Minggu, 02 Oktober 2011

Dasar-Dasar Meditasi



Pelaksanaan Buddha Dhamma atau ajaran yang dibabarkan oleh Sang Buddha Gotama sekitar 2500 tahun yang lalu dilakukan melalui tiga perbuatan kebajikan. Ketiga perilaku kebajikan yang tidak dapat dilepaskan satu per satu itu adalah kerelaan (dana) , kemoralan (sila) , serta konsentrasi(samadhi) . Kerelaan atau dana pada tingkat awal adalah latihan agar seseorang mampu melepaskan keterikatan dengan berbagai benda duniawi. Ia dilatih untuk mampu berbagi makanan, pakaian, tempat tinggal maupun berbagai benda keduniawian lainnya. Pada tingkat selanjutnya, latihan kerelaan dilakukan dengan berbagi perhatian, kasih sayang maupun pengertian terhadap lingkungan. Pada tahap lanjutan ini, kerelaan yang tertinggi adalah ketika seseorang mampu merelakan keakuan yang ia miliki. Ia mampu merelakan kebencian berubah menjadi kasih sayang. Ia merelakan permusuhan menjadi persahabatan. Ia mampu merelakan keinginan untuk diperhatikan menjadi pengabdian kepada masyarakat luas. Kemampuan tertinggi ini menjadi nyata dengan munculnya rasa sayang terhadap semua mahluk. Ia selalu berharap agar semua mahluk selalu hidup bahagia, bebas dari penderitaan maupun kebencian.
Kemoralan atau sila adalah latihan pengendalian perilaku badan maupun ucapan agar tidak menimbulkan penderitaan untuk diri sendiri maupun fihak lain. Dalam melaksanakan latihan kemoralan dikenal, paling sedikit, adanya lima latihan kemoralan yang biasa disebut sebagaiPancasila Buddhis . Pancasila Buddhis terdiri dari latihan untuk mengurangi pembunuhan serta penganiayaan, latihan untuk tidak melakukan pencurian, latihan untuk tidak melakukan pelanggaran kesusilaan atau perjinahan, latihan untuk tidak mengucapkan kata yang tidak benar atau bohong dan latihan kelima adalah berusaha menghindari makan minum berbagai bahan yang dapat menimbulkan ketagihan maupun hilangnya kesadaran akibat mabuk. Tujuan melaksanakan kelima latihan ini agar seseorang selalu menyadari semua tindakan badan maupun ucapannya.
Agar seseorang lebih mampu menyadari segala bentuk perilaku badan dan ucapannya, maka ia hendaknya melaksanakan latihan ketiga yaitu konsentrasi atau samadhi . Latihan konsentrasi ini menjadi sangat penting karena seseorang dikondisikan untuk tidak hanya terkendali perbuatan badan dan ucapannya saja, melainkan juga perbuatan melalui pikiran. Mereka yang memiliki perilaku badan dan ucapan yang baik belum tentu mempunyai pikiran yang baik. Namun, seseorang yang telah memiliki pikiran baik, tentu perilaku badan dan ucapannya akan baik pula. Pelaksanaan latihan konsentrasi ini atau sering disebut sebagai Samatha Bhavana menjadi dasar latihan kesadaran yang lebih tinggi yaitu selalu sadar dan perhatian setiap gerak-gerik pikiran yang muncul dan tenggelam yang disebut sebagai Vipassana Bhavana . Pentingnya upaya seseorang berlatih konsentrasi maupun kesadaran ini didukung dengan inti Ajaran Sang Buddha tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan. Seperti telah diketahui bersama bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah satu jalan yang terdiri dari delapan unsur yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar, Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Delapan unsur Jalan Mulia ini sering dikelompokkan menjadi tiga bagian besar yang disebut sebagai kelompok kebijaksanaan (panña) , kemoralan (sila) dan konsentrasi (samadhi) . Kebijaksanaan meliputi dua unsur pertama yaitu Pandangan Benar dan Pikiran Benar. Kemoralan terdiri dari tiga unsur berikutnya yaitu Ucapan Benar, Perbuatan Benar, serta Mata Pencaharian Benar. Sedangkan konsentrasi terdiri dari Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Pelaksanaan satu Jalan Mulia yang memiliki delapan unsur ini secara tekun dan penuh semangat akan dapat membebaskan seseorang dari ketamakan (lobha), kebencian (dosa) serta kegelapan batin (moha).
Dari pembagian kelompok Jalan Mulia Berunsur Delapan tersebut, jelas sudah bahwa konsentrasi menjadi salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kedua bagian lainnya. Latihan konsentrasi pada awalnya dilakukan dengan memusatkan pikiran pada obyek meditasi yang telah ditentukan. Pencapaian tertinggi meditasi konsentrasi (Samatha Bhavana) ini disebut dengan Jhana . Apabila tingkat konsentrasi ini dapat dicapai, maka pelaku meditasi dapat melanjutkan dengan mengembangkan kesadaran pada segala gerak gerik pikiran maupun badan. Latihan meditasi tingkat lanjutan ini disebut sebagai meditasi mengembangkan kesadaran (Vipassana Bhavana) yang hasil tertingginya adalah kebijaksanaan (Panña) . Untuk mencapai kebijaksanaan sebagai hasil latihan pengendalian pikiran secara maksimal, diperlukan beberapa persiapan dasar. Seperti diketahui bahwa pikiran adalah merupakan bagian dari batin, sedangkan manusia terdiri dari badan serta batin, maka persiapan badan yang baik akan mendukung perkembangan kualitas batin yang baik pula. Persiapan badan dimulai dengan memahami posisi badan yang ideal selama bermeditasi. Ada empat posisi meditasi yang dapat dipergunakan yaitu duduk, berdiri, berjalan serta berbaring.
Posisi duduk biasanya dilakukan dengan bersila, yaitu menyilangkan kedua kaki. Idealnya, kedua kaki terlipat sedemikian rupa sehingga kedua telapak kaki terletak di atas paha. Jadi, telapak kaki kiri berada di atas paha kanan dan telapak kaki kanan terletak di atas paha kiri. Namun, kalau sulit untuk melakukan posisi ini, boleh juga kaki kiri dilipat dan diletakkan di bawah kaki kanan. Telapak kaki kanan berada di atas paha kiri. Akan tetapi, jika posisi ini pun sulit dilakukan, pergunakan posisi apapun juga yang penting duduk bisa terasa nyaman tanpa diganggu rasa kesemutan untuk waktu meditasi yang telah ditentukan, misalnya 15 atau 30 menit tanpa bergerak.
Setelah mampu memposisikan kaki sehingga nyaman duduk, maka letakkan kedua telapak tangan berada di pangkuan. Telapak tangan kiri berada di bawah telapak tangan kanan. Biasanya, kedua ujung ibu jari dipertemukan. Duduklah dengan tegak namun santai. Kepala tegak, mata dipejamkan, dan bernafaslah secara normal. Pusatkan pikiran pada obyek meditasi yang telah dipilih. Apabila pikiran memikirkan hal lain, sadarilah dan segera pusatkan kembali pada obyek meditasi tersebut. Demikian seterusnya selama waktu meditasi yang telah ditentukan.
Adapun meditasi dengan posisi berdiri dilakukan sesuai namanya yaitu memusatkan pikiran sambil berdiri tegak. Agar seseorang mampu berdiri secara nyaman, posisikan kedua telapak kaki satu sama lain berjarak selebar pundak. Tangan biasanya diletakkan di bawah pusar, telapak tangan kiri menempel di badan dan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri. Tentu saja tangan boleh diposisikan di tempat lain, misalnya di samping badan, bersilang tangan di depan dada bahkan bersilang tangan di pinggang. Posisikan tangan senyaman mungkin sehingga selama waktu berdiri yang telah ditentukan, konsentrasi tidak terganggu. Kedua mata dipejamkan dan seluruh perhatian dipusatkan pada obyek meditasi.
Posisi meditasi yang lain adalah berjalan. Posisi tangan tetap di bawah perut, atau mungkin di samping badan, bersilang di depan dada ataupun di pinggang. Secara perlahan namun penuh konsentrasi, langkahkan kaki satu demi satu. Pada saat melangkah, seluruh perhatian dipusatkan pada obyek meditasi yaitu, biasanya, proses berjalan atau telapak kaki yang sedang melangkah. Perhatian pada proses berjalan dilakukan dengan merasakan saat kaki diangkat, maju dan diletakkan. Perhatian pada telapak kaki dilakukan dengan menyadari bagian belakang, tengah serta depan telapak kaki yang diangkat dan diletakkan. Meditasi berjalan ini dilakukan di tempat yang lurus dan rata. Jarak yang dipergunakan sekitar 15 langkah sampai dengan 25 langkah. Pelaku meditasi berjalan perlahan sampai di ujung jalan kemudian berbalik dan berjalan kembali sampai di ujung jalan yang lain. Demikian seterusnya sampai selesai waktu meditasi yang ditentukan. Jika kekuatan konsentrasi semakin tinggi, langkah yang dilakukan juga akan semakin perlahan. Ada kemungkinan, jarak sejauh 25 langkah tersebut ditempuh dalam waktu 30 menit atau lebih. Satu langkah mungkin menjadi dua menit atau lebih karena pikiran terpusat sangat kuat memperhatikan kaki yang sedang bergerak.
Sedangkan posisi meditasi yang keempat adalah berbaring. Posisi ini perlu dibedakan dengan tiduran. Tiduran dilakukan dengan tubuh telentang, tengkurap ataupun menyamping, kepala di atas bantal. Sedangkan posisi meditasi berbaring dilakukan dengan tubuh menyamping ke sebelah kanan, kepala ditopang oleh tangan kanan. Tangan kiri terletak di atas sisi kiri badan. Kaki kiri terletak di atas kaki kanan. Kedua mata dipejamkan. Seluruh perhatian dipusatkan pada obyek meditasi yang telah dipilih.
Meditasi sebaiknya dilakukan pada waktu dan tempat yang sama. Biasanya orang berlatih meditasi pada saat ia bangun tidur dan akan tidur. Lama meditasi, paling sedikit 15 menit sampai dengan 60 menit atau lebih. Lakukan meditasi sesuai dengan kemampuan. Sebelum meditasi, boleh saja melakukan sedikit upacara ritual menurut keyakinan masing-masing. Umat Buddha biasanya melakukan pembacaan paritta atau mengulang kotbah Sang Buddha sekitar 15 sampai 20 menit. Upacara ritual ini diperlukan agar pikiran lebih terarah pada kegiatan spiritual daripada kegiatan material.
Selama duduk bermeditasi, pelaku meditasi dapat memilih salah satu dari 40 obyek meditasi yang dikenal dalam Dhamma. Agar lebih jelas dan membantu pemilihan obyek meditasi, berikut ini secara singkat akan diuraikan obyek-obyek tersebut yaitu:
a.        Sepuluh kasina(benda), yaitu :
01.
Pathavi kasina= benda berwujud tanah
02.
Apo kasina= benda berwujud air
03.
Teja kasina= benda berwujud api
04.
Vayo kasina= merasakan wujud udara atau angin
05.
Nila kasina= benda berwarna biru
06.
Pita kasina= benda berwarna kuning
07.
Lohita kasina= benda berwarna merah
08.
Odata kasina= benda berwarna putih
09.
Aloka kasina= benda berwujud cahaya
10.
Akasa kasina= benda berwujud ruangan terbatas
b.       Sepuluh asubha(ketidakindahan), yaitu :
01.
Uddhumataka= wujud mayat yang membengkak
02.
Vinilaka= wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
03.
Vipubbaka= wujud mayat yang bernanah
04.
Vicchiddaka= wujud mayat yang terbelah di tengahnya
05.
Vikkahayitaka= wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
06.
Vikkhittaka= wujud mayat yang telah hancur lebur
07.
Hatavikkhittaka= wujud mayat yang busuk dan hancur
08.
Lohitaka= wujud mayat yang berlumuran darah
09.
Puluvaka= wujud mayat yang dikerubungi belatung
10.
Atthika= wujud tengkorak
c.       Sepuluh anussati(perenungan), yaitu :
01.
Buddhanussati= perenungan terhadap Buddha atau mereka yang telah mencapai kesucian
02.
Dhammanussati= perenungan terhadap Dhamma atau Ajaran mereka yang telah mencapai kesucian
03.
Sanghanussati= perenungan terhadap Sangha yaitu para siswa yang telah mencapai kesucian
04.
Silanussati= perenungan terhadap kemoralan
05.
Caganussati= perenungan terhadap kebajikan kedermawanan
06.
Devatanussati= perenungan terhadap makhluk-makhluk agung, para dewa dewi penghuni berbagai tingkat alam surga
07.
Marananussati= perenungan terhadap kematian yang dapat dialami oleh semua mahluk
08.
Kayagatasati= perenungan terhadap badan jasmani sendiri
09.
Anapanasati= perenungan terhadap proses pernapasan yang mengalir secara alamiah
10.
Upasamanussati= perenungan terhadap Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirvana (Bhs. Sanskerta)
d.     Empat appamañña(keadaan tanpa batas), yaitu :
01.
Metta= cinta kasih yang universal, tanpa pamrih, tanpa batas
02.
Karuna= belas kasihan atas penderitaan mahluk lain
03.
Mudita= perasaan simpati atas kebahagiaan mahluk lain
04.
Upekkha= keseimbangan batin
e.Satu aharapatikulasanna(perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
f.       Empat arupa(perenungan pada bukan materi) :
01.
Kasinugaghatimakasapaññatti= obyek ruangan di keluar kasina
02.
Akasanancayatana-citta= obyek kesadaran tanpa batas
03.
Natthibhavapaññati= obyek kekosongan
04.
Akincaññayatana-citta= obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
Adapun penjelasan sekilas tentang masing-masing obyek meditasi tersebut adalah :
•  Sepuluh kasina (benda)
Kasina tanah pada mulanya menggunakan obyek segumpal tanah. Namun, dalam perkembangan selanjutnya pelaku meditasi dapat menggunakan tanah bentukan, misalnya kendi dsb. Kasina air mempergunakan air yang diletakkan di sebuah tempat, misalnya gelas atau mangkuk. Kasina api biasanya mempergunakan nyala api lilin. Kasina angin dilakukan dengan merasakan angin yang berhembus dan mengenai tubuh sendiri. Kasina warna dilakukan dengan mempersiapkan peralatan dari kertas atau media lainnya yang dengan diberi warna biru, kuning, merah, atau putih. Kasina cahaya mempergunakan cahaya matahari atau bulan yang memantul di dinding atau di lantai melalui jendela atau sejenisnya. Kasina ruangan terbatas mempergunakan ruangan kosong yang mempunyai batas-batas disekelilingnya misalnya kamar kosong atau bahkan sebuah drum dsb.
Pelaku meditasi dengan mempergunakan salah satu dari obyek ini berusaha memusatkan perhatian pada obyek yang telah ditentukan dengan cara memandangnya untuk waktu yang cukup lama. Ia masih diperbolehkan untuk berkedip seperlunya. Ia terus memusatkan perhatian sampai seluruh obyek itu dapat diingat dan divisualisasikan atau dibayangkan dengan baik dalam batin. Dengan demikian, ia mampu melihat obyek itu secara jelas dan sama pada saat ia membuka maupun menutup mata.
•  Sepuluh asubha (ketidakindahan)
Pelaku meditasi dengan obyek ini menyaksikan sendiri atau membayangkan (visualisasi) dalam batinnya sehingga ia dapat melihat dengan jelas mayat yang dimasukkan ke lubang kuburan, membengkak, membiru, bernanah, terbelah di tengahnya, dikoyak-koyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya hanya sebagai tengkorak saja. Kemudian, ia hendaknya menyimpulkan bahwa “Sebagaimana mayat itu, demikian pula tubuh ini. Bagian dalam maupun bagian luar. Saat ini saya masih sehat dan segar, namun, suatu saat pasti saya pasti akan hancur seperti mayat itu.”. Perenungan dan pemahaman terhadap mayat akan mengkondisikan seseorang dapat terbebas dari kemelekatan dengan segala sesuatu, termasuk dengan tubuhnya sendiri.
•  Sepuluh anussati (perenungan)
Pelaku meditasi yang mempergunakan obyek perenungan Buddhanussati, merenungkan sembilan sifat Sang Buddha yaitu maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan.
Demikian pula dalam Dhammanussati , pelaku meditasi merenungkan enam sifat Dhamma yaitu Dhamma telah sempurna dibabarkan, nyata di dalam kehidupan, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat dihayati oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.
Obyek Sanghanussati dilaksanakan dengan merenungkan sembilan sifat Ariya-Sangha yaitu mereka yang telah bertindak baik, lurus, benar dan patut. Mereka patut menerima pujaan, patut menerima sambutan, patut menerima persembahan, patut menerima penghormatan, ladang menanam jasa yang tiada taranya bagi mahluk dunia.
Obyek silanussati dilaksanakan dengan merenungkan sila atau kemoralan yang telah dilaksanakan dengan sempurna, tidak tercela dan dipuji oleh para bijaksana serta menuju pemusatan pikiran.
Obyek caganussati dilaksanakan dengan merenungkan kebajikan berdana yang telah dilaksanakan yang mampu mengurangi bahkan melenyapkan kekikiran.
Obyek devatanussati dilaksanakan dengan merenungkan para dewa dan dewi penghuni berbagai tingkat surga yang berbahagia serta sedang menikmati hasil perbuatan baik yang telah dilakukannya.
Obyek marananussati dilaksanakan dengan merenungkan, “Kematian pasti akan aku alami. Badan yang telah menjadi bangkai akan dimakan oleh ulat, kutu, belatung, serta binatang lainnya yang hidup dengan ini. Bahwa aku tidak pernah mengetahui saat, tempat dan cara ku mengalami kematian. Aku juga tidak mengetahui kemana aku akan terlahirkan kembali setelah kematian.”
Obyek kayagatasati dilakukan dengan merenungkan 32 bagian tubuh mulai dari telapak kaki sampai kepala atau sebaliknya semuanya diselubungi kulit yang berisikan penuh kekotoran. Dalam badan terdapat rambut di kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, kotoran, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing, dan otak.
Obyek paling disukai dan dijadikan dasar latihan meditasi di berbagai tempat adalah anapanasatiyang dilaksanakan dengan selalu merenungkan atau mengamati saat nafas keluar maupun masuk secara alamiah. Pelaku meditasi tidak perlu mengatur nafas. Ia hanya selalu berusaha menyadari saat nafas masuk dan keluar.
Obyek upasamanussati dilakukan dengan merenungkan Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirwana (Bhs. Sanskerta) yang terbebas dari kekotoran batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.
•  Empat appamañña (keadaan tanpa batas)
Keempat keadaan tanpa batas ini sering disebut sebagai Brahma Vihara (kediaman luhur). Pelaksanaan metta-bhavana dapat dilakukan dengan memancarkan pikiran cinta kasih terhadap diri sendiri, orangtua, guru, teman-teman, bahkan kepada para musuhnya. Namun, selain cara tersebut, ada pula yang menggunakan pengulangan dalam batin kalimat “Semoga semua mahluk berbahagia.” Dengan pengulangan ini, si pelaku adalah mahluk, semoga ia mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan harapan yang ia miliki. Demkian pula keluarganya adalah mahluk, semoga keluarganya mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan harapan mereka masing-masing. Lingkungan juga mahluk, kiranya mereka semua mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan kamma masing-masing. Bahkan, para musuhnya pun mahluk, semoga mereka semua berbahagia. Pengulangan kalimat cinta kasih ini akan dapat mengendalikan bahkan melenyapkan kebencian yang mungkin saja dimiliki oleh pelaku meditasi.
Pelaksanaan karuna-bhavana dilakukan dengan berusaha memancarkan pikiran penuh welas asih serta belas kasihan kepada mereka yang sedang menderita, mengalami kemalangan, sedih, sengsara dan sebagainya.
Pelaksanaan mudita-bhavana dilakukan dengan berusaha memancarkan pikiran penuh simpati kepada mereka yang sedang berbahagia atau bahkan lebih bahagia daripada pelaku meditasi. Ia hendaknya merasakan kebahagiaan ketika melihat mahluk lain berbahagia.
Pelaksanaan upekkha-bhavana dilakukan dengan mengembangkan sikap tenang seimbang ketika pelaku meditasi dalam kehidupan sehari-hari mengalami delapan kondisi keduniawian akibat perubahan waktu yaitu suka – duka, dipuji – dicela, untung – rugi, memperoleh pangkat – dipecat.
•  Satu aharapatikulasañña (perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
Penggunaan obyek aharapatikulasañña ini dilakukan dengan merenungkan bahwa makanan yang nikmat dilihat dan harum baunya, ketika dikunyah dan dimuntahkan kembali akan menghilangkan nafsu makan. Begitu pula ketika makanan yang telah ditelan dimuntahkan kembali. Apalagi ketika sisa makanan yang telah ditelan dan dicernakan keluar dari tubuh berbentuk cairan (urine) dan kotoran (tinja). Perenungan pada makanan ini akan membangkitkan pengertian bahwa makanan hanya untuk hidup bukan hidup untuk makan. Tidak ada gunanya seseorang melekat dengan makanan. Ia dapat membedakan dengan jelas antara kebutuhan dan keinginan makan. Ia tidak lagi makan secara berlebihan.
•  Satu catudhatuvavatthana (analisa terhadap empat unsur dalam badan jasmani)
Pelaksanaan meditasi dengan obyek catudhatuvavatthana dilakukan dengan merenungkan bahwa dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu :
    1. Pathavi-dhatu (unsur tanah atau unsur padat) yaitu segala sesuatu yang bersifat keras atau padat. Misal : rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, dan lain-lain.
    2. Apo-dhatu (unsur air atau unsur cair) yaitu segala sesuatu yang bersifat berhubungan yang satu dengan yang lain atau melekat. Misal : empedu, lendir, nanah, darah, dan lain-lain.
    3. Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas) yaitu segala sesuatu yang bersifat panas dingin. Misal : Kondisi badan yang biasanya hangat, namun bisa menjadi panas ketika sakit atau kedinginan di suatu tempat.
    4. Vayo-dhatu (unsur angin atau unsur gerak) yaitu segala sesuatu yang bersifat bergerak. Misal : angin yang berada dalam perut atau usus, angin yang keluar masuk sewaktu seseorang bernapas, dan lain-lain.
•  Empat arupa (perenungan pada bukan materi)
Pelaksanaan kasinugaghatimakasapaññati dilakukan setelah batin mencapai kesempurnaan visualisasi kasina kemudian dilanjutkan dengan perenungan pada ruangan tanpa batas dengan tetap melakukan visualisasi atau membayangkan “Ruangan. Ruangan. Ruangan ini tidak terbatas” dan gambaran kasina yang telah dicapai digantikan dengan ruangan tanpa batas ini.
Pelaksanaan akasanancayatana-citta dilakukan dengan menembus mempergunakan kesadarannya ruangan tanpa batas tersebut sambil merenungkan, “Tak terbataslah kesadaran itu”. Pelaku meditasi secara terus menerus memikirkan penembusan ruangan itu.
Pelaksanaan natthibhavapaññati dilakukan dengan mengarahkan perhatian pada kekosongan atau kehampaan serta tidak ada apa-apanya kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu. Pelaku meditasi terus menerus merenungkan, “Tidak ada apa-apa di sana. Semua hanyalah kekosongan”.
Pelaksanaan akincaññayatana-citta dilakukan dengan merenungkan keadaan kekosongan sebagai ketenangan atau kesejahteraan. Apabila pelaku meditasi telah mencapai kondisi ini maka ia hendaknya mengembangkan pencapaian dari sisa unsur-unsur batin yang lain yaitu perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran sampai batas kelenyapannya. Jadi, setelah kekosongan itu dicapai, maka kesadaran mengenai kekosongan itu dilepas, seolah-olah tidak ada pencerapan lagi.
Setelah mengetahui satu persatu 40 obyek meditasi yang diuraikan di atas, maka pelaku meditasi dapat memilih salah satu obyek yang sesuai. Pemilihan obyek meditasi dapat berdasarkan kecepatan seseorang mampu mengkonsentrasikan pikiran menggunakan obyek tersebut. Bisa juga, pemilihan obyek meditasi berdasarkan saran atau nasehat dari orang yang dianggap lebih berpengalaman dalam meditasi. Namun, ada kalanya, pemilihan obyek dilakukan berdasarkan sifat yang dimiliki pelaku meditasi. Dalam Dhamma disebutkan ada beberapa sifat dasar manusia dan obyek meditasi yang disarankan. Sifat dasar manusia tersebut adalah:
  1. Orang yang dominan nafsu ketamakannya atau Raga-carita
  2. Orang yang dominan kebenciannya atau Dosa-carita
  3. Orang yang tidak pandai (dungu) atau Moha-carita
  4. Orang yang kuat keyakinannya atau Saddha-carita
  5. Orang yang bijaksana (pandai) atau Buddhi-carita
  6. Orang yang suka melamun atau Vitakka-carita
Ciri-ciri orang yang mempunyai ragacarita adalah melaksanakan segala sesuatu berdasarkan nafsu ketamakan. Ia cenderung menyukai keindahan dan kecantikan, kagum melihat suatu kebajikan walaupun hal tersebut kecil sekali, mudah melupakan kesalahan orang lain, cerdik, sombong, berambisi besar, mementingkan diri sendiri. Untuk mereka yang mempunyai ragacarita , maka obyek yang sesuai dalam melaksanakan meditasi adalah ketidakindahan (asubha) dan perenungan pada badan (kayagatasati) .
Ciri-ciri orang yang mempunyai dosacarita adalah melaksanakan sesuatu berdasarkan kebencian. Ia cenderung suka marah, jengkel, iri hati, tidak senang melihat kesalahan walaupun kecil, tidak mau perduli terhadap kebajikan orang lain walaupun besar, suka bermusuhan, memandang rendah orang lain, suka memerintah dan mendikte orang lain. Untuk mereka yang mempunyai dosacarita , maka obyek yang sesuai dalam melaksanakan meditasi adalah empat appamañña yaitu metta, karuna, mudita dan upekkha serta empat kasina (biru, kuning, merah dan putih).
Ciri-ciri orang yang mempunyai mohacarita adalah melaksanakan sesuatu berdasarkan kebodohan batin. Ia cenderung lemah batin, suka bingung, suka ragu-ragu, suka khawatir, menggantungkan diri pada pendapat orang lain, pikiran ruwet, malas, pendiriannya tidak tetap, kadang-kadang kukuh memegang suatu pandangan. Untuk mereka yang mempunyai mohacarita , maka obyek yang sesuai dalam melaksanakan meditasi ialah anapanasati yaitu berupaya mengetahui saat nafas masuk dan keluar yang mengalir secara alamiah.
Ciri-ciri orang yang mempunyai saddhacarita adalah melaksanakan segala sesuatu tindakan berdasarkan keyakinan. Ia cenderung rendah hati, dermawan, jujur, suka menemui orang-orang yang dianggap suci, suka mendengarkan Dhamma, yakin pada sesuatu yang dianggap baik. Untuk mereka yang mempunyai saddhacarita , maka obyek yang sesuai dipergunakan dalam melaksanakan meditasi adalah enam anussati Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati, silanussati, caganussati, dan devatanussati ).
Ciri-ciri orang yang mempunyai buddhicarita adalah melaksanakan segala sesuatu berdasarkan sikap hati-hati. Ia cenderung merenungkan Tiga Corak Umum (Tilakkhana) yaitu ketidakkekalan, dukkha dan tanpa inti yang kekal. Ia sering bermeditasi, bersedia mendengarkan saran atau nasehat orang lain, mempunyai kawan-kawan yang baik. Untuk mereka yang mempunyai buddhicarita , maka obyek yang sesuai dalam bermeditasi adalah perenungan pada kematian (marananussati) , merenungkan Nibbana (upasamanussati) , merenungkan tentang makanan (aharapatikulasañña) , dan merenungkan empat unsur badan jasmani (catudhatuvavatthana) .
Ciri-ciri orang yang mempunyai vitakkacarita adalah melaksanakan sesuatu berdasarkan tergesa-gesa. Ia cenderung gugup, suka berteori, pikiran sering berkeliaran, tidak suka bekerja untuk kepentingan sosial. Untuk mereka yang mempunyai vitakkacarita , maka obyek yang cocok untuk melaksanakan meditasi adalah anapanasati atau perhatian pada saat nafas dan keluar secara alamiah.
Jika seseorang telah dapat menentukan posisi duduk yang nyaman serta obyek meditasi yang sesuai, maka ia dapat mulai berlatih meditasi secara rutin di waktu dan tempat yang sesuai. Dalam proses memusatkan perhatian, pelaku meditasi biasanya akan berhadapan dengan rintangan batin yang menghalangi pencapaian tingkat konsentrasi yang lebih baik. Dalam Dhamma disebutkan paling tidak terdapat lima rintangan batin yang disebut sebagai Nivarana yaitu:
  1. Kamachanda atau nafsu-nafsu keinginan
  2. Byapada atau kemauan jahat
  3. Thina-middha atau kemalasan dan kelelahan
  4. Uddhacca-kukkucca atau kegelisahan dan kekhawatiran
  5. Vicikiccha atau keragu-raguan
Untuk menaklukkan kelima rintangan batin tersebut, pelaku meditasi hendaknya mengetahui penyebab timbulnya rintangan batin itu dan berusaha menghindarinya serta melakukan usaha-usaha yang dapat melenyapkan kelima rintangan batin tersebut.
Nafsu-nafsu keinginan (kamachanda) akan timbul apabila seseorang berulang-ulang memperhatikan obyek yang indah tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk membebaskan diri dari nafsu keinginan serta mampu menimbulkan kebijaksanaan, pelaku meditasi hendaknya selalu berusaha melaksanakan meditasi menggunakan obyek yang tidak indah (asubha) atau menjijikkan serta berusaha menghindari obyek-obyek yang mampu membangkitkan nafsu atau merangsang. Ia harus berusaha menguasai pikiran dan mengendalikan indria-indrianya. Ia hendaknya senantiasa berbicara tentang kesempurnaan hidup, tentang kepuasan, kesunyian, kebajikan, kebebasan dari nafsu-nafsu.
Kemauan jahat (byapada) akan timbul apabila seseorang secara berulang-ulang memperhatikan obyek yang menyebabkan timbulnya kebencian tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk menaklukkan kemauan jahat tersebut serta menumbuhkan kebijaksanaan, ia hendaknya selalu melaksanakan meditasi cinta kasih, selalu ingat bahwa setiap orang adalah pemilik dan pewaris dari perbuatan ataukamma sendiri. Mereka yang hidup berbahagia adalah karena mereka mempunyai kebajikan yang cukup untuk mendukung kebahagiaan mereka sendiri. Sedangkan, mereka yang hidup menderita adalah karena kamma buruk yang mereka lakukan dan miliki.
Kemalasan dan kelelahan (thina-middha) akan timbul apabila seseorang berulang-ulang selalu mengikuti rasa segan, rasa malas, rasa lelah, mengantuk sesudah makan, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk membebaskan diri dari kemalasan dan kelelahan serta menumbuhkan kebijaksanaan, ia hendaknya senantiasa merenungkan obyek cahaya secara maksimal. Ia hendaknya selalu melihat penderitaan di dalam ketidakkekalan. Ia hendaknya selalu merenungkan Ajaran Sang Buddha dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kegelisahan dan kekhawatiran (uddhacca-kukkucca) akan timbul apabila seseorang berulang-ulang selalu mengikuti ketidaktentraman pikiran tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk mengatasi kegelisahan dan kekhawatiran tersebut serta menumbuhkan kebijaksanaan, ia hendaknya selalu mempelajari dan memahami Kitab Suci Tipitaka. Ia harus selalu berusaha melaksanakan kemoralan(sila) dengan sempurna.
Keragu-raguan (vicikiccha) akan timbul apabila seseorang berulang-ulang selalu memperhatikan sesuatu yang menyebabkan timbulnya keragu-raguan tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk membebaskan diri dari keragu-raguan itu dan menumbuhkan kebijaksanaan, ia hendaknya selalu meneguhkan keyakinan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Dengan memahami penyebab timbulnya kelima rintangan batin dan cara mengatasinya, maka secara bertahap, rintangan batin dapat dikendalikan bahkan dilenyapkan. Hilangnya kelima rintangan batin tersebut akan mengkondisikan pelaku meditasi mampu memusatkan pikiran pada obyek meditasi yang telah ditentukan. Pemusatkan pikiran pada obyek meditasi ini dicapai melalui beberapa tahap. Adapun tahap yang dimaksudkan adalah:
  1. Vitakka , upaya pelaku meditasi untuk berusaha memegang obyek.
  2. Vicara , keadaan pikiran yang mampu memegang obyek dengan kuat.
  3. Piti , ialah kegembiraan karena telah terbebas dari tekanan perasaan.
  4. Sukha , ialah kebahagiaan yang tidak terhingga.
  5. Ekaggata , ialah pemusatan pikiran yang kuat.
Vitakka dan vicara adalah dua tahap meditasi yang saling berdekatan dan berkaitan. Kedekatan kedua tahap ini sering dicontohkan sebagai bunyi dan gema sebuah gong yang dipukul. Ketika gong dipukul maka akan terdengar bunyi yang bergaung dan bergema. Suara gong yang dipukul adalahvitakka dan gema atau gaung suara gong adalah vicara . Demikian pula saat bermeditasi, suasana pikiran pada saat permulaan memegang obyek disebut vitakka , sedangkan suasana pikiran ketika telah berhasil memegang obyek dengan kuat disebut vicara .
Tahap ketiga yaitu piti . Kegembiraan atau piti ini dapat disamakan dengan rasa gembira yang luar biasa ketika seseorang mampu melakukan kebajikan yang besar. Kegembiraan dalam meditasi ini menurut Dhamma disebutkan ada lima tahap yaitu kecil, sesaat, sekejab-sekejab, mengharukan dan meresap. Kegembiraan kecil tercapai ketika seseorang merasakan air mata mengalir atau rambut di seluruh badan berdiri. Kegembiraan sesaat tercapai ketika pelaku meditasi menyaksikan cahaya seperti kilat atau perasaan menusuk yang tidak sakit di seluruh tubuh. Kegembiraan sekejab-sekejab tercapai ketika pencapaian kegembiraan sesaat dapat dirasakan untuk waktu yang lebih lama. Selain itu, kegembiraan jenis ini juga timbul dalam bentuk perasaan seperti terayun-ayun atau bergoyang-goyang karena ombak. Kegembiraan mengharukan tercapai ketika timbul perasaan gembira yang luar biasa sehingga disertai perbuatan jasmani seperti melayang di udara. Dan kegembiraan kelima adalah kegembiraan meresap yang tercapai ketika pelaku meditasi mengalami kegembiraan yang dialami di seluruh tubuh serta berlangsung untuk waktu yang lama.
Tahap ke empat adalah sukha atau kebahagiaan yang dibedakan dengan piti atau kegembiraan. Untuk memahami perbedaan antara keduanya dapatlah dicontohkan dengan orang yang sangat sangat lapar, mungkin ia sudah tidak makan beberapa hari. Ia kemudian berjumpa dengan makanan yang sangat digemarinya. Ia sangat gembira melihat makanan itu. Perasaan inilah piti yang timbul sebagai akibat kebebasan dari tekanan perasaan. Ketika ia telah makan dan menikmati makanan kegemarannya itu, maka batinnya menjadi sangat bahagia. Ia merasakan kepuasan yang sangat mendalam. Perasaan inilah yang disebut sebagai sukha .
Tahap tertinggi adalah ekaggata yang dicapai ketika pikiran telah terpusat pada obyek secara kuat, sehingga rintangan batin (nivarana) tidak mampu mengganggu lagi.
Pencapaian lima tahap meditasi ini disebut dengan Jhana atau pencapaian tertinggi dalam meditasi konsentrasi (Samatha Bhavana) . Dengan kekuatan Jhana , pelaku meditasi dapat mengendapkan rintangan batin. Ketika Jhana merosot, maka rintangan batin akan timbul kembali. Jhana adalah alat pembasmi rintangan batin ( nivarana) vitakka membasmi kemalasan atau kelelahan (thina-middha) ,vicara membasmi keragu-raguan (vicikiccha) piti membasmi kemauan jahat (byapada) sukhamembasmi kegelisahan dan kekuatiran (uddhacca-kukkucca) , dan ekaggata membasmi nafsu-nafsu keinginan (kamachanda) .
Disebutkan dalam Dhamma adanya delapan tingkat Jhana yang terdiri dari empat Jhana berbentuk atau bermateri ( Rupa Jhana ) dan empat Jhana tidak berbentuk atau tidak bermateri ( Arupa Jhana ). Kedelapan tingkat Jhana itu adalah :
Jhana berbentuk atau bermateri (Rupa Jhana):
  1. Pathama-Jhana , ialah jhana tingkat pertama ketika nivarana telah dapat diatasi dengan seksama. Faktor-faktor jhana yang timbul adalah vitakka, vicara, piti, sukha , dan ekaggata .
  2. Dutiya-Jhana , ialah jhana tingkat kedua ketila vitakka dan vicara mulai lenyap, karena kedua faktor ini bersifat kasar untuk jhana kedua. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah piti, sukha , dan ekaggata .
  3. Tatiya-Jhana , ialah jhana tingkat ketiga ketika piti mulai lenyap, karena piti masih terasa kasar untuk jhana ketiga. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah sukha dan ekaggata .
  4. Catuttha-Jhana , ialah jhana tingkat keempat ketika sukha mulai lenyap, karena faktor ini masih terasa kasar untuk jhana keempat. Di dalam jhana keempat ini hanya ada faktor ekaggata dan ditambah dengan upekkha (keseimbangan batin).
Jhana tidak berbentuk atau tidak bermateri (Arupa Jhana) :
  1. Akasanancayatana-Jhana ialah keadaan dari konsepsi ruangan yang tanpa batas
  2. Viññanancayatana-Jhana ialah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tidak terbatas
  3. Akincaññayatana-Jhana ialah keadaan dari konsepsi kekosongan
  4. Nevasaññanasaññayatana-Jhana ialah keadaan dari konsepsi bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan.
Kemampuan pelaku meditasi mencapai puncak konsentrasi atau Jhana ini apabila didukung dengan kamma baik yang sesuai akan memunculkan kekuatan batin atau ‘kesaktian’. Kesaktian adalah kemampuan batin seseorang yang melebihi kemampuan batin yang dimiliki orang kebanyakan. Kemampuan batin atau kesaktian dalam Dhamma disebut sebagai abhiñña yang artinya kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau tenaga batin. Abhiñña timbul dalam diri pelaku meditasi yang telah mencapai jhana tingkat empat (catuttha-jhana) .
Dalam Dhamma, walaupun ­­´kesaktian´ bukanlah hal yang penting, disebutkan pula adanya enam kemampuan batin (abhiñña) yang dapat dicapai oleh pelaku meditasi. Keenam kemampuan batin atau ´kesaktian´ ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu abhiñña yang bersifat keduniawian atau lokiya danabhiñña yang bersifat di luar keduniawian atau lokuttara.
Abhiñña keduniawian ( lokiya-abhiñña ) terdiri atas lima macam, yaitu :
  1. Iddhividhañana , sering disebut sebagai kekuatan gaib atau kekuatan magis atau kesaktian. Ini terbagi lagi atas beberapa macam, yaitu :
    1. Adhitthana-iddhi , ialah kemampuan untuk mengubah diri dari satu menjadi banyak atau dari banyak menjadi satu.
    2. Vikubbana-iddhi , ialah kemampuan untuk berubah bentuk, seperti menjadi anak kecil, raksasa, ular, atau membuat diri menjadi tak tampak.
    3. Manomaya-iddhi , ialah kemampuan mencipta dengan menggunakan pikiran, seperti menciptakan istana, taman, harimau, wanita cantik, dan lain-lain.
    4. Ñanavipphara-iddhi , ialah kemampuan untuk menembus ajaran melalui pengetahuan.
    5. Samadhivipphara-iddhi , ialah kemampuan melalui konsentrasi, yaitu :
      • Kemampuan menembus dinding, pagar, gunung.
      • Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam ke dalam air.
      • Kemampuan berjalan di atas air bagaikan berjalan di atas tanah yang padat.
      • Kemampuan terbang di angkasa seperti burung.
      • Kemampuan melawan api.
      • Kemampuan menyentuh bulan dan matahari dengan tangannya.
      • Kemampuan mengunjungi surga maupun alam Brahma.
  2. Dibbasotañana (telinga dewa), ialah kemampuan mendengar suara-suara dari alam lain, yang jauh maupun yang dekat.
  3. Cetopariyañana , ialah kemampuan membaca pikiran makhluk lain.
  4. Dibbacakkhuñana (mata dewa), ialah kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan perbuatan masing-masing.
  5. Pubbenivasanussatiñana , ialah kemampuan untuk mengingat satu atau lebih kelahiran yang lampau untuk diri sendiri maupun dan orang lain.
Sedangkan kemampuan batin (abhiñña) yang diluar keduniawian (lokuttara-abhiñña) hanya ada satu macam saja yaitu asavakkhayañana atau kemampuan memusnahkan kekotoran batin berupa ketamakan, kebencian dan kegelapan batin. Kemampuan memusnahkan kekotoran batin ini menjadi tujuan tertinggi dalam Ajaran Sang Buddha. Pemusnahan kekotoran batin ini dilakukan dengan melaksanakan meditasi mengembangkan kesadaran atau Vipassana Bhavana .
Pelaku meditasi yang mengembangkan latihan kesadaran atau Vipassana Bhavana mempergunakan badan dan batin sebagai obyek konsentrasi. Ia selalu berusaha menyadari segala tindakan melalui badan, ucapan maupun pikirannya. Perhatian ini disebut dengan Empat Satipatthana (Empat dasar kesadaran) yang terdiri atas : kaya-nupassana (kesadaran terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (kesadaran terhadap perasaan), citta-nupassana (kesadaran terhadap pikiran), danDhamma-nupassana (kesadaran terhadap segala bentuk-bentuk pikiran).
Agar lebih jelas, akan diuraikan satu demi satu keempat perhatian tersebut.
  1. Kaya-nupassana (kesadaran terhadap badan jasmani).
    Salah satu contoh yang paling umum dan mudah dijumpai tentang meditasi dengan obyek badan jasmani ini adalah anapanasati yaitu merasakan dan mengetahui saat nafas masuk dan keluar. Nafas dibiarkan mengalir secara alamiah tanpa harus diatur panjang dan pendeknya. Pelaku meditasi hanya mengamati dan menyadari saat nafas itu bergerak..
    Selain memperhatikan proses pernafasan, pelaku meditasi juga dapat mempergunakan seluruh tubuhnya sebagai obyek meditasi ketika ia sedang berjalan, duduk, bekerja, berbicara, membaca, berdiri maupun berbaring. Ia hendaknya selalu sadar dengan segala sesuatu yang sedang ia lakukan maupun ucapkan.
  2. Vedana-nupassana (kesadaran terhadap perasaan).
    Dalam menggunakan obyek ini, pelaku meditasi selalu memperhatikan dan hanya mengetahui saat muncul dan tenggelamnya perasaan. Ada tiga macam perasaan yang dapat dikenali yaitu senang, tidak senang dan netral. Segala bentuk perasaan itu, ketika diketahui, diamati maka ia akan segera lenyap kembali.
  3. Citta-nupassana (kesadaran terhadap pikiran).
    Dalam menggunakan obyek ini, pelaku meditasi selalu memperhatikan segala gerak-gerik pikiran. Ia akan selalu mengetahui saat pikiran sedang dikendalikan oleh ketamakan, kebencian maupun kegelapan batin. Ia hanya mengetahui dan mengamati sehingga, secara bertahap, semua bentuk pikiran itu akan lenyap satu per satu.
  4. Dhamma-nupassana (kesadaran terhadap bentuk-bentuk pikiran).
    Dalam menggunakan obyek ini, pelaku meditasi selalu merenungkan semua bentuk pikiran sebagaimana adanya. Bahwa pikiran muncul karena adanya lima macam rintangan batin(nivarana) . Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan batin(nivarana) ialah bahwa apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul nafsu keinginan, kemauan jahat, kemalasan dan kelelahan, kegelisahan dan kekhawatiran, atau keragu-raguan, maka hal itu harus segera disadari. Demikian pula apabila nivarana itu tidak ada di dalam dirinya, maka hal itu pun harus disadari. Ia tahu bagaimana bentuk-bentuk pikiran itu datang dan timbul. Ia tahu bagaimana sekali timbul, bentuk-bentuk pikiran itu harus ditaklukkan. Ia tahu bahwa sekali ditaklukkan, bentuk-bentuk pikiran itu tidak akan timbul lagi di kemudian hari.
Demikianlah uraian singkat yang dapat dijadikan sebagai dasar berlatih meditasi. Mulai dari posisi duduk, pemilihan obyek meditasi, tingkatan dalam konsentrasi dan akhirnya hasil yang dapat dicapai dalam berlatih meditasi.
Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka berikut ini akan diuraikan sepintas latihan meditasi dengan obyek dasar perhatian pada proses masuk dan keluarnya nafas. Obyek ini sangat digemari oleh para guru meditasi karena obyek ini sangat sederhana, tidak membutuhkan persiapan tertentu dan selalu tersedia dalam tubuh pelaku meditasi. Jadi, pelaku meditasi selama waktu yang telah ditentukan, misalnya 30 menit berusaha selalu memusatkan perhatian pada proses pernafasan yang mengalir secara alamiah. Ia tidak perlu mengatur pernafasan. Ia hanya berusaha merasakan saat nafas masuk dan keluar. Jika nafas masuk, ia menyebutkan dalam batin kata ‘masuk’ dan apabila nafas keluar, ia juga menyebutkan dalam batin kata ‘keluar’. Demikian seterusnya selama meditasi. Apabila pikiran dirasakan memikirkan hal lain, maka segera pikiran dipusatkan kembali pada merasakan saat nafas masuk dan keluar. Pada tahap awal latihan meditasi ini, seseorang dianggap berhasil apabila selama meditasi, ia mampu memusatkan pikiran secara cepat pada obyek pernafasan. Ia juga mampu mempertahankan pikiran terpusat pada obyek meditasi untuk waktu yang relatif cukup lama.
Apabila ia telah mencapai tahap konsentrasi Samatha Bhavana seperti ini, maka selanjutnya ia dapat meningkatkan latihan meditasi pada tahap berikutnya yaitu Vipassana Bhavana. Latihan ini dilakukan dengan berusaha menjadikan segala bentuk pikiran, perasaan maupun gerak gerik badan sebagai obyek meditasi. Dengan latihan meditasi tahap kedua ini, seseorang akan dikondisikan untuk selalu berusaha mengembangkan kesadaran setiap saat. Ia pada waktunya nanti akan menyadari bahwa hidup adalah saat ini. Masa lalu hanyalah sejarah yang dapat dijadikan pelajaran untuk diperbaiki di masa sekarang. Sedangkan masa depan adalah tujuan dan harapan yang harus dicapai dengan perilaku positif pada saat ini. Pencapaian pengertian tahap ini membuahkan ketenangan batin. Kegelisahan yang timbul sebagai akibat kemelekatan pada masa lampau maupun masa yang akan datang dapat dilenyapkan secara bertahap. Pengaruh ketamakan, kebencian serta kegelapan batin semakin berkurang. Kegelapan batin yang dimaksudkan di sini adalah ketidaktahuan bahwa hidup hanyalah proses yang selalu berubah, tidak ada yang kekal. Hidup adalah saat ini. Masa lalu, ia pernah hidup namun ia sudah tidak hidup lagi, Masa depan, ia akan hidup namun ia belum tentu hidup. Ketika ia menyadari sepenuhnya tentang hal ini, lenyaplah ketamakan, kebencian dan kegelapan batin. Lenyapnya ketiga akar perbuatan ini akan membebaskan seseorang dari proses kelahiran kembali. Ia telah mencapai kesucian. Ia telah mencapai tujuan tertinggi dan terakhir dalam Ajaran Sang Buddha yaitu Nibbana atau Nirwana.
Pencapaian kesucian yang dicapai dengan obyek pernafasan di atas juga dapat dicapai dengan obyek meditasi lain yaitu pengamatan pada unsur padat pembentuk tubuh seperti rambut di kepala(kesa) , bulu di seluruh badan (loma) , kuku (nakkha) , gigi (danta) dan kulit (taco)
Adapun tujuan obyek meditasi ini adalah juga untuk melihat hidup yang tidak kekal. Sebenarnya semua orang telah mengetahui bahwa hidup adalah tidak kekal, namun, mereka mengetahui kebenaran ini hanya untuk orang lain. Artinya, ketika orang lain mengalami kesulitan, ia dapat menyebutkan bahwa hidup adalah tidak kekal. Namun, apabila diri sendiri yang sedang mengalami kesulitan, kiranya sangat sulit untuk menerima kenyataan ini.
Meditasi dengan obyek lima bagian tubuh ini dilakukan dengan mengucapkan secara berulang-ulang kelima kata dalam susunan berurutan dan kebalikan. Jadi, disebutkan kesa, loma, nakkha, danta, taco, taco, danta, nakkha, loma, kesa . Demikian seterusnya diulang dan terus diulang selama bermeditasi. Pengulangan ini bertujuan agar dalam pikiran menjadi kebiasaan untuk selalu merenungkan kelima bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas proses perubahan atau ketidakkekalannya itu. Inilah salah satu cara untuk menembus dan membuktikan pengertian yang telah disampaikan oleh Sang Buddha bahwa hidup adalah tidak kekal. Pemahaman tentang hal ini akan melenyapkan secara bertahap kemelekatan pada segala bentuk tubuh sendiri maupun orang lain.
Rambut di kepala setiap kali dicukur akan selalu tumbuh kembali. Rambut di tubuh, misalnya kumis, dicukur dan dibersihkan atan tetap tumbuh lagi, demikian pula dengan kuku. Gigi yang kuat di masa muda akan menjadi goyah dan rontok seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan kulit yang dahulu tampak mulus dan kencang akhirnya juga menjadi kendor dan keriput dimakan usia. Semuanya tidak kekal. Semuanya tidak dapat dipertahankan. Semuanya tidak berguna untuk dilekati. Semua hanyalah proses. Melekat dengan segala sesuatu yang tidak kekal hanyalah akan menimbulkan ketidakpuasan.
Di dalam salah satu kotbah Sang Buddha disebutkan bahwa hidup berisikan ketidakpuasan. Dalam tubuh yang tidak lebih dari dua meter inilah terdapat sumber ketidakpuasan karena berkumpul dengan yang tidak disukai dan berpisah dengan yang disukai. Namun, dalam tubuh yang tidak lebih dari dua meter ini pula terdapat akhir ketidakpuasan yaitu ketika batin memahami bahwa segala sesuatu adalah tidak kekal dan batin terbebas dari kemelekatan. Dan, akhirnya, dalam tubuh yang tidak lebih dari dua meter ini pula terdapat jalan untuk membebaskan diri dari ketidakpuasan dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar, Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar.
Dengan bermeditasi, seseorang akan dikondisikan untuk hidup pada saat ini dan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran, masa depan sebagai pendorong semangat untuk berjuang pada saat ini. Masa lalu hanyalah tinggal kenangan, masa depan masih berupa impian, masa sekarang adalah kenyataan. Kesadaran pada kenyataan hidup saat ini akan melenyapkan kemelekatan. Ia akan sadar bahwa kematian dapat terjadi setiap saat. Oleh karena itu, dalam dirinya akan timbul semangat untuk selalu mengisi kehidupan ini semaksimal mungkin. Ia juga akan timbul rasa kasihan kepada mereka yang berperilaku buruk dan menjengkelkan. Ia mungkin akan bertanya pada diri sendiri, “Kenapa orang tersebut tidak memanfaatkan waktu hidupnya dengan sebaik-baiknya? Mengapa ia menyia-nyiakan waktu hidup yang sangat berharga untuk melakukan keburukan dan bukan untuk mengembangkan kesadaran?” Tahap penghayatan Dhamma seperti ini akan memberikan ketenangan batin baginya. Ia selalu menghadapi berbagai gejolak kehidupan dengan batin yang tenang seimbang. Ia bahkan setelah menyadari bahwa hidup adalah saat ini, ia akan selalu manfaatkan waktu hidupnya untuk mengembangkan kebajikan sebanyak-banyaknya melalui ucapan, perbuatan dan juga pikiran. Kemanapun ia berada, ia selalu berusaha mengisi kehidupan dengan kebaikan dan kebahagiaan. Ia menjadi orang yang mampu membahagiakan semua mahluk yang berada di sekitarnya. Inilah salah satu manfaat berlatih meditasi dengan obyek kelima bagian tubuh yang tidak indah tersebut.
Demikianlah beberapa hal pokok yang seharusnya diketahui oleh mereka yang hendak berlatih meditasi. Bahwa meditasi Buddhis pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu meditasi konsentrasi (Samatha Bhavana) dan meditasi kesadaran (Vipassana Bhavana) . Kemajuan meditasi konsentrasi diukur dari kemampuan seseorang memegang obyek meditasi secara cepat dan dapat mempertahankannya untuk waktu yang relatif cukup lama. Sedangkan kemajuan meditasi kesadaran diperoleh ketika seseorang mampu mengembangkan kesadaran semaksimal mungkin ketika ia sedang melakukan berbagai aktifitas sehari-hari. Ia selalu sadar ketika ia sedang berdiri, berjalan, berbaring, duduk, bekerja dsb. Ia selalu sadar bahwa hidup adalah saat ini. Keberhasilan maksimal meditasi kesadaran ini adalah ketika seseorang mampu membersihkan pikiran dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Jika ia telah mampu melenyapkan ketiga akar perbuatan itu, maka ia dapat disebut sebagai orang yang telah mencapai kesucian atau Nibbana. Ia mencapai kebahagiaan tertinggi dalam Dhamma yaitu tidak terlahirkan kembali. Inilah tujuan tertinggi dalam meditasi Buddhis. Inilah tujuan utama Ajaran Sang Buddha Gotama.
Semoga penjelasan tentang dasar latihan meditasi ini dapat dipergunakan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Semoga keterangan ini mampu membangkitkan semangat untuk terus berlatih meditasi secara rutin dan tekun ketika sedang duduk, berjalan, berdiri maupun berbaring.
Semoga semuanya selalu berbahagia dalam Dhamma.
Semoga demikianlah adanya.

Meditasi: Membuat Ceria, Cantik & Awet Muda..!


Latihan meditasi secara teratur tidak hanya akan mengatasi gangguan fisik dan psikis, melainkan juga membentuk karakter yang positif dan awet muda. Bagaimana bisa?
Salah seorang tokoh mode asal Amerika Serikat bernama Clara pernah mengemukakan, “Salah satu rahasia besar dalam jangka panjang tetapi tersembunyi adalah cara untuk mempertahankan tenaga remaja dan mendatangkan cahaya serta vitalitas baru terhadap tubuh, yaitu dengan meditasi.”
Meditasi membuat pikiran, jiwa, dan tingkah laku menjadi tenteram dan wajah bersinar ceria. Terutama adalah meremajakan pikiran untuk menjadikan kondisi badan terlihat lebih muda dari usianya.
Orang-orang bijak mengatakan, “Barang siapa ingin panjang umurnya dan tetap awet muda harus mengambil keuntungan dari apa yang diberikan alam kepadanya.”
Secara kronologis, pertambahan tahun (usia) kondisi tua alami akan menyertai kita. Namun, hal itu tidak terjadi dalam otak apabila tubuh Anda senantiasa dalam kondisi fit dan bugar. Sebab, kondisi tersebut akan menghidupkan kembali vitalitas kelenjar dan membantu Anda untuk tetap sehat lahir batin.
Kondisi tersebut perlu untuk mempertahankan kecantikan dan tenaga buat bekerja, maju, dan optimistis dalam hidup. Dan nasihat yang paling baik adalah melakukan meditasi. Sebab, meditasi sangat menguntungkan bagi kepribadian Anda untuk cantik di dalam (inner beauty) dan juga di luar (lahiriah).
Penelitian menunjukkan bahwa meditasi, menurut Gifford May dan Thomson (1994), mendatangkan perubahan psikologis yang menyangkut segi kognitif, emosional, dan perseptual.
Karakter Positif
Orang menggemari meditasi karena terjadi perubahan persepsi terhadap waktu, diri sendiri, maupun tubuh.
Perubahan kondisi efektif meliputi perasaan tenang, sabar, dan peningkatan emosi yang positif, merasa diberkati, timbulnya perasaan ceria, cintaa, dan bahagia dalam kehidupan.
Perubahan-perubahan di atas sering dikaitkan dengan adanya perubahan kesadaran, yakni adanya Altered States of Consciousness (ASC). Meditasi sangat efektif untuk mengatasi gangguan neurotik yang membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri disebabkan rasa cemas dan depresi.
Selain itu keuntungan lain seperti disebutkan oleh Van Den Berg dan Mulder di tahun 1977 bahwa meditasi menambah kekuatan ego (ego strength), kepuasan (satisfaction), aktualisasi diri (self actualization), dan percaya pada orang lain (trust in other), serta peningkatan gambaran diri (self image).
Berdasarkan berbagai penelitian, terungkap bahwa meditasi mempunyai potensi besar untuk terapi mengatasi gangguan fisik dan psikologis yang dapat memberikan perubahan tingkah laku yang positif. Misalnya kehalusan budi pekerti, ketabahan dan optimistis menghadapi hidup, kekuatan mental, mudah dan pandai bergaul, lincah, berwibawa, cerdas, piawai, dinamis, dan kreatif.
Pendek kata, kita harus membangun kekuatan mental, sebab semua kegiatan dalam kehidupan menuntut pengabdian mental dan juga tersedianya energi tubuh yang cukup. Tidak ada jalan pintas mengingat semua itu merupakan proses.
Menjalankan tahap-tahap menuju sukses, perlu tubuh yang terkondisi dengan jantung yang kuat dan paru-paru terbuka lebar. Jantung memerlukan denyut ringan selama aktivitas normal. Paru-paru yang sehat memberi jumlah oksigen yang lebih besar kepada sel-sel darah. Untuk mencapai kesehatan tubuh semacam itu Anda perlu berlatih secara teratur.
Pikiran dan hati yang telah terkondisi serta tubuh yang sehat dengan latihan-latihan meditasi akan membentuk karakter ke arah positif. Hasilnya menjadi kekuatan mental yang tangguh.

Meditasi Bisa Tingkatkan Konsentrasi


Para ilmuwan masih berusaha mencari tahu mengapa bermeditasi begitu handal meningkatkan kesehatan mental dan fisik. Satu teori tua adalah meditasi sama seperti berlatih fisik, bisa membuat otot dan otak lebih kuat.
Sebuah penelitian dalam jurnal Psychological Science mencoba mengidentifikasi fungsi-fungsi otak yang benar-benar bisa ditingkatkan dengan meditasi.
Penelitian menunjukkan bahwa meditasi intensif dapat membantu orang memusatkan perhatian mereka dan bisa bertahan meski sedang melakukan tugas paling membosankan.
Para peserta meditasi mampu mengambil petunjuk visual lebih baik daripada kelompok kontrol. Namun tidak jelas apakah meditasi membantu mereka memproses informasi baru dengan cara yang berarti.
Penelitian, yang ditulis oleh 13 peneliti dan dipimpin oleh Katherine MacLean dari University of California, dimulai dengan mencatat semua orang lelah setelah berkonsentrasi. Ia juga mencatat hasil penelitian pada 1970 bahwa biksu yang telah secara teratur bermeditasi selama bertahun-tahun memiliki performa lebih baik dibandingkan sebagian besar orang yang menjalani tes konsentrasi.
Dalam lima tahun terakhir, penelitian lain menunjukkan bahwa meditasi juga menghasilkan keuntungan substansial dalam konsentrasi bagi orang awam yang mengambil praktek tersebut.
Dalam studi baru, 60 peminat yang mendaftar untuk mengikuti retret meditasi tiga bulan secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, sebanyak 30 orang pergi ke Shambhala Mountain Center, sebuah tempat peristirahatan mahal di Red Feather Lakes, Colorado, tepat di sebelah selatan perbatasan negara bagian Wyoming.
Kelompok lain sebanyak 30 orang harus menunggu tiga bulan untuk menghadiri retret kedua di Pusat Shambhala. Kelompok kedua ini sebagai kelompok kontrol.
Para peneliti memberi dua tes kelompok konsentrasi sebelum retret dimulai, setengah jalan dan kemudian lagi setelah meditasi berakhir. Selama retret, para peserta menjalani setidaknya praktek meditasi selama lima jam sehari.
Hasilnya ternyata bahwa meditasi memang bisa membantu seseorang berkonsentrasi. Namun studi menemukan bahwa meditasi membantu otak Anda melakukan sesuatu dengan otomatis, tetapi bukan sesuatu yang lebih rumit.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa meditasi tidak harus intensif untuk berpengaruh. Satu studi baru-baru ini oleh para ilmuwan di University of North Carolina di Charlotte menemukan fakta bahwa siswa mampu meningkatkan kinerja mereka dalam sejumlah tes ketrampilan kognitif setelah empat hari pelatihan meditasi. Tiap latihan hanya membutuhkan waktu 20 menit.
Ternyata siswa yang bermeditasi tidak lebih dari 10 kali lebih baik daripada kelompok kontrol. Mereka juga secara signifikan lebih baik pada tugas-tugas pengolahan informasi, yang waktu penyelesaiannya dirancang bisa menimbulkan stres tenggat waktu.
Pada akhirnya, meditasi memang dapat membantu otak Anda tetap fokus dan membantu Anda menyerap informasi lebih dari yang Anda mau. Namun itu tidak akan membantu Anda mengevaluasi semua informasi ekstra yang masuk ke dalam otak Anda.

Meditasi Bisa Membuat Kinerja Otak Selalu Muda


Bukanlah hal yang mengejutkan jika selama meditasi otak mengalami relaksasi. Yang mengejutkan adalah bahwa meditasi mungkin memiliki efek jangka panjang pada arsitektur otak yang membuat otak selalu muda dan memperlambat penuaan.
Sara Lazar dan timnya di Harvard University mempelajari meditator (orang yang bermeditasi), yang telah berlatih seni meditasi selama 6 jam per minggu dalam sembilan tahun.
Para peneliti menemukan bahwa anterior insula kanan dan korteks prefrontal di otak para meditator yang berpengalaman ini ternyata lebih tebal daripada non meditators pada usia yang sama.
Lazar berpendapat, proses meditasi lah yang membalik proses penipisan struktur otak yang biasanya terjadi dari waktu ke waktu. Bagian otak prefrontal cortex adalah pusat proses berpikir dan perencanaan, dan meditasi dapat berfungsi membantu otak yang mengalami penuaan agar berfungsi seperti otak muda.
Baru-baru ini, sebuah penelitian dari UCLA menunjukkan bahwa orang yang bermeditasi juga memiliki koneksi yang kuat antar daerah di otaknya. Penelitian tersebut juga memperlihatkan berkurangnya penyusutan otak yang biasanya terjadi seiring pertambahan usia. Koneksi yang kuat ini akan mempengaruhi kemampuan sinyal-sinyal listrik untuk sampai ke otak. Dan secara signifikan, efek ini terjadi seluruh otak, bukan hanya di daerah tertentu.
Asisten profesor di Laboratorium Neuro Imaging UCLA, Eileen Luders dan rekan-rekannya telah menemukan adanya perbedaan otak antara meditator dan kontrol yang melibatkan jaringan berskala besar seperti bagian otak frontal, temporal, parietal dan oksipital lobus dan corpus callosum anterior, serta struktur limbik dan batang otak.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa meditator selama jangka panjang memiliki serat materi putih yang lebih banyak, lebih padat atau lebih terisolasi di seluruh otak,” kata Luders seperti dilansir dari psychologytoday, Senin (25/7/2011).
“Kami juga menemukan bahwa penurunan jaringan materi putih yang berkaitan dengan usia normal jauh berkurang pada praktisi meditasi yang aktif. Ada kemungkinan bahwa para meditasi aktif, terutama selama periode waktu yang panjang, dapat menyebabkan perubahan pada tingkat mikro-anatomi,” ujar Luders.
Menurut Luders, meditasi mungkin tidak hanya menyebabkan perubahan anatomi otak yang disebabkan oleh adanya rangsang pertumbuhan baru tetapi meditasi juga dapat mencegah kerusakan otak.
“Artinya, jika dilakukan secara teratur dan selama bertahun-tahun, meditasi dapat memperlambat penuaan terkait atrofi otak dan dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh secara positif,” kata Luders.
Meskipun tergoda untuk berasumsi bahwa perbedaan antara kedua kelompoklah yang sebenarnya membenarkan efek pengaruh meditasi, masih ada pertanyaan yang belum terjawab, yaitu otak yang alami versus otak karena pelatihan.
“Ada kemungkinan bahwa meditator mungkin pada dasarnya memiliki otak yang berbeda. Misalnya, anatomi otak tertentu pada meditator mungkin telah menarik individu itu berkeinginan untuk meditasi atau membantu mempertahankan suatu latihan yang sedang berlangsung. Artinya bahwa meningkatnya konektivitas serat pada meditator menyebabkan kecenderungan untuk melakukan meditasi, bukannya konsekuensi dari praktik meditasi tersebut,” jelas Luders.
Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut memang diperlukan sebelum meditasi dapat direkomendasikan sebagai cara untuk menyehatkan otak. Namun demikian, Luders yang juga sebenarnya adalah seorang meditator mengatakan, “Meditasi tampaknya menjadi latihan mental yang kuat dan berpotensi mengubah struktur fisik otak”.

Jalan Telanjang Kaki dan Manfaatnya


 Sepatu atau sandal adalah aksesoris yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi tak ada salahnya untuk melepaskan aksesoris itu, karena ada manfaat kesehatan yang didapat dari berjalan dengan telanjang kaki.
Umumnya sepatu dan sandal yang digunakan secara terus menerus bisa mempengaruhi bentuk kaki manusia atau menimbulkan cedera. Karena itu cobalah untuk sesekali berjalan dengan menggunakan telanjang kaki.
Dalam filsafat kuno diketahui bahwa jumlah energi kekuatan hidup (chi) yang diserap oleh tubuh akan lebih banyak jika berjalan tanpa alas kaki. Secara tidak sadar kondisi ini akan meningkatkan vitalitas, kemampuan tubuh untuk melakukan banyak kerjaan, menyehatkan sistem pernapasan dan berpikir dengan jelas.
Berikut ini beberapa keuntungan atau manfaat kesehatan yang bisa dilakukan dengan berjalan tanpa menggunakan alas kaki, seperti dikutip dari Lifemojo, Sabtu (13/8/2011) yaitu:
  1. Pada musim panas, berjalan tanpa alas kaki bisa menjadi efek pendinginan bagi tubuh jika dilakukan di atas rumput hijau saat pagi hari.
  2. Berjalan tanpa alas kaki bisa meningkatkan fungsi sirkulasi karena mengaktifkan otot-otot di kaki yang nantinya membantu memompa darah kembali ke jantung.
  3. Mencegah terjadinya pengumpulan darah di kaki, mengurangi stres pada sistem kardiovaskular secara menyeluruh dan mengurangi tekanan darah serta masalah pada pembuluh darah vena.
  4. Berjalan tanpa alas kaki memberikan efek relaksasi pada kaki yang lelah.
  5. Membantu meluruskan jari-jari kaki, mencegah perubahan bentuk kaki (deformitas), mencegah masalah pada kaki datar serta meningkatkan kekuatan fleksor.
  6. Memberikan kesempatan untuk membangun kontak langsung dengan alam sehingga menghilangkan ketegangan pikiran akibat tekanan sehari-hari, tubuh menjadi rileks, meremajakan pikiran serta meningkatkan energi tubuh.
Meski memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, tapi masyarakat sebaiknya melakukan kegiatan ini dengan cermat dan hati-hati agar tetap aman dan tidak menimbulkan masalah atau cedera.
Ada beberapa tips agar bisa dilakukan jika ingin berjalan kaki tanpa menggunakan alas dengan aman yaitu:
  1. Selalu waspada mengenai jalan yang akan dilewati
  2. Hindari jalan-jalan yang berpotensi bahaya seperti banyak percabangan pohon, ada pecahan kaca, paku atau berisiko terdapat limbah industri
  3. Saat pulang, maka segera cuci kaki dengan menggunakan sabun dan air mengalir untuk membersihkan kaki dari kotoran yang menempel serta memastikan bahwa tidak ada serangga yang masih menempel di kulit.

LAKKHANA SUTTA


Bagian I

Demikian yang saya dengar.
  1. Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, Anathapindika arama, dekat kota Savatthi. Di sana Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu.” “Ya, Bhante,” jawab para bhikkhu. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:
    “Para bhikkhu, seorang Manusia Agung (Maha Purisa) memiliki 32 tanda (lakkhana). Bagi Maha Purisa yang memiliki 32 lakkhana ini hanya ada dua kemungkinan cara hidupnya dan tidak ada yang lain. Jika ia hidup sebagai manusia biasa, maka ia akan menjadi raja dunia (cakkavati), raja berdasarkan raja-dhamma, penguasa empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyat, pemilik tujuh ratna. Tujuh ratna itu adalah: cakka, gajah, kuda, permata, wanita, kepala rumah tangga dan panglima perang. Memiliki banyak anak yang gagah perkasa dan penakluk musuh. Namun ia akan menaklukkan muka bumi bukan dengan pedang tetapi dengan kebenaran. Bilamana ia meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi tanpa berumah tangga (pabbajja), maka ia akan menjadi Arahat Samma Sambuddha.
  2. Para bhikkhu, apakah 32 Maha Purisa Lakkhana yang menyebabkan hanya ada dua kemungkinan cara hidupnya dan tidak ada yang lain, jika ia hidup sebagai manusia biasa, maka ia akan menjadi raja dunia (cakkavati), … maka ia akan menjadi Arahat Samma Sambuddha; yaitu:
    1. Telapak kaki rata (suppatitthita-pado). Ini merupakan satu lakkhana dari Maha Purissa.
    2. Pada telapak kakinya terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk sempurna.
    3. Tumit yang bagus (ayatapanhi).
    4. Jari-jari panjang (digha-anguli)
    5. Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudutaluna).
    6. Tangan dan kaki bagaikan jala (jala-hattha-pado).
    7. Pergelangan kaki yang agak tinggi (ussankha-pado).
    8. Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi)
    9. Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut tanpa membungkukkan badan.
    10. Kemaluan terbungkus selaput (kosohitavattha-guyho).
    11. Kulitnya bagaikan perunggu berwarna emas (suvannavanno)
    12. Kulitnya sangat lembut dan halus / sehingga tidak ada debu yang dapat melekat pada kulit
    13. Pada setiap pori kulit ditumbuhi sehelai bulu roma.
    14. Rambut yang tumbuh pada pori-pori berwarna biru-hitam.
    15. Potongan tubuh yang agung (brahmuiu-gatta).
    16. Tujuh tonjolan (sattussado), yaitu pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan badan.
    17. Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo).
    18. Pada kedua bahunya tak ada lekukan (citantaramso).
    19. Tinggi badan sama dengan panjang rentangan kedua tangan, bagaikan pohon (beringin), Nigroda.
    20. Dada yang sama lebarnya (samavattakkhandho).
    21. Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi).
    22. Rahang bagaikan rahang singa (siha-banu).
    23. Empat puluh buah gigi (cattarisa-danto).
    24. Gigi-geligi rata (sama-danto).
    25. Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara-danto).
    26. Gigi putih bersih (susukka-datho).
    27. Lidah panjang (pahuta-jivha).
    28. Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung Karavika.
    29. Mata biru (abhinila netto).
    30. Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo).
    31. Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas yang lembut.
    32. Kepala bagaikan berserban (unhisasiso).
  3. Para bhikkhu, inilah 32 Maha Purisa lakkhana, yang hanya ada dua kemungkinan cara hidupnya dan tidak ada yang lain, jika ia hidup sebagai manusia biasa ia akan menjadi raja dunia (cakkavati), … maka ia akan menjadi Arahat Samma Sambuddha. Maha Purisa lakkhana ini diketahui oleh para pertapa, tetapi mereka tidak tahu karena apa yang menghasilkan Maha Purisa lakkhana itu.
    1. Telapak Kaki Rata (Suppatitthita-pado)
  4. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan besar dengan maksud yang baik; tak tergoncangkan melakukan perbuatan baik melalui jasmani, ucapan dan pikiran, dermawan, disiplin diri, melaksanakan hari uposatha; menghormati orang tua, para pertapa, pendeta dan para pemimpin, serta melakukan perbuatan-perbuatan yang sangat terpuji lainnya. Karena melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti itu, menimbun dan mengumpul kamma-kamma baik, setelah ia meninggal dunia, ia terlahir kembali di alam bahagia, di alam surga, hidup melebihi dewa lain dalam sepuluh hal, yaitu: lamanya kehidupan surga, keindahan, kebahagiaan, kemegahan, pengaruh, penglihatan, pendengaran, pembauan, pengecapnya dan sentuhan (kontak). Setelah meninggal di alam surga, ia terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purissa lakkhana: (1) Telapak kaki rata (Suppatitthita-pado), sehingga ia menempatkan telapak kakinya rata di tanah, mengangkatnya sama rata, dan menyentuh tanah sama rata dengan semua telapak kakinya.
  5. Dengan memiliki ini, jika ia hidup berumah-tangga ia akan menjadi raja cakkavati … penakluk bukan dengan tombak atau pedang melainkan dengan kebenaran (dhamma), ia menguasai dunia ini sampai ke batas lautan, kerajaan yang bebas dari penjahat, kuat, sejahtera, bahagia dan bebas dari bencana. Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia tidak akan terganggu oleh kemauan jahat manusia. Bilamana ia meninggalkan kehidupan dunia (sebagai pertapa), ia akan menjadi Samma Sambuddha … Apa manfaat yang didapatnya sebagai Samma Sambuddha? Ia tidak dapat diganggu oleh: musuh atau gangguan dari dalam maupun luar, keserakahan, kebencian dan kebodohan, pertapa, brahmana, dewa, mara, brahma atau makhluk apa pun di dunia ini. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  6. Mengenai hal ini disebutkan:
    “Kejujuran, kebenaran, jinak dan sepi,
    Murni dan bermoral (sila, melaksanakan uposatha sila)
    Berdana, tak melukai, selalu damai
    Ia melaksanakan tugas maha besar ini
    Pada akhir hidupnya ia ke surga
    Hidup dengan gembira dan bahagia
    Terlahir kembali di bumi
    Dengan telapak kaki rata menyentuh tanah
    Para ahli menyatakan:
    “Bagi dia yang menapak rata di tanah,
    Tak ada gangguan yang dapat menghalangi jalannya,
    Jikalau ia hidup berumah-tangga,
    Atau jikalau ia meninggalkan kehidupan duniawi.
    Inilah tanda yang jelas menunjukkannya
    Sebagai orang biasa, tidak ada halangan,
    Tidak ada lawan yang dapat melawannya.
    Tidak ada kekuatan manusia yang dapat
    Menghilangkan buah kammanya.
    Atau jikalau ia memilih kehidupan tanpa berumah-tangga
    Meninggalkan kehidupan duniawi, dengan pandangan jelas — ia akan menjadi pemimpin manusia
    Tanpa bandingan, tak akan terlahir kembali:
    Inilah hukum (dhammata) baginya.”
    2) Telapak kaki terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk yang sempurna.
  7. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang telah hidup demi kebahagiaan, menghilangkan rasa takut dan teror, memberikan perlindungan dan naungan yang benar serta menyediakan kebutuhan orang banyak. Karena melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti itu, ketika ia meninggal, ia terlahir kembali di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purisa lakkhana: (2) Telapak kakinya terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk yang sempurna.
  8. Dengan memiliki maha purisa lakkhana ini, bila ia hidup berumah-tangga …. Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia memiliki banyak pengikut: brahmana, penduduk, rakyat, bendahara, pengawal, penjaga, menteri, raja-raja lain, tuan tanah dan pelayan. Bila ia …. menjadi Samma Sambuddha …. Ia memiliki pengikut yang banyak: bhikkhu, bhikkhuni, upasaka, upasika, manusia, dewa, asura, naga dan gandhabba. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  9. Mengenai hal ini disebutkan:
    Dalam perjalanan waktu, dalam kehidupan-kehidupan yang lampau,
    Sebagai manusia melakukan banyak perbuatan baik,
    Menghilangkan ketakutan dan kecemasan,
    Ia melaksanakan pekerjaan besar ini,
    Pada akhir hidupnya, ia ke surga,
    Hidup gembira dan bahagia
    Terlahir kembali di bumi, telapak kakinya
    Memiliki tanda lingkaran-lingkaran
    Masing-masing dengan seribu ruji, sempurna
    Melihat banyak tanda pahala ini,
    Para ahli menyatakan:
    “Pengikutnya akan besar,
    Semua lawan ditaklukkannya.
    Ini jelas ditunjukkan oleh tanda lingkaran.
    Jika ia meninggalkan kehidupan duniawi,
    Ia akan memutar Roda dan menguasai dunia.
    Para kesatria akan menjadi pengikutnya.
    Semua pembantu dalam kekuasaannya.
    Tetapi, jikalau ia memilih hidup tanpa berumah tangga:
    Meninggalkan kehidupan dunia dengan pandangan jelas –
    Para manusia, dewa, asura, sakka, raksasa
    Gandhabba, naga, garuda dan
    Binatang berkaki empat akan melayaninya pula,
    Tak tertandingi oleh para dewa dan manusia
    Demikian pula tentang keagungannya.”
    3) Tumit yang bagus.
    4) Jari-jari panjang.
    15) Potongan tubuh yang agung.
  10. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia, menolak melakukan pembunuhan dan pantang melakukannya, meletakkan pemukul dan pedang, hidup dengan baik hati dan kasih sayang, rasa persahabatan dan simpati kepada semua makhluk. Karena telah melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purisa lakkhana:
    (3) Tumit yang bagus.
    (4) Jari-jari kaki dan tangan yang panjang.
    (15) Potongan tubuh yang agung.
  11. Dengan memiliki maha purissa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah-tangga …. Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia berusia panjang, selama hidupnya tidak ada orang lain yang dapat membunuhnya … sebagai Samma Sambuddha … ia berusia panjang, dan tidak ada lawan pertapa, brahmana, dewa, mara, brahma atau seorang pun yang dapat membunuhnya. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  12. Mengenai hal ini disebutkan:
    Mengetahui dengan baik tentang ketakutan akan kematian
    Ia menolak membunuh makhluk
    Kebaikan ini menyebabkan kelahiran di surga,
    Tempat ia bergembira karena pahala.
    kemudian ia terlahir kembali di bumi
    Pada tubuhnya terdapat tiga tanda:
    Tumitnya penuh dan panjang
    Tubuhnya tegap bagaikan Brahma
    Menarik dilihat, potongan tubuh sempurna
    Jari-jari halus, lembut dan panjang.
    Dengan tiga tanda yang terbaik ini
    Diketahui bahwa anak akan berumur panjang.
    Panjang kehidupannya bila berumah-tangga
    Lebih panjang kehidupannya bila tak berumah-tangga
    Dengan mengembangkan iddhi (iddhi bhavana)
    Demikianlah makna dari tiga tanda.”
    16) Tujuh tonjolan, yaitu: pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan pada badan.
  13. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia pemberi makanan yang baik, enak, nikmat, keras dan lunak, serta minuman. Karena telah berbuat demikian, ketika ia meninggal dunia di surga … terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (16) Tujuh tonjolan, yaitu: Pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan pada badan.
  14. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah-tangga … Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia menerima makanan dan minuman yang baik … sebagai Samma Sambuddha, beliau menerima yang sama. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  15. Mengenai hal ini disebutkan:
    ‘Ia pemberi makanan yang enak
    Serta minuman terbaik
    Kebaikan ini menyebabkan kelahiran bahagia,
    Juga lama ia hidup di Nandana (surga).
    Terlahir kembali di bumi, ia memiliki
    Tujuh tonjolan.
    Para ahli menyatakan:
    “Ia akan menikmati makanan dan minuman terbaik:
    Bukan hanya dalam kehidupan berumah-tangga –
    Karena walaupun ia meninggalkan kehidupan duniawi
    Dan memotong kehidupan nafsu indera,
    Makanan baik akan ia terima!”
    5) Tangan dan kaki yang halus dan lembut (manu-taluna-hattha-pado).
    6) Tangan dan kaki bagaikan jala (jala-hattha-pado).
  16. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia dan dicintai karena empat dasar simpati: dermawan, bicara yang menyenangkan, melakukan perbuatan berguna dan adil.. karena telah melakukan perbuatan baik seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purisa lakkhana:
    (5) Tangan dan kakinya halus dan lembut.
    (6) Tangan dan kakinya bagaikan jala.
  17. Dengan memiliki maha purissa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah-tangga …. Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Semua pengikutnya: brahmana, penduduk, rakyat … dan pelayan teratur dengan baik … sebagai Samma Sambuddha, semua pengikutnya: bhikkhu, bhikkhuni … dan gandhabba teratur dengan baik. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  18. Mengenai hal ini disebutkan:
    Berdasarkan pada berdana, melakukan pertolongan,
    Kata-kata yang menyenangkan, pikiran yang adil,
    Bermanfaat untuk semua,
    Ketika ia meninggal terlahir kembali di surga.
    Bila ia terlahir kembali di bumi
    Tangan dan kakinya halus lembut,
    Jari kaki dan tangan bagaikan jala
    Begitulah yang dimiliki bayi.
    Sangat menyenangkan melihatnya:
    Ia akan menjadi pemimpin manusia,
    Dikelilingi oleh orang yang yakin.
    Ucapan yang menyenangkan, melakukan perbuatan baik,
    Perbuatan bermoral dan bijaksana.
    Tetapi, jika ia menolak pemuasan nafsu indera,
    Sebagai penakluk, ia akan mengajarkan Jalan,
    Karena gembira pada kata-katanya
    Semua yang mendengarnya akan mengikutinya
    Dalam jalan dhamma yang besar mau pun yang kecil!”
    7) Tumit bulat seperti kerang (ussankha-pado).
    14) Rambut pori-pori berwarna biru-hitam tumbuh keriting ke atas.
  19. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang menjadi guru penerang dhamma dan kesejahteraan untuk banyak orang serta membahagiakan banyak orang, serta pembabar dhamma. Karena telah melakukan perbuatan baik seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purisa lakkhana:
    (7) Tumit bulat seperti kerang,
    (14) Rambut pori-pori berwarna biru-hitam tumbuh keriting ke atas.
  20. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah-tangga … Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia menjadi kepala, yang tertinggi, terkemuka, terutama dari semua orang (duniawi) … sebagai Samma Sambuddha, ia menjadi kepala, yang tertinggi, terkemuka terutama dari semua makhluk. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  21. Mengenai hal ini disebutkan:
    Suatu waktu ia mengatakan semua yang baik
    Dengan nyaring kepada semua manusia
    Membawa berkah kepada semua makhluk,
    Pemberi dhamma yang terbuka.
    Karena tindakan dan perbuatan seperti itu,
    Ia terlahir kembali di surga.
    Terlahir kembali di bumi, ia memiliki dua tanda,
    Tanda-tanda dari kebahagiaan tertinggi:
    Bulu tubuh tumbuh ke atas,
    Pergelangan kaki tinggi di atas kaki
    Dibentuk di bawah kulit dan daging,
    Berbentuk bagus dan indah di atas.
    “Jikalau ia hidup berumah-tangga
    Ia akan menjadi kaya raya dan
    Tak ada orang lain yang lebih daripadanya:
    Karena ia akan menguasai Jambudipa
    Jikalau ia kuat sekali,
    Ia meninggalkan kehidupan duniawi
    Ia akan menjadi pemimpin semua makhluk hidup dan
    Tak ada orang yang melebihinya
    Ia menjadi pemimpin dunia.”
    8) Kaki bagaikan kaki kijang (enijanghi).
  22. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang mempunyai: keahlian, tahu cara dan pelaksanaan ilmu pengetahuan, dengan berpikir: “Apa yang dapat saya pelajari dan kuasai dengan cepat serta dapat saya praktekkan dengan cepat, tanpa keletihan?” … Karena telah melakukan hal seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purissa lakkhana:
    8) Kakinya bagaikan kaki kijang.
  23. Dengan memiliki maha purissa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah-tangga … Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia cepat memiliki potensi-potensinya sebagai raja, yang sesuai dan menyenangkannya … sebagai Samma Sambuddha, ia akan memiliki hal-hal yang sama. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  24. Mengenai hal ini disebutkan:
    Sastra dan ilmu pengetahuan, cara-cara dan
    Pelaksanaannya, “Dengan senang hati
    Saya pelajari,” katanya.
    Keahlian yang tidak mengganggu makhluk hidup
    Dipelajari dengan cepat dan tanpa susah payah.
    Berdasarkan pada perbuatan, keahlian dan kemanisan,
    Maka ia memiliki keagungan dan organ tubuh yang baik
    Rambutnya berputar ke atas
    Dari kulit yang lembut bulu tubuh lurus
    Orang seperti dia berkaki bagaikan kaki kijang:
    Dikatakan: Kekayaan akan segera menjadi miliknya.
    “Setiap bulu membawa keberuntungan,
    Jikalau ia hidup berumah-tangga.
    Tetapi, jikalau ia memilih meninggalkan keduniawian,
    Hidup tak berumah-tangga,
    Dengan mata-jernih, semua hal cepat ia temukan
    Sesuai dengan cara hidup yang lembut.”
    12) Kulit sangat licin sehingga debu tak melekat di tubuh.
  25. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang sering mendatangi para pertapa dan brahmana untuk bertanya: “Apakah yang baik dan buruk? Apa yang salah dan benar? Apa perbuatan yang patut diikuti dan yang tak patut diikuti? Bilamana saya melakukan sesuatu, apakah akibatnya penderitaan dan kesedihan atau pahalanya menyenangkan dan membahagiakan? … Karena telah melakukan hal itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purisa lakkhana:
    (12) Kulit sangat halus dan lembut sehingga debu tak melekat ditubuhnya.
  26. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah-tangga … Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan menjadi amat bijaksana, di antara orang-orang (duniawi) tidak ada yang sama atau lebih tinggi kebijaksanaannya daripadanya … sebagai Samma Sambuddha, beliau: akan memiliki kebijaksanaan yang luas, dalam, menyenangkan, tangkas, menembus dan tajam, di antara semua makhluk: tidak ada yang sama atau lebih tinggi kebijaksanaan-nya daripada beliau. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  27. Mengenai hal ini disebutkan:
    Pada waktu yang lampau, pada kelahiran-kelahiran
    Yang lampau, ia ingin mengetahui dan bertanya
    Kepada para pertapa:
    Rajin mengembangkan kebijaksanaan,
    Ia memperhatikan ajaran mereka mengenai tujuan hidup.
    Akibat hal-hal ini bila terlahir kembali sebagai
    Manusia, maka kulitnya halus dan lembut.
    Para ahli menyatakan:
    “Ia akan mengetahui arti yang dalam.
    Jikalau ia tidak meninggalkan kehidupan duniawi,
    Ia akan menjadi raja cakkavatti (maharaja)
    Bijak mengetahui semua yang dalam dan halus,
    Tak ada bandingan atau melampauinya.
    Tetapi, jika ia meninggalkan kehidupan duniawi,
    Hidup sebagai pertapa,
    Kebijaksanaan tertinggi akan dicapainya,
    Penerangan Sempurna dan luas sekali.”
    11) Kulitnya bagaikan perunggu berwarna emas.
  28. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang tak pernah marah, tanpa berkerut, begitu pula walaupun banyak kata-kata (jahat) telah ditujukan kepadanya ia tidak menjadi kejam, terhasut, gusar, agresif; tidak mempertunjukkan kemarahan, kebencian dan kejengkelan. Namun ia biasa memberikan barang-barang indah, seperti: permadani yang lunak, jubah, linen halus, kapas, sutera dan bahan wol …. Karena telah bersikap dan melakukan perbuatan seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki (11) Kulit bagaikan perunggu berwarna emas.
  29. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga … Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan menerima barang-barang yang indah … sebagai Samma Sambuddha akan menerima seperti itu pula. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  30. Mengenai hal ini disebutkan:
    “Mantap dengan pikiran yang baik, ia memberikan
    Hadiah pakaian yang halus dan bagus.
    Pada kehidupan-kehidupan yang lampau
    Ia memberi seperti itu,
    Bagaikan dewa hujan yang mengguyurkan hujan.
    Kebaikan ini menyebabkan ia terlahir di surga.
    Di sana ia bergembira dalam buah pahalanya.
    Setelah waktu berlalu (ia terlahir kembali di bumi)
    Dengan tubuh bagaikan emas yang bagus
    Segalanya bagaikan para dewa, seperti dewa Sakka.
    ‘Jikalau ia hidup berumah tangga,
    Ia akan mengurus dunia yang jahat ini,
    Berdasarkan apa yang telah dibuatnya, ia menerima
    Pakaian yang berkwalitas terbaik,
    Permadani dan kain penutup yang terbaik.
    Jikalau ia memilih meninggalkan duniawi,
    Hal-hal seperti itu pula akan diterimanya.
    Pahala perbuatan tidak dapat hilang.”
    10) Kemaluan terbungkus oleh selaput (kosohitavatthaguyho).
  31. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang mempersatukan keluarga-keluarga, teman-teman dan orang-orang yang telah lama terpisah; mempersatukan: ibu dengan anak dan sebaliknya, ayah dengan anak dan sebaliknya, saudara laki-laki dengan saudara laki-laki, saudara wanita dengan saudara wanita, yang membuat mereka gembira sekali … Karena telah melakukan perbuatan seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai menusia dengan memiliki maha purisa lakkhana: (10) Kemaluan terbungkus oleh selaput.
  32. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga … Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan memiliki anak yang banyak, lebih dari seribu anak yang perkasa dan penakluk musuh-musuh … sebagai Samma Sambuddha, beliau memiliki yang sama. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  33. Mengenai hal ini disebutkan:
    Pada waktu yang lampau, dalam kelahiran-kelahiran
    Yang lampau, teman-teman dan sanak saudara yang telah
    Lama berpisah, dipertemukannya, dipersatukannya,
    Demikianlah persatuan mereka yang menggembirakan.
    Berdasarkan perbuatan baik ini ia lahir di surga,
    Bahagia dan gembira sebagai buah karmanya.
    Ketika ia meninggal dan terlahir kembali di bumi,
    Selaput membungkus kemaluannya.
    Ia akan memiliki banyak anak,
    Lebih dari seribu anak akan ia punyai,
    Kesatria pemenang, penakluk dan penyayang;
    Kegembiraan hidup manusia biasa.
    Jikalau ia meninggalkan kehidupan duniawi,
    Ia tetap akan memiliki banyak ‘anak’ yaitu:
    Mereka yang tergantung pada kata-katanya.
    Begitulah, apakah ia meninggalkan
    Kehidupan duniawi atau tidak,
    Demikianlah arti dari tanda ini.

Bagian II

9) Kedua tangan dapat menyentuh dan menggosok kedua lutut, tanpa membungkukkan badan, 19) Tinggi tubuh sama dengan panjang rentangan kedua tangannya.
  1. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang selalu memikirkan kesejahteraan orang lain, mengetahui setiap orang, mengetahui bagaimana orang yang satu dengan lain berbeda: “Orang ini perlu ini dan orang itu perlu … dst.” demikianlah ia membedakan mereka … Karena telah memiliki pengetahuan seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali di alam ini sebagai manusia dengan memiliki maha purisa lakkhana: (9) Kedua tangannya dapat menyentuh dan menggosok kedua lututnya tanpa membungkukkan badannya, (19) tubuhnya bagaikan pohon (Beringin) Nigroda, tingginya sama dengan panjang rentangan kedua tangannya.
  2. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga … Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan kaya, mempunyai harta dan sumber yang banyak, harta simpanan mas dan perak yang banyak, simpanan berbagai macam kebutuhan, gudangnya penuh makanan … sebagai Samma Sambuddha ia akan kaya raya dalam hal: saddha (keyakinan), sila (moral), hiri (malu berbuat salah) dan ottappa (takut akan akibat perbuatan salah). Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  3. Mengenai hal ini disebutkan:
    Menimbang dengan benar, mencatat,
    Mencari manfaat untuk orang-orang,
    Melihat: “Orang ini berhak,
    Ini bagian orang itu,” renungnya.
    Sekarang, tanpa membungkuk ia dapat
    Menyentuh lutut-lututnya dengan kedua tangannya,
    Tubuhnya bagaikan pohon seimbang dan tingginya,
    Adalah buah karma baiknya.
    Orang yang membaca tanda dan ciri-ciri,
    Ahli dalam hal itu menyatakan:
    “Segala sesuatu memenuhi kebutuhan duniawinya,
    Ia akan memiliki anak yang banyak,
    Banyak kekayaan dunia karena dia penguasa dunia,
    Ini sesuai bagi manusia biasa, begitulah dia.
    Jikalau ia meninggalkan kehidupan duniawi,
    Ia akan mendapatkan kekayaan yang tiada bandingannya.”
    17) Dada bagaikan dada singa, 18) Kedua bahunya tidak ada lekukan, 20) Dada sama lebarnya.
  4. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang menginginkan agar banyak orang sejahtera, maju, senang, bebas dari beban; memikirkan bagaimana agar banyak orang mengembangkan keyakinan, moral, pelajaran, kedermawanan, dhamma, kebijaksanaan, milik dan kekayaan; begitu pula untuk para istri, anak, pelayan, pekerja, pembantu, saudara, teman dan kenalan, berkaki dua maupun berkaki empat. Karena telah melakukan hal itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (17) Dada bagaikan dada singa, (18) kedua bahunya tidak ada lekukan, (20) Dada sama lebarnya.
  5. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia tidak akan kehilangan: milik dan kekayaan, berkaki dua atau berkaki empat, istri dan anak, ia akan sukses dalam semua hal …. sebagai Samma Sambuddha ia tidak akan kehilangan: keyakinan, sila, pelajaran, kedermawanan dan kebijaksanaan. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  6. Mengenai hal ini disebutkan:
    ‘Keyakinan, moral, belajar, kebijaksanaan,
    Menahan diri dan adil, banyak perbuatan baik lain,
    Kekayaan, harta, istri-istri dan anak-anak,
    Kawan, sanak keluarga, sahabat, sejawat,
    Kuat, rupawan dan bahagia:
    Hal-hal ini ia inginkan untuk orang lain
    Harapannya begitu bagi mereka dan tidak hilang.
    “Begitulah, berpenampilan bagaikan singa, ia lahir,
    Tak ada lekukan di bahu dan dada sama lebar,
    Ini sebagai simpanan buah karma yang lampau,
    Dengan tanda-tanda kelahiran menghindarkan kerugian,
    Dalam kehidupan berumah tangga ia kaya harta,
    Istri, anak serta empat pasang;
    Jika ia meninggalkan kehidupan duniawi,
    Tanpa memiliki sesuatu (harta),
    Penerangan Sempurna menjadi miliknya,
    Yang tak akan gagal dicapainya.”‘
    21) Indera perasa yang sangat peka.
  7. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang pantang membahayakan orang lain dengan tangan, batu, tongkat atau pedang. Karena telah bersikap demikian, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (21) Indera perasa yang sangat peka.
  8. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan sedikit menderita dan sakit, pencernaannya bagus, ia merasa tidak terlalu dingin atau panas … sebagai Samma Sambuddha, beliau mengalami hal yang sama, serta menggunakan tenaga dengan wajar.
    Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  9. Mengenai hal ini disebutkan:
    ‘Tidak menyakiti dengan tangan, tongkat atau batu,
    Tidak membunuh dengan pedang, tidak membahayakan,
    Tidak mengancam dengan tali,
    Kelahiran yang berbahagia didapatkannya sebagai
    Buah dari perbuatannya yang baik, ia terlahir di surga,
    Membentuk alat perasanya dengan baik.
    “Kebahagiaan yang amat sangat menjadi haknya
    Sebagai orang biasa atau pertapa.
    Itulah arti dari tanda ini.”‘
    29) Mata biru, (30) Bulu mata bagaikan bulu mata sapi (lentik).
  10. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang jika melihat orang lain pandangan matanya tidak: mencurigakan, miring, sembunyi-sembunyi; tetapi melihat secara langsung, terbuka, lurus dengan pandangan yang lembut …. Karena telah bersikap demikian, ketika ia meninggal dunia …. di alam surga …. terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (29) Mata biru, (30) Bulu mata bagaikan bulu mata sapi (bulu mata lentik).
  11. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan dicintai oleh orang-orang, ia akan populer dan dicintai oleh para brahmana-berumah-tangga, rakyat, bendahara … dan pelayan … sebagai Samma Sambuddha, beliau akan populer dan dicintai oleh para bhikkhu, bhikkhuni … naga dan gandhabba. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  12. Mengenai hal ini disebutkan:
    ‘Melihat dengan tak rasa curiga, tak mengelak,
    Tak membuang pandangan, ia melihat langsung dan
    Jelas kepada banyak orang
    Dengan terus terang, dengan mata mengasihi.
    Ia lahir kembali di tempat yang bahagia,
    Di sana ia menikmati hasil karma baiknya.
    Terlahir kembali di bumi,
    Bulu matanya lentik, matanya biru.
    Mereka yang mengetahui artinya, menyatakan:
    “Anak yang memiliki mata yang bagus akan menjadi
    Orang diliputi kesenangan.
    Bila ia orang biasa,
    Ia akan menyenangkan pandangan semua orang.
    Jikalau ia menjadi pertapa,
    Ia dicintai sebagai penyembuh penderitaan manusia.”‘
    32) Kepala bagaikan berserban.
  13. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang berprilaku sangat terpuji, pemimpin melaksanakan perbuatan, ucapan dan pikiran yang benar, dermawan, bermoral baik, melaksanakan uposatha sila, menghormati: ayah, ibu, pertapa, brahmana ketua suku, dan giat dalam berbagai aktivitas. karena telah melakukan perbuatan seperti itu, ketika ia meninggal dunia …. di alam surga …. terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (32) Kepala bagaikan berserban.
  14. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan menerima loyalitas dari para brahmana-berumah-tangga, rakyat, bendahara … dan pelayan. Sebagai Samma Sambuddha, beliau akan menerima loyalitas dari para bhikkhu, bhikkhuni … naga dan gandhabba. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  15. Mengenai hal ini disebutkan:
    ‘Ia memimpin dalam perbuatan,
    Berkeinginan hidup dalam kebenaran.
    Begitulah orang-orang loyal padanya di sini,
    Lahir di surga sebagai buah karmanya.
    Setelah buah karma untuk hidup di sana habis
    Ia lahir kembali di bumi dengan
    Kepala bagaikan berserban.
    Mereka yang mengetahui makna tanda-tanda menyatakan:
    “Ia akan menjadi orang yang paling utama,
    Semua akan melayaninya dalam hidup ini
    Seperti pada keadaan yang lampau.
    Ia seorang kesatria yang kaya,
    Ia akan mendapat pelayanan dari keluarganya,
    Tetapi bila ia meninggalkan kehidupan duniawi,
    Orang ini akan menguasai dhamma dan
    Semua orang akan berkumpul untuk mendengar
    Ajaran yang akan dikhotbahkannya.”‘
    13) Bulu roma terpisah-pisah, sehelai pada setiap pori. 31) Di antara alis-alis mata
    tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas lembut.
  16. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang tidak berdusta, tidak berbohong dan menjadi pembicara kebenaran, menyatu dengan kebenaran, dipercaya, konsisten, tidak menipu orang-orang … Karena telah bersikap seperti itu, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki: (13) Bulu roma terpisah-pisah, sehelai pada setiap pori, (31) Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas lembut.
  17. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia akan dipatuhi oleh para brahmana, penduduk, rakyat, bendahara, pengawal, penjaga, menteri, raja-raja lain, para tuan tanah dan pelayan… sebagai Samma Sambuddha, beliau dipatuhi oleh para bhikkhu, bhikkhuni …. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  18. Mengenai hal ini dikatakan:
    ‘Pada kehidupan yang lampau ia menepati janji,
    Jujur dalam ucapan, ia menolak semua bohong.
    Ia tidak melanggar kata-katanya,
    Ia senang pada kebenaran dan kejujuran.
    Putih, cemerlang dan lembut bagaikan bulu burung
    Rambut nampak di antara alisnya,
    Dari satu pori tumbuh hanya sehelai rambut,
    Setiap rambut tumbuh terpisah.
    Para ahli tanda menyatakan:
    “Dengan tanda seperti itu yang ada di antara dua alis
    Rambut-rambut seperti itu, ia akan dipatuhi oleh semua.
    Jika ia hidup sebagia manusia biasa orang-orang akan
    Menghormatnya, karena perbuatan yang lampau;
    Jika meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa memiliki,
    Sebagai Buddha mereka akan memujanya.”‘
    23) Empat puluh buah gigi, 25) Di antara gigi tak ada celah.
  19. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang pantang menfitnah, tidak mengulangi apa yang didengar di sana untuk menimbulkan permusuhan di sini, maupun sebaliknya …. Karena telah melakukan demikian, ketika ia meninggal dunia …. di alam surga … terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (23) Empar puluh buah gigi, (25) Di antara giginya tak ada celah.
  20. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Para pengikutnya: brahmana, penduduk, rakyat, bendahara, pengawal, penjaga, menteri, raja-raja lain, tuan tanah dan pelayan tidak akan terpecah-belah…. sebagai Samma Sambuddha, para pengikutnya: bhikkhu, bhikkhuni … tidak akan terpecah-belah. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  21. Mengenai hal ini disebutkan:
    ‘Ia tidak mengucapkan kata-kata jahat
    Yang menyebabkan perpecahan atau meningkatkannya,
    Memperpanjang perpecahan dan kepahitan,
    Namun ia membimbing ke arah persahabatan yang baik.
    Semua yang diucapkannya adalah untuk perdamaian,
    Serta mempersatukan kembali ikatan yang putus,
    Harmoni adalah kesenangannya.
    Terlahir kembali di alam yang bahagia,
    Di sana ia menikmati hasil karma baiknya.
    Terlahir kembali di bumi, giginya bertumbuh dengan
    Rapat dengan jumlah empat puluh buah dan kuat.
    Jika ia sebagai kesatria yang kaya,
    Ia akan lembut kepada bawahannya;
    Jika ia seorang pertapa, bebas dari noda,
    Kelompoknya akan terbentuk dan terbina dengan baik.’
    27) Lidah panjang, 28) Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung Karavika.
  22. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang pantang berbicara kasar, menghindar mengucapkan kata-kata kasar, mengucapkan kata-kata yang baik, enak didengar, menyenangkan, mengena, sopan, menggembirakan dan menarik didengar oleh banyak orang. Karena telah melakukan perbuatan demikian, ketika ia meninggal dunia … di alam surga … terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (27) Lidah panjang, (28) Suara bagaikan suara brahma, seperti burung Karavika.
  23. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia memiliki suara persuasif, para pengikutnya, yaitu brahmana, penduduk, rakyat,… pelayan akan menerima kata-katanya dengan senang hati…. Sebagai Samma Sambuddha, beliau memiliki suara persuasif, para pengikutnya, yaitu bhikkhu, bhikkhuni …. akan menerima kata-kata beliau dengan senang hati. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  24. Mengenai hal ini disebutkan:
    ‘Ia tidak mengucapkan hinaan, makian,
    Yang menyakitkan atau melukai orang.
    Kata-katanya halus, lembut dan manis,
    Menarik di hati orang-orang dan
    Menyenangkan didengar.
    Terlahir kembali di alam surga, di sana
    Ia menikmati buah karma baiknya.
    Setelah menikmati buah karma baiknya,
    Dengan memiliki suara Brahma ia terlahir di bumi
    Serta memiliki lidah yang panjang.
    “Apa yang ia katakan adalah sangat bermakna.
    Sebagai manusia biasa ia akan sejahtera sekali.
    Jikalau ia meninggalkan kehidupan duniawi,
    Orang-orang akan memperhatikan kata-katanya, serta
    Selalu ingat semua kata-katanya.”‘
    22) Rahang bagaikan rahang singa.
  25. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang pantang mengobral tanpa arti, bicara pada waktu yang tepat, bicara dengan benar dan bertujuan, berbicara tentang dhamma dan vinaya, bicara untuk hal yang berguna. Karena telah berbuat demikian, ketika meninggal dunia …. di alam surga …. terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (22) Rahang bagaikan rahang singa.
  26. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Ia tidak dapat diganggu oleh maksud jahat manusia atau lawannya…. sebagai Samma Sambuddha, beliau tidak dapat diganggu oleh maksud jahat dari: dalam maupun luar, oleh nafsu, kebencian, kebodohan, pertapa atau brahmana, dewa, mara, brahma atau makhluk apa pun. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  27. Mengenai hal ini disebutkan:
    Tak ada cerita yang sia-sia atau konyol,
    Ia berkepala dingin,
    Ia tak meninggalkan kata-kata menyakitkan,
    Hanya mengucapkan kebaikan semua orang.
    Ia meninggal dan terlahir kembali di surga
    Menikmati buah karma baiknya.
    Sekali lagi terlahir di bumi,
    Ia memiliki rahang menyerupai milik dari
    Penguasa semua makhluk berkaki dua.
    “Ia akan menjadi raja yang tak terkalahkan,
    Penguasa manusia yang sangat perkasa,
    Bagaikan penguasa dari tiga alam dewa,
    Menyerupai dewa yang paling agung.
    Gandhabba, sakka dan asura
    Sia-sia untuk menjatuhkannya.
    Sebagai manusia biasa ia akan
    Menguasai seluruh dunia.
    24) Gigi rata, 26) Gigi putih bersih.
  28. Para bhikkhu, pada kehidupan lampau mana pun, pada kelahiran mana pun atau di mana pun Tathagata berada, telah terlahir sebagai manusia yang pantang melakukan mata pencaharian salah, hidup dengan mata pencaharian benar, tidak menipu dengan timbangan maupun ukuran, tidak memberi suap dan tidak korupsi, tidak curang, tulus, tidak melukai, tidak membunuh, tidak mengurung orang, tidak menodong dan tidak merampok. Karena telah melakukan perbuatan demikian, ketika ia meninggal dunia …. di alam surga …. terlahir kembali sebagai manusia di alam ini dengan memiliki maha purisa lakkhana: (24) Gigi rata, (26) Gigi putih bersih.
  29. Dengan memiliki maha purisa lakkhana seperti itu, bila ia hidup berumah tangga …
    Apa manfaat yang didapatnya sebagai raja? Para pengikutnya: brahmana, penduduk, rakyat, bendahara … pelayan, akan berpenghidupan benar ….
  30. Bila ia meninggalkan kehidupan duniawi menjadi tak berumah-tangga (pabbajja), ia akan menjadi Arahat Samma Sambuddha. Apakah manfaat yang didapatnya sebagai Buddha, para pengikutnya: bhikkhu, bhikkhuni, upasaka, upasika, dewa, manusia, asura, naga dan gandhabba akan berpenghidupan suci. Itulah manfaat-Nya sebagai Buddha. Inilah yang dinyatakan oleh Sang Bhagava.
  31. Mengenai hal ini disebutkan:
    Ia meninggalkan penghidupan salah,
    Ia melakukan cara hidup yang suci dan benar.
    Menyakitkan orang lain, ia tinggalkan,
    Bekerja hanya untuk kebaikan banyak orang.
    Ia mendapat hasil yang manis di alam surga
    Karena perbuatan-perbuatan yang dilakukannya
    Yang mendapat pujian dari
    Orang yang bijaksana dan ahli:
    Ia membagi semua kesenangan dan kegembiraan,
    Bagaikan Penguasa dari tiga alam dewa,
    Meninggal di alam sana,
    Ia terlahir kembali sebagai manusia,
    Sebagai sisa dari karma baiknya
    Ia memiliki gigi rata
    Bersih dan cemerlang.
    Para ahli menyatakan:
    “Para pengikutnya akan menjadi suci.
    Bagi dia yang giginya bagaikan burung Dija.
    Bagaikan raja para pembantunya yang suci akan
    Menghormatnya, pemimpin mereka.
    Tanpa tekanan mereka akan berusaha
    Untuk mencapai kesejahteraan dan kegembiraan.
    Tetapi bila ia hidup sebagai pertapa,
    Bebas dari kejahatan, semua nafsu dilenyapkan,
    Melepaskan tabir; kesakitan dan keletihan lenyap,
    Ia melihat dunia ini dan yang berikut.
    Di sana, selagi ia mengajar,
    Umat awam telah siap meninggalkan
    Hal tak suci, kejahatan yang ia kritik.
    Para pengikutnya adalah suci, karena ia
    Menghilangkan kejahatan dan hal yang buruk
    Dari batin mereka.