersebut tidak termasuk melakukan pelanggaran sila pertama karena ia tidak memesan daging tersebut. Ia tidak berniat melakukan pembunuhan. Ia tidak termasuk melanggar aturan dalam Agama Buddha. Selain itu, pembunuhan sapi juga tidak termasuk melanggar aturan negara. Oleh karena aturan Agama Buddha dan aturan negara secara bersamaan tidak dilanggar, maka umat Buddha boleh menerima daging sapi tersebut.
Berbeda apabila seseorang menerima barang hasil penipuan. Penipuan secara aturan Agama Buddha termasuk pelanggaran sila keempat. Secara aturan negara, penipuan juga dilarang. Dengan demikian, umat Buddha sebaiknya tidak menerima barang-barang dari hasil dari korupsi, penipuan dsb.
Semoga jawaban ini dapat dijadikan perenungan untuk menghindari menerima hasil pelanggaran latihan kemoralan dalam Agama Buddha yang sekaligus juga termasuk melanggar aturan negara tempat seseorang bertinggal.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
09. Rayno
Saturday, 27 November 2010
Beruntung terlahir sebagai manusia
Bhante, apakah kemampuan pikiran para dewa dan Brahma melebihi manusia biasa? (lebih pandai maksudnya) karena untuk menjadi Brahma pernah saya baca, bisa dicapai dari hasil meditasi yang baik. Benarkah ketika terlahir sebagai dewa atau Brahma maka otomatis akan mengingat kehidupan lampaunya? Lalu mengapa sering saya dengar perkataan “betapa beruntung terlahir sebagai manusia”? Bukankah dewa lebih pandai dari manusia? Mengapa dikatakan manusia bisa memahami Dhamma, bukankah dewa dan brahma juga bisa? Atau hanya manusia?
Terima kasih Bhante Uttamo
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, dikenal adanya berbagai tingkat kehidupan selain terlahir sebagai manusia. Ada mahluk yang terlahir di alam yang lebih baik daripada manusia. Ada juga mahluk yang terlahir di alam yang lebih buruk daripada manusia. Terlahir di salah satu alam ini ditentukan oleh perbuatan yang mereka lakukan semasa  hidupnya sebagai manusia.
Mereka yang banyak melakukan kebajikan ketika hidup sebagai manusia akan terlahir di alam dewa sebagai penghuni surga. Sedangkan, mereka yang selain berbuat baik juga melatih meditasi sampai tingkat tertentu selama hidup sebagai manusia akan terlahir di alam Brahma.Mereka yang terlahir di alam dewa maupun Brahma mempunyai kelebihannya masing-masing. Semua kelebihan itu diperoleh sebagai buah kebajikan yang telah mereka lakukan ketika terlahir menjadi manusia.
Terlahir sebagai manusia, walaupun tidak memiliki kelebihan sebagaimana yang dimiliki oleh para dewa maupun Brahma, manusia mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melaksanakan Dhamma hingga mencapai tingkat kesucian. Oleh karena itulah dalam Dhamma disebutkan, ‘betapa beruntung terlahir sebagai manusia’. Disebut ‘beruntung’, karena walaupun mahluk di alam lain mampu mendengar Dhamma, namun hanya di alam manusia saja pelaksanaan Dhamma dapat lebih baik. Di alam manusia terdapat Tiratana atau Tiga Permata secara lengkap yaitu Permata Buddha, Permata Dhamma dan Permata Sangha.
Permata Buddha : Di alam manusia inilah terlahir Buddha atau lebih tepat disebut dengan Sammasambuddha yang mampu membabarkan AjaranNya kepada semua mahluk. Di masa sekarang dikenal Sammasambuddha Gotama.
Permata Dhamma : Ajaran yang dibabarkan oleh Sammasambuddha disebut sebagai Dhamma dan dicatat menjadi Kitab Suci Tipitaka.
Permata Sangha : Para murid Sammasambuddha yang telah mencapai kesucian karena melaksanakan Dhamma Ajaran Sang Buddha. Para murid ini disebut sebagai Ariya Sangha.
Selain adanya Tiratana, di alam manusia juga lebih mudah melihat ketidakkekalan. Kelahiran, ketuaan, sakit dan kematian jauh lebih mudah dilihat dalam kehidupan manusia daripada alam dewa apalagi Brahma yang usia hidupnya sangat panjang. Melihat ketidakkekalan ini, seseorang akan lebih mudah menjadikannya sebagai perenungan untuk mencapai kesadaran tertinggi. Ketika seseorang telah menyadari hakekat  hidup yang tidak kekal, maka akan berkurang kemelekatan dalam dirinya. Berkurang pula ketamakan serta kebenciannya. Apabila pengertian tentang ketidakkekalan semakin jelas, hilang pula ketidaktahuan sehingga ia mencapai kesucian. Inilah kelebihan atau keuntungan ketika terlahir sebagai manusia.
Karena itu, selagi kita semua beruntung masih hidup sebagai manusia, berusahalah untuk terus mengembangkan kesadaran setiap saat agar ketidakkekalan bukan lagi menjadi sekedar teori namun dihayati secara sungguh-sungguh. Salah satu langkah awal untuk mengembangkan kesadaran setiap saat adalah dengan selalu bertanya pada diri sendiri, ‘Saat ini saya sedang apa?’
Semoga jawaban ini mampu meningkatkan semangat mengembangkan kesadaran setiap saat agar keberuntungan terlahir sebagai manusia tidak menjadi sia-sia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Jaya
Sunday, 28 November 2010
Meditasi obyek pernafasan
Namo Buddhaya.
Bhante saya mau minta petunjuk bagaimana cara meditasi yang baik dan benar dengan obyek pernapasan, anapasati. Bagaimana tahapan-tahapan yang terjadi ? Seringkali ketika saya bermeditasi dengan usaha konsentrasi penuh, kesadaran saya melemah, atau tertidur, ataupun ketika kesadaran kuat, konsentrasi lemah karena merasakan sensasi2 tubuh jasmani, detak jantung, kesemutan, dll.. Mohon petunjuknya.. Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi pada prinsipnya adalah latihan ketrampilan memusatkan pikiran pada satu obyek. Obyek meditasi yang paling sering dipergunakan adalah memperhatikan proses masuk dan keluarnya udara saat bernafas secara alamiah.
Selama meditasi, misalnya sekitar 30 hingga 60 menit, pusatkan seluruh perhatian untuk merasakan dan mengetahui secara jelas saat udara masuk dan keluar melalui lubang hidung. Apabila pikiran kemudian memikirkan hal lain, upayakan untuk dikembalikan pada obyek awal yaitu perhatian pada pernafasan. Kondisi ini mungkin saja sering terjadi selama berlatih meditasi. Tidak masalah. Itu adalah hal wajar. Teruskanlah berlatih meditasi setiap hari.
Dengan latihan yang rutin, maka lama kelamaan pikiran menjadi lebih mudah dipusatkan pada obyek meditasi. Saat pikiran mulai terpusat, batin pun menjadi lebih tenang. Kadang pada saat itu timbul perasaan seperti mengantuk. Hal tersebut adalah normal. Untuk mengatasinya, saat pikiran mulai terasa agak ringan dan melayang, kesadaran mulai melemah, upayakan pikiran untuk lebih kuat memperhatikan obyek. Dengan terus menerus berlatih maka pikiran akan menjadi trampil memegang obyek sehingga rasa mengantuk dapat dilewati, kualitas konsentrasi pun meningkat.
Setelah fokus pada obyek mampu dipertahankan untuk waktu yang relatif cukup lama, maka tahap selanjutnya pergunakanlah kualitas konsentrasi tersebut untuk merasakan berbagai sensasi tubuh jasmani seperti kesemutan dsb. Apabila konsentrasi masih belum terlalu mampu dipertahankan untuk waktu yang lama, sebaiknya usahakan pikiran tetap dipusatkan pada obyek semula. Abaikan terlebih dahulu semua sensasi pada tubuh jasmani yang sering dirasakan selama ini. Latihan memperhatikan sensasi tubuh jasmani selama duduk bermeditasi menjadi persiapan untuk memperhatikan semua perilaku badan, ucapan dan pikiran selama melaksanakan aktifitas sehari-hari.
Perhatian dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari inilah yang menjadi tujuan utama berlatih duduk meditasi setiap hari. Pengembangan kesadaran sepanjang hari menjadikan batin tenang karena mengerti bahwa hidup adalah saat ini. Masa lalu hanyalah kenangan yang dapat dijadikan pelajaran. Masa depan masih harapan yang harus mulai dikerjakan saat ini secara maksimal. Saat inilah kenyataan. Kesadaran pada saat ini menimbulkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.
Semoga jawaban ini bermanfaat serta meningkatkan semangat untuk berlatih meditasi secara rutin dan dilanjutkan dengan mengembangkan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

1 komentar:

  1. gambar wallpapernya bagus banget yang sang buddha meditasi, bole minta ga? terima kasih

    BalasHapus