Kamis, 22 Desember 2011

Meditasi: Membuat Ceria, Cantik & Awet Muda..!


Oleh: Sri Haryanto, Guru Meditasi dan Senam Pernapasan Anugrah Agung
Latihan meditasi secara teratur tidak hanya akan mengatasi gangguan fisik dan psikis, melainkan juga membentuk karakter yang positif dan awet muda. Bagaimana bisa?
Salah seorang tokoh mode asal Amerika Serikat bernama Clara pernah mengemukakan, “Salah satu rahasia besar dalam jangka panjang tetapi tersembunyi adalah cara untuk mempertahankan tenaga remaja dan mendatangkan cahaya serta vitalitas baru terhadap tubuh, yaitu dengan meditasi.”
Meditasi membuat pikiran, jiwa, dan tingkah laku menjadi tenteram dan wajah bersinar ceria. Terutama adalah meremajakan pikiran untuk menjadikan kondisi badan terlihat lebih muda dari usianya.
Orang-orang bijak mengatakan, “Barang siapa ingin panjang umurnya dan tetap awet muda harus mengambil keuntungan dari apa yang diberikan alam kepadanya.”
Secara kronologis, pertambahan tahun (usia) kondisi tua alami akan menyertai kita. Namun, hal itu tidak terjadi dalam otak apabila tubuh Anda senantiasa dalam kondisi fit dan bugar. Sebab, kondisi tersebut akan menghidupkan kembali vitalitas kelenjar dan membantu Anda untuk tetap sehat lahir batin.
Kondisi tersebut perlu untuk mempertahankan kecantikan dan tenaga buat bekerja, maju, dan optimistis dalam hidup. Dan nasihat yang paling baik adalah melakukan meditasi. Sebab, meditasi sangat menguntungkan bagi kepribadian Anda untuk cantik di dalam (inner beauty) dan juga di luar (lahiriah).
Penelitian menunjukkan bahwa meditasi, menurut Gifford May dan Thomson (1994), mendatangkan perubahan psikologis yang menyangkut segi kognitif, emosional, dan perseptual.
Karakter Positif
Orang menggemari meditasi karena terjadi perubahan persepsi terhadap waktu, diri sendiri, maupun tubuh.
Perubahan kondisi efektif meliputi perasaan tenang, sabar, dan peningkatan emosi yang positif, merasa diberkati, timbulnya perasaan ceria, cintaa, dan bahagia dalam kehidupan.
Perubahan-perubahan di atas sering dikaitkan dengan adanya perubahan kesadaran, yakni adanya Altered States of Consciousness (ASC). Meditasi sangat efektif untuk mengatasi gangguan neurotik yang membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri disebabkan rasa cemas dan depresi.
Selain itu keuntungan lain seperti disebutkan oleh Van Den Berg dan Mulder di tahun 1977 bahwa meditasi menambah kekuatan ego (ego strength), kepuasan (satisfaction), aktualisasi diri (self actualization), dan percaya pada orang lain (trust in other), serta peningkatan gambaran diri (self image).
Berdasarkan berbagai penelitian, terungkap bahwa meditasi mempunyai potensi besar untuk terapi mengatasi gangguan fisik dan psikologis yang dapat memberikan perubahan tingkah laku yang positif. Misalnya kehalusan budi pekerti, ketabahan dan optimistis menghadapi hidup, kekuatan mental, mudah dan pandai bergaul, lincah, berwibawa, cerdas, piawai, dinamis, dan kreatif.
Pendek kata, kita harus membangun kekuatan mental, sebab semua kegiatan dalam kehidupan menuntut pengabdian mental dan juga tersedianya energi tubuh yang cukup. Tidak ada jalan pintas mengingat semua itu merupakan proses.
Menjalankan tahap-tahap menuju sukses, perlu tubuh yang terkondisi dengan jantung yang kuat dan paru-paru terbuka lebar. Jantung memerlukan denyut ringan selama aktivitas normal. Paru-paru yang sehat memberi jumlah oksigen yang lebih besar kepada sel-sel darah. Untuk mencapai kesehatan tubuh semacam itu Anda perlu berlatih secara teratur.
Pikiran dan hati yang telah terkondisi serta tubuh yang sehat dengan latihan-latihan meditasi akan membentuk karakter ke arah positif. Hasilnya menjadi kekuatan mental yang tangguh.

02 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


22 November 2010 s.d. 28 November 2010
01. Rayno
Monday, 22 November 2010
Pencapaian jhana
Bhante, saya ingin bertanya tentang apakah benar memang ada kelompok orang yang tidak bisa mencapai jhana apabila dia bukan tihetuka puggala? Saya mendapat informasi ini dari buku ulasan ttg Abhidhamma.
Apakah benar jika seseorang hermaprodit maka tidak bisa mencapai jhana?
Apakah benar orang yang lesbian juga tidak bisa mencapai jhana?
Bagaimana seseorang bisa mengetahui jika dia itu tihetuka puggala?
Apakah pencapaian jhana juga tergantung apakah dia itu cacat atau tidak?
Terima kasih Bhante Uttamo.
Jawaban :
Meneliti pertanyaan di atas, kiranya cukup banyak yang disampaikan dan hampir semua berada dalam area teori. Diskusi teori Dhamma maupun meditasi dapat dilakukan dalam banyak forum tanya jawab lain yang mudah ditemukan lewat internet. Jadi, di sini semua pertanyaan di atas hanya akan dijawab secara umum. Semoga keterbatasan ini tidaklah mengecewakan.
Jhana adalah pencapaian meditasi dengan tingkat konsentrasi yang baik. Untuk mencapai jhana diperlukan latihan yang tekun dan penuh semangat.
Apabila seseorang – tanpa harus memikirkan kondisi dirinya sebagai hemaprodit, lesbian dsb – berusaha dengan sungguh-sungguh untuk berlatih konsentrasi secara rutin, maka mungkin saja ia mencapai jhana dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga dengan jawaban ini semakin banyak orang berlatih meditasi untuk mengembangkan konsentrasi. Hanya saja perlu diingat bahwa tingkat konsentrasi tinggi bukanlah tujuan dalam Ajaran Sang Buddha. Dalam pelaksanaan Dhamma, tingkat konsentrasi hendaknya dipergunakan untuk mengembangkan kesadaran setiap saat. Jadi, selalu gunakanlah konsentrasi pada saat bekerja, berbicara maupun berpikir agar mampu selalu sadar setiap saat pada semua segi kehidupan sebagai tujuan praktek Dhamma.
Semoga semua mahluk selalu hidup bahagia dalam kesadaran maksimal.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
02. Eric
Monday, 22 November 2010
Rupang
Namo Buddhaya,
Banthe, saya ingin bertanya. Dalam sutra salah satu Bodhisatva dikatakan bahwa bila menyediakan tempat yang bersih di sebelah Selatan dan meletakkan rupang atau gambar Bodhisatva tersebut, serta memuja dengan dupa, buah, air, bunga akan membuahkan karma baik seperti yang di uraikan di dalam sutra tersebut.
Selama ini saya saya membaca paritta atau keng hanya dengan dupa tanpa rupang atau gambar Bodhisatva. Kadang bila badan atau pikiran sedang lelah, saya tidak membaca paritta atau keng. Apakah boleh merapalkan sutra tanpa rupang atau gambar yang di sebutkan di dalam sutra itu?
Mohon bimbingan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, membaca paritta atau keng – dengan rupang maupun tidak – sebenarnya adalah merupakan salah satu cara untuk menambah kebajikan dengan badan, ucapan maupun pikiran. Hal ini dimungkinkan karena sewaktu membaca paritta atau keng, seseorang terkondisi untuk berperilaku, berucap dan berpikir hal yang baik. Karena itu, semakin sering seseorang membaca paritta atau keng, tentu semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan ketiga sarana perbuatan tersebut.
Selain upaya menambah kebajikan, membaca paritta atau keng – di depan rupang atau tidak – jika dibarengi dengan perenungan akan makna paritta atau keng yang dibaca, maka akan diperoleh pedoman atau tuntunan melakukan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan semakin banyak seseorang membaca paritta atau keng, semakin banyak pula pengertian dan pedoman kebajikan yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, perilaku, ucapan maupun cara berpikirnya juga bertambah baik.
Karena itu, apabila kondisi memungkinkan, adalah baik berusaha menyediakan rupang Bodhisatta maupun Sang Buddha di altar. Penyediaan rupang dapat menambah semangat untuk merenungkan keluhuran perilaku, ucapan dan cara berpikir dari mahluk yang dilambangkan sebagai rupang.
Namun, apabila kondisi tidak memungkinkan, umat Buddha boleh saja membaca paritta atau keng tanpa menggunakan rupang apapun juga. Perilaku tersebut tetap merupakan kamma baik atau kebajikan yang pada saatnya nanti membuahkan kebahagiaan sesuai harapan.
Semoga jawaban ini bermanfaat dan menambah semangat untuk rutin membaca serta merenungkan makna paritta atau keng yang dibaca.
Semoga semakin sering membaca dan merenungkan makna paritta atau keng, semakin baik pula kualitas batin maupun perilaku badan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
03. Ivy
Monday, 22 November 2010
Jodoh
Namo Buddhaya…
Saya ingin bertanya soal jodoh saya yang tidak lancar….
Masalah yang sering saya alami adalah setelah berkenalan dengan seorang pria dan kami sudah merasa cocok antara satu dengan yang lainnya, tapi terakhir menjauh juga. Padahal belum sempat pacaran. Saya pernah lihat pek ji, kata mereka hari lahir penanggalan Tionghoa saya tidak bagus. Apakah memang ada hubungannya dengan masalah jodoh saya?
Apakah benar jodoh itu ada? Artinya kalo memang jodoh saya, tak usah dikejarpun jodoh saya tetap bisa menjadi suami saya kelak?
Terima kasih atas saran Bhante. Namo Buddhaya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, jodoh dapat disetarakan dengan ikatan kamma yang dimiliki sejak kehidupan sebelumnya. Paling tidak ada dua jenis ikatan kamma yaitu ikatan kamma berdasarkan kebencian ataupun kecintaan. Ikatan kamma yang berdasarkan kebencian akan menghasilkan hubungan yang sering cekcok namun dapat berjalan bersama untuk waktu yang lama sampai ikatan kamma tersebut selesai. Sebaliknya, ikatan kamma berdasar kecintaan akan menghasilkan hubungan yang penuh perhatian dan kasih sayang sampai ikatan kamma yang mendukung selesai.
Ketika bertemu dengan orang yang cocok, namun akhirnya belum bisa berpacaran, kalau hal ini terjadi beberapa kali, maka kiranya perlu mencari alasan yang lebih nyata tentang masalah tersebut. Coba usaha bertanya lewat orang lain kepada para pria yang menjauh tersebut. Mungkin saja, ada perilaku atau ucapan bahkan penampilan yang harus diperbaiki agar tidak menjadi penyebab para pria menjauh. Kadang melalui fihak ketiga, para pria itu mungkin akan berkata jujur sehingga membantu perbaikan diri sehingga lebih mudah mendapatkan pacar di kesempatan lain.
Selain memperbaiki kualitas diri, kiranya juga perlu upaya meningkatkan kamma baik agar membuahkan kebahagiaan sesuai harapan yaitu mendapatkan pasangan hidup.
Secara tradisi yang berkembang dalam masyarakat, seseorang yang sulit mendapatkan pasangan hidup hendaknya sering melakukan pelepasan mahluk ke habitatnya. Carilah mahluk yang dijual di pasar dan biasa di masak untuk dimakan, misalnya belut atau ikan. Belilah dalam jumlah genap karena genap melambangkan pasangan. Lepas secara berkala dalam waktu beberapa bulan sambil terus mengucapkan tekad : “Semoga dengan sering melepaskan mahluk, saya pun terlepas dari kesulitan mendapatkan pasangan hidup. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.”
Kadang, dengan sering melepas mahluk tanpa harus melakukan pantang makanan maupun perilaku apapun juga, ditambah dengan perubahan penampilan fisik serta perbaikan perilaku maupun ucapan, pasangan hidup dapat lebih mudah diperoleh walaupun tanpa mengubah pak ji yang dikatakan kurang baik tersebut. Karena dalam pengertian Buddhis, perubahan perilaku dengan upaya terus menerus menambah kamma baik dapat memperbaiki bahkan mengubah hal-hal buruk yang mungkin sudah dibawa sejak lahir.
Adapun jodoh, walaupun semua sudah merupakan ikatan kamma, tentunya juga perlu diperjuangkan. Bukan hanya dinanti secara pasif. Bagaikan makanan yang sudah tersedia di atas meja, juga perlu usaha untuk menyendok dan memasukkan ke dalam mulut. Tidak bisa makanan itu otomatis masuk ke perut dan membuat kenyang.
Semoga jawaban dan saran yang disampaikan di atas dapat memberikan manfaat serta kebahagiaan sesuai dengan harapan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dan tercapai cita-cita.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
04. Ricky
Tuesday, 23 November 2010
Upacara duka
Kenapa dalam agama lain, pada saat ada orang meninggal koq mereka menyanyi-nyanyi?
Seharusnya mereka ber duka cita.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Setiap agama maupun kepercayaan tentu mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi kematian. Oleh karena itu, mereka tentu mempunyai alasan tersendiri sehingga melakukan upacara duka dengan menyanyi.
Dalam pengertian Buddhis, kematian dipandang sebagai hal wajar dan alamiah. Hidup dalam bentuk apapun juga adalah tidak kekal. Kematian hanyalah akhir kehidupan. Siapapun yang dilahirkan, pasti akan mengalami kematian. Dengan demikian, kematian dianggap sebagai kondisi yang netral, bukan termasuk duka maupun suka.
Oleh karena itu, bersikaplah netral ketika melihat agama atau kepercayaan lain melakukan upacara duka dengan cara yang dianggap tidak sesuai pengertian sendiri. Seorang umat Buddha hendaknya berusaha melaksanakan upacara duka sesuai tradisi Buddhis tanpa harus mencela cara yang dipergunakan oleh agama lain.
Upacara duka dalam tradisi Buddhis dilakukan dengan membaca serta merenungkan paritta atau sutta. Paritta yang dibaca berisi nasehat Sang Buddha tentang proses kematian. Tujuan pembacaan paritta agar mengkondisikan mendiang berbahagia di alam kelahiran yang sekarang. Pembacaan paritta diharapkan juga mampu menambah ketabahan dan ketenangan keluarga mendiang. Pembacaan paritta hendaknya juga dapat meningkatkan kebijaksanaan dan pengertian tentang kematian kepada siapapun yang mampu merenungkan isi nasehat Sang Buddha tersebut.
Semoga jawaban ini dapat memberikan pengertian serta sikap mental netral ketika menghadapi proses kematian yang selalu terjadi dalam masyarakat.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
05. Yuri Kana
Tuesday, 23 November 2010
Manusia pertama
Kalo dalam agama lain dikenal adanya manusia pertama. Bagaimana dengan Agama Buddha ?
Mohon petunjuknya Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, alam semesta terjadi karena adanya proses bertahap dalam waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, Agama Buddha tidak menyebutkan manusia pertama karena keberadaan kelompok manusia muncul secara bertahap.
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih banyak dan mendalam, silahkan langsung membaca beberapa artikel tentang terbentuknya manusia pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-yang-maha-esa-dalam-agama-buddha/
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/kehidupan-dan-alam-kehidupan-2/
dan
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Semoga selalu berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
06. Selly Yu
Friday, 26 November 2010<
Sujud
Kalo pada saat Kathina kenapa kita harus bersujud kepada bhikkhu Sangha?
Padahal Sangha itu manusia.  Kan gx boleh?
Karena di agama mana pun tidak diperkenankan sujud-menyembah sesama manusia.
Seharusnya kita bersujud dan beribadah kepada Buddha.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Sujud atau dalam istilah Buddhis lebih dikenal sebagai namakara atau namaskara dilakukan dengan menyentuhkan dahi di lantai di antara kedua telapak tangan. Sujud adalah salah satu tradisi India tempat Agama Buddha berasal. Sujud dalam Agama Buddha dapat disetarakan dengan bersalaman dalam tradisi Eropa. Bahkan, lebih luhur daripada sekedar bersalaman, sujud menjadi lambang sikap merendah. Kepala yang biasa di atas, kini diposisikan di bawah, sejajar dengan telapak kaki dan tangan. Ketika seseorang mampu melakukan tindakan tersebut, ia sudah berusaha melatih mengurangi ego atau keakuan. Ia sudah mulai meningkat kualitas batinnya. Ia mulai menyadari bahwa di luar dirinya terdapat fihak-fihak yang layak mendapatkan penghormatan. Oleh karena itu, sujud dapat dilakukan selain terhadap Buddharupang  atau arca Buddha, juga dapat dilakukan kepada orangtua, kakak, guru dan tentu saja, kepada para bhikkhu anggota Sangha yang juga merupakan sesama manusia.
Selain mengurangi keakuan, sujud dapat pula menjadi sarana menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran. Pada saat bersujud, seseorang hendaknya melakukan dengan konsentrasi penuh. Dengan demikian, ia telah melakukan kebajikan melalui badan, yaitu menghormat mereka yang patut di hormat. Ia juga melakukan kebajikan dengan ucapan dan pikiran, karena pada saat bersujud, ia mungkin menyebut dalam batin kalimat ‘Semoga semua mahluk berbahagia’. Jadi, semakin sering seseorang bersujud, semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan badan, ucapan dan pikiran. Oleh karena itu, dalam tradisi Buddhis, sujud justru dianjurkan dilakukan sesering mungkin, bukan hanya waktu perayaan Kathina. Umat Buddha terbiasa bersujud di depan altar Buddha ketika datang ke vihara dan hendak meninggalkan vihara. Umat Buddha juga boleh bersujud kepada para bhikkhu saat bertemu di vihara atau hendak berpamitan.
Meskipun dalam Agama Buddha sujud dianjurkan untuk sering dilakukan, namun sujud bukanlah keharusan. Seorang umat Buddha hendaknya menyadari terlebih dahulu manfaat sujud untuk peningkatan kualitas dirinya sendiri, bukan untuk Buddharupang maupun para bhikkhu. Buddharupang maupun para bhikkhu tidak bertambah baik ketika mendapatkan sujud dari umat Buddha. Namun, umat Buddha sendirilah yang mendapatkan kebajikan serta berkurang keakuannya ketika melakukan sujud kepada Buddharupang maupun para bhikkhu.
Semoga penjelasan ini menambah pengertian bahwa umat Buddha justru memperoleh lebih banyak manfaat saat ia bersujud daripada mereka yang dijadikan obyek sujud.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
07.  Dede Gunawan
Friday, 26 November 2010
Kamma
Namo Buddhaya Bhante,
Mohon pencerahan dari Bhante. Saya sering mendengar ‘Berbuatlah kebajikan karena kita yang akan menerima buah kebahagiaan dari kebajikan tersebut’
Menurut ba zi, saya adalah orang yang lahir dengan nasib ‘kebajikan yang saya perbuat sering tak terbalaskan’. Tadinya saya tidak mempercayai hal tersebut. Tapi sejalan dengan perjalanan hidup, mau tidak mau saya merasakan kebenaran dari ba zi tersebut.
Lalu bagaimana dengan kebajikan yang pernah saya perbuat Bhante ? Sedangkan bazi saya justru menolak hukum tabur tuai kebajikan tersebut.
Mohon kebijaksanaan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis disebutkan bahwa ‘Sesuai dengan benih yang ditaburkan, demikian pula buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebahagiaan.’ Pengertian ini lebih dikenal sebagai Hukum Kamma. Dengan mengerti hukum perbuatan ini, umat Buddha diharapkan lebih banyak melakukan kebajikan dan mengurangi kejahatan. Sebagai hasilnya, hidup akan lebih berbahagia, tercapai segala harapan.
Disebutkan dalam pertanyaan di atas adanya perhitungan ba zi yang menjelaskan ‘kebajikan yang sering tidak terbalas’. Mungkin pernyataan tersebut bermakna apabila melakukan perbuatan baik kepada seseorang, mungkin saja justru mendapatkan kesulitan dari orang tersebut atau dari fihak lain. Seringnya mengalami kejadian seperti inilah yang mungkin menimbulkan keyakinan bahwa perhitungan ba zi tersebut benar atau tepat.
Kondisi yang sering dialami tersebut, apabila dijelaskan dengan Hukum Kamma, dapatlah dicontohkan sebagai orang yang menanam padi namun menghasilkan jagung. Tentu saja peristiwa ini  akan terjadi kalau ia sudah pernah menanam jagung di waktu sebelumnya. Artinya, seseorang yang melakukan kebajikan (menanam padi), mungkin saja ia justru mendapatkan hal yang tidak menyenangkan (mendapat jagung). Kondisi tidak menyenangkan itu sesungguhnya merupakan hasil perbuatan sendiri yang pernah dilakukan sebelumnya. Apabila ia terus melakukan kebajikan (menanam padi) dan menghindari perilaku buruk (tidak menanam jagung), maka lama kelamaan, penderitaan (jagung) sebagai buah kamma buruk akan berkurang dan buah kebajikan (padi) yang terus ia lakukan akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan.
Oleh karena itu, jangan pernah patah semangat untuk terus mengurangi kejahatan dan menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran walaupun perhitungan ba zi menyebutkan hal yang kurang membahagiakan. Sebab, apabila buah kamma buruk telah habis, tentu buah kamma baik akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan. Itulah inti Hukum Kamma yang tidak pernah salah, bahwa si pelaku kebajikan pasti merasakan kebahagiaan bila telah tiba waktunya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat serta menambah semangat untuk terus melakukan kebajikan tanpa memikirkan saat munculnya kebahagiaan sebagai hasil perilaku baiknya.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
08. Ria Anggraini
Saturday, 27 November 2010
Menerima hasil pelanggaran sila
Namo Buddhaya,
Bhante saya ingin bertanya, apabila diberi hadiah berupa barang / uang dari teman yang memperoleh penghasilan yang tidak halal seperi korupsi, mark up, penipuan dan lain-lain, apakah boleh menerima pemberian tersebut? Sebab saya berpikir kalau menerimanya berarti senang / mendukung dengan pekerjaan yang dilakukan teman saya tersebut.
Terima kasih sebelumnya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, seseorang yang melakukan kejahatan misalnya menipu adalah termasuk melakukan kamma buruk. Ketika hasil kejahatan tersebut dipergunakan untuk melakukan kebajikan kepada fihak lain, maka orang itu memang dapat dikatakan telah melakukan perbuatan baik atau kamma baik. Namun, karena perbuatan baik atau kebajikan yang dilakukan menggunakan barang yang diperoleh dari hasil kejahatan, maka secara Dhamma, kamma baik yang ia lakukan menjadi tidak sempurna. Umat Buddha sebaiknya menghindari melakukan kebajikan dengan hasil kejahatan agar ia mempunyai kamma baik yang lebih sempurna.
Sedangkan, untuk si penerima barang hasil tindak kejahatan berlaku dua aturan yaitu aturan agama serta aturan negara. Apabila kedua aturan ini secara bersamaan tidak dilanggar, maka si penerima barang tidak bersalah.
Misalnya, seseorang menerima daging sapi dari tetangga. Tetangga yang membunuh sapi dalam pengertian Buddhis sudah melanggar sila pertama. Namun, umat Buddha yang menerima daging tersebut tidak termasuk melakukan pelanggaran sila pertama karena ia tidak memesan daging tersebut. Ia tidak berniat melakukan pembunuhan. Ia tidak termasuk melanggar aturan dalam Agama Buddha. Selain itu, pembunuhan sapi juga tidak termasuk melanggar aturan negara. Oleh karena aturan Agama Buddha dan aturan negara secara bersamaan tidak dilanggar, maka umat Buddha boleh menerima daging sapi tersebut.
Berbeda apabila seseorang menerima barang hasil penipuan. Penipuan secara aturan Agama Buddha termasuk pelanggaran sila keempat. Secara aturan negara, penipuan juga dilarang. Dengan demikian, umat Buddha sebaiknya tidak menerima barang-barang dari hasil dari korupsi, penipuan dsb.
Semoga jawaban ini dapat dijadikan perenungan untuk menghindari menerima hasil pelanggaran latihan kemoralan dalam Agama Buddha yang sekaligus juga termasuk melanggar aturan negara tempat seseorang bertinggal.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
09. Rayno
Saturday, 27 November 2010
Beruntung terlahir sebagai manusia
Bhante, apakah kemampuan pikiran para dewa dan Brahma melebihi manusia biasa? (lebih pandai maksudnya) karena untuk menjadi Brahma pernah saya baca, bisa dicapai dari hasil meditasi yang baik. Benarkah ketika terlahir sebagai dewa atau Brahma maka otomatis akan mengingat kehidupan lampaunya? Lalu mengapa sering saya dengar perkataan “betapa beruntung terlahir sebagai manusia”? Bukankah dewa lebih pandai dari manusia? Mengapa dikatakan manusia bisa memahami Dhamma, bukankah dewa dan brahma juga bisa? Atau hanya manusia?
Terima kasih Bhante Uttamo
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, dikenal adanya berbagai tingkat kehidupan selain terlahir sebagai manusia. Ada mahluk yang terlahir di alam yang lebih baik daripada manusia. Ada juga mahluk yang terlahir di alam yang lebih buruk daripada manusia. Terlahir di salah satu alam ini ditentukan oleh perbuatan yang mereka lakukan semasa  hidupnya sebagai manusia.
Mereka yang banyak melakukan kebajikan ketika hidup sebagai manusia akan terlahir di alam dewa sebagai penghuni surga. Sedangkan, mereka yang selain berbuat baik juga melatih meditasi sampai tingkat tertentu selama hidup sebagai manusia akan terlahir di alam Brahma.Mereka yang terlahir di alam dewa maupun Brahma mempunyai kelebihannya masing-masing. Semua kelebihan itu diperoleh sebagai buah kebajikan yang telah mereka lakukan ketika terlahir menjadi manusia.
Terlahir sebagai manusia, walaupun tidak memiliki kelebihan sebagaimana yang dimiliki oleh para dewa maupun Brahma, manusia mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melaksanakan Dhamma hingga mencapai tingkat kesucian. Oleh karena itulah dalam Dhamma disebutkan, ‘betapa beruntung terlahir sebagai manusia’. Disebut ‘beruntung’, karena walaupun mahluk di alam lain mampu mendengar Dhamma, namun hanya di alam manusia saja pelaksanaan Dhamma dapat lebih baik. Di alam manusia terdapat Tiratana atau Tiga Permata secara lengkap yaitu Permata Buddha, Permata Dhamma dan Permata Sangha.
Permata Buddha : Di alam manusia inilah terlahir Buddha atau lebih tepat disebut dengan Sammasambuddha yang mampu membabarkan AjaranNya kepada semua mahluk. Di masa sekarang dikenal Sammasambuddha Gotama.
Permata Dhamma : Ajaran yang dibabarkan oleh Sammasambuddha disebut sebagai Dhamma dan dicatat menjadi Kitab Suci Tipitaka.
Permata Sangha : Para murid Sammasambuddha yang telah mencapai kesucian karena melaksanakan Dhamma Ajaran Sang Buddha. Para murid ini disebut sebagai Ariya Sangha.
Selain adanya Tiratana, di alam manusia juga lebih mudah melihat ketidakkekalan. Kelahiran, ketuaan, sakit dan kematian jauh lebih mudah dilihat dalam kehidupan manusia daripada alam dewa apalagi Brahma yang usia hidupnya sangat panjang. Melihat ketidakkekalan ini, seseorang akan lebih mudah menjadikannya sebagai perenungan untuk mencapai kesadaran tertinggi. Ketika seseorang telah menyadari hakekat  hidup yang tidak kekal, maka akan berkurang kemelekatan dalam dirinya. Berkurang pula ketamakan serta kebenciannya. Apabila pengertian tentang ketidakkekalan semakin jelas, hilang pula ketidaktahuan sehingga ia mencapai kesucian. Inilah kelebihan atau keuntungan ketika terlahir sebagai manusia.
Karena itu, selagi kita semua beruntung masih hidup sebagai manusia, berusahalah untuk terus mengembangkan kesadaran setiap saat agar ketidakkekalan bukan lagi menjadi sekedar teori namun dihayati secara sungguh-sungguh. Salah satu langkah awal untuk mengembangkan kesadaran setiap saat adalah dengan selalu bertanya pada diri sendiri, ‘Saat ini saya sedang apa?’
Semoga jawaban ini mampu meningkatkan semangat mengembangkan kesadaran setiap saat agar keberuntungan terlahir sebagai manusia tidak menjadi sia-sia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Jaya
Sunday, 28 November 2010
Meditasi obyek pernafasan
Namo Buddhaya.
Bhante saya mau minta petunjuk bagaimana cara meditasi yang baik dan benar dengan obyek pernapasan, anapasati. Bagaimana tahapan-tahapan yang terjadi ? Seringkali ketika saya bermeditasi dengan usaha konsentrasi penuh, kesadaran saya melemah, atau tertidur, ataupun ketika kesadaran kuat, konsentrasi lemah karena merasakan sensasi2 tubuh jasmani, detak jantung, kesemutan, dll.. Mohon petunjuknya.. Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi pada prinsipnya adalah latihan ketrampilan memusatkan pikiran pada satu obyek. Obyek meditasi yang paling sering dipergunakan adalah memperhatikan proses masuk dan keluarnya udara saat bernafas secara alamiah.
Selama meditasi, misalnya sekitar 30 hingga 60 menit, pusatkan seluruh perhatian untuk merasakan dan mengetahui secara jelas saat udara masuk dan keluar melalui lubang hidung. Apabila pikiran kemudian memikirkan hal lain, upayakan untuk dikembalikan pada obyek awal yaitu perhatian pada pernafasan. Kondisi ini mungkin saja sering terjadi selama berlatih meditasi. Tidak masalah. Itu adalah hal wajar. Teruskanlah berlatih meditasi setiap hari.
Dengan latihan yang rutin, maka lama kelamaan pikiran menjadi lebih mudah dipusatkan pada obyek meditasi. Saat pikiran mulai terpusat, batin pun menjadi lebih tenang. Kadang pada saat itu timbul perasaan seperti mengantuk. Hal tersebut adalah normal. Untuk mengatasinya, saat pikiran mulai terasa agak ringan dan melayang, kesadaran mulai melemah, upayakan pikiran untuk lebih kuat memperhatikan obyek. Dengan terus menerus berlatih maka pikiran akan menjadi trampil memegang obyek sehingga rasa mengantuk dapat dilewati, kualitas konsentrasi pun meningkat.
Setelah fokus pada obyek mampu dipertahankan untuk waktu yang relatif cukup lama, maka tahap selanjutnya pergunakanlah kualitas konsentrasi tersebut untuk merasakan berbagai sensasi tubuh jasmani seperti kesemutan dsb. Apabila konsentrasi masih belum terlalu mampu dipertahankan untuk waktu yang lama, sebaiknya usahakan pikiran tetap dipusatkan pada obyek semula. Abaikan terlebih dahulu semua sensasi pada tubuh jasmani yang sering dirasakan selama ini. Latihan memperhatikan sensasi tubuh jasmani selama duduk bermeditasi menjadi persiapan untuk memperhatikan semua perilaku badan, ucapan dan pikiran selama melaksanakan aktifitas sehari-hari.
Perhatian dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari inilah yang menjadi tujuan utama berlatih duduk meditasi setiap hari. Pengembangan kesadaran sepanjang hari menjadikan batin tenang karena mengerti bahwa hidup adalah saat ini. Masa lalu hanyalah kenangan yang dapat dijadikan pelajaran. Masa depan masih harapan yang harus mulai dikerjakan saat ini secara maksimal. Saat inilah kenyataan. Kesadaran pada saat ini menimbulkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.
Semoga jawaban ini bermanfaat serta meningkatkan semangat untuk berlatih meditasi secara rutin dan dilanjutkan dengan mengembangkan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

02 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


22 November 2010 s.d. 28 November 2010
01. Rayno
Monday, 22 November 2010
Pencapaian jhana
Bhante, saya ingin bertanya tentang apakah benar memang ada kelompok orang yang tidak bisa mencapai jhana apabila dia bukan tihetuka puggala? Saya mendapat informasi ini dari buku ulasan ttg Abhidhamma.
Apakah benar jika seseorang hermaprodit maka tidak bisa mencapai jhana?
Apakah benar orang yang lesbian juga tidak bisa mencapai jhana?
Bagaimana seseorang bisa mengetahui jika dia itu tihetuka puggala?
Apakah pencapaian jhana juga tergantung apakah dia itu cacat atau tidak?
Terima kasih Bhante Uttamo.
Jawaban :
Meneliti pertanyaan di atas, kiranya cukup banyak yang disampaikan dan hampir semua berada dalam area teori. Diskusi teori Dhamma maupun meditasi dapat dilakukan dalam banyak forum tanya jawab lain yang mudah ditemukan lewat internet. Jadi, di sini semua pertanyaan di atas hanya akan dijawab secara umum. Semoga keterbatasan ini tidaklah mengecewakan.
Jhana adalah pencapaian meditasi dengan tingkat konsentrasi yang baik. Untuk mencapai jhana diperlukan latihan yang tekun dan penuh semangat.
Apabila seseorang – tanpa harus memikirkan kondisi dirinya sebagai hemaprodit, lesbian dsb – berusaha dengan sungguh-sungguh untuk berlatih konsentrasi secara rutin, maka mungkin saja ia mencapai jhana dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga dengan jawaban ini semakin banyak orang berlatih meditasi untuk mengembangkan konsentrasi. Hanya saja perlu diingat bahwa tingkat konsentrasi tinggi bukanlah tujuan dalam Ajaran Sang Buddha. Dalam pelaksanaan Dhamma, tingkat konsentrasi hendaknya dipergunakan untuk mengembangkan kesadaran setiap saat. Jadi, selalu gunakanlah konsentrasi pada saat bekerja, berbicara maupun berpikir agar mampu selalu sadar setiap saat pada semua segi kehidupan sebagai tujuan praktek Dhamma.
Semoga semua mahluk selalu hidup bahagia dalam kesadaran maksimal.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
02. Eric
Monday, 22 November 2010
Rupang
Namo Buddhaya,
Banthe, saya ingin bertanya. Dalam sutra salah satu Bodhisatva dikatakan bahwa bila menyediakan tempat yang bersih di sebelah Selatan dan meletakkan rupang atau gambar Bodhisatva tersebut, serta memuja dengan dupa, buah, air, bunga akan membuahkan karma baik seperti yang di uraikan di dalam sutra tersebut.
Selama ini saya saya membaca paritta atau keng hanya dengan dupa tanpa rupang atau gambar Bodhisatva. Kadang bila badan atau pikiran sedang lelah, saya tidak membaca paritta atau keng. Apakah boleh merapalkan sutra tanpa rupang atau gambar yang di sebutkan di dalam sutra itu?
Mohon bimbingan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, membaca paritta atau keng – dengan rupang maupun tidak – sebenarnya adalah merupakan salah satu cara untuk menambah kebajikan dengan badan, ucapan maupun pikiran. Hal ini dimungkinkan karena sewaktu membaca paritta atau keng, seseorang terkondisi untuk berperilaku, berucap dan berpikir hal yang baik. Karena itu, semakin sering seseorang membaca paritta atau keng, tentu semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan ketiga sarana perbuatan tersebut.
Selain upaya menambah kebajikan, membaca paritta atau keng – di depan rupang atau tidak – jika dibarengi dengan perenungan akan makna paritta atau keng yang dibaca, maka akan diperoleh pedoman atau tuntunan melakukan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan semakin banyak seseorang membaca paritta atau keng, semakin banyak pula pengertian dan pedoman kebajikan yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, perilaku, ucapan maupun cara berpikirnya juga bertambah baik.
Karena itu, apabila kondisi memungkinkan, adalah baik berusaha menyediakan rupang Bodhisatta maupun Sang Buddha di altar. Penyediaan rupang dapat menambah semangat untuk merenungkan keluhuran perilaku, ucapan dan cara berpikir dari mahluk yang dilambangkan sebagai rupang.
Namun, apabila kondisi tidak memungkinkan, umat Buddha boleh saja membaca paritta atau keng tanpa menggunakan rupang apapun juga. Perilaku tersebut tetap merupakan kamma baik atau kebajikan yang pada saatnya nanti membuahkan kebahagiaan sesuai harapan.
Semoga jawaban ini bermanfaat dan menambah semangat untuk rutin membaca serta merenungkan makna paritta atau keng yang dibaca.
Semoga semakin sering membaca dan merenungkan makna paritta atau keng, semakin baik pula kualitas batin maupun perilaku badan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
03. Ivy
Monday, 22 November 2010
Jodoh
Namo Buddhaya…
Saya ingin bertanya soal jodoh saya yang tidak lancar….
Masalah yang sering saya alami adalah setelah berkenalan dengan seorang pria dan kami sudah merasa cocok antara satu dengan yang lainnya, tapi terakhir menjauh juga. Padahal belum sempat pacaran. Saya pernah lihat pek ji, kata mereka hari lahir penanggalan Tionghoa saya tidak bagus. Apakah memang ada hubungannya dengan masalah jodoh saya?
Apakah benar jodoh itu ada? Artinya kalo memang jodoh saya, tak usah dikejarpun jodoh saya tetap bisa menjadi suami saya kelak?
Terima kasih atas saran Bhante. Namo Buddhaya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, jodoh dapat disetarakan dengan ikatan kamma yang dimiliki sejak kehidupan sebelumnya. Paling tidak ada dua jenis ikatan kamma yaitu ikatan kamma berdasarkan kebencian ataupun kecintaan. Ikatan kamma yang berdasarkan kebencian akan menghasilkan hubungan yang sering cekcok namun dapat berjalan bersama untuk waktu yang lama sampai ikatan kamma tersebut selesai. Sebaliknya, ikatan kamma berdasar kecintaan akan menghasilkan hubungan yang penuh perhatian dan kasih sayang sampai ikatan kamma yang mendukung selesai.
Ketika bertemu dengan orang yang cocok, namun akhirnya belum bisa berpacaran, kalau hal ini terjadi beberapa kali, maka kiranya perlu mencari alasan yang lebih nyata tentang masalah tersebut. Coba usaha bertanya lewat orang lain kepada para pria yang menjauh tersebut. Mungkin saja, ada perilaku atau ucapan bahkan penampilan yang harus diperbaiki agar tidak menjadi penyebab para pria menjauh. Kadang melalui fihak ketiga, para pria itu mungkin akan berkata jujur sehingga membantu perbaikan diri sehingga lebih mudah mendapatkan pacar di kesempatan lain.
Selain memperbaiki kualitas diri, kiranya juga perlu upaya meningkatkan kamma baik agar membuahkan kebahagiaan sesuai harapan yaitu mendapatkan pasangan hidup.
Secara tradisi yang berkembang dalam masyarakat, seseorang yang sulit mendapatkan pasangan hidup hendaknya sering melakukan pelepasan mahluk ke habitatnya. Carilah mahluk yang dijual di pasar dan biasa di masak untuk dimakan, misalnya belut atau ikan. Belilah dalam jumlah genap karena genap melambangkan pasangan. Lepas secara berkala dalam waktu beberapa bulan sambil terus mengucapkan tekad : “Semoga dengan sering melepaskan mahluk, saya pun terlepas dari kesulitan mendapatkan pasangan hidup. Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.”
Kadang, dengan sering melepas mahluk tanpa harus melakukan pantang makanan maupun perilaku apapun juga, ditambah dengan perubahan penampilan fisik serta perbaikan perilaku maupun ucapan, pasangan hidup dapat lebih mudah diperoleh walaupun tanpa mengubah pak ji yang dikatakan kurang baik tersebut. Karena dalam pengertian Buddhis, perubahan perilaku dengan upaya terus menerus menambah kamma baik dapat memperbaiki bahkan mengubah hal-hal buruk yang mungkin sudah dibawa sejak lahir.
Adapun jodoh, walaupun semua sudah merupakan ikatan kamma, tentunya juga perlu diperjuangkan. Bukan hanya dinanti secara pasif. Bagaikan makanan yang sudah tersedia di atas meja, juga perlu usaha untuk menyendok dan memasukkan ke dalam mulut. Tidak bisa makanan itu otomatis masuk ke perut dan membuat kenyang.
Semoga jawaban dan saran yang disampaikan di atas dapat memberikan manfaat serta kebahagiaan sesuai dengan harapan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dan tercapai cita-cita.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
04. Ricky
Tuesday, 23 November 2010
Upacara duka
Kenapa dalam agama lain, pada saat ada orang meninggal koq mereka menyanyi-nyanyi?
Seharusnya mereka ber duka cita.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Setiap agama maupun kepercayaan tentu mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi kematian. Oleh karena itu, mereka tentu mempunyai alasan tersendiri sehingga melakukan upacara duka dengan menyanyi.
Dalam pengertian Buddhis, kematian dipandang sebagai hal wajar dan alamiah. Hidup dalam bentuk apapun juga adalah tidak kekal. Kematian hanyalah akhir kehidupan. Siapapun yang dilahirkan, pasti akan mengalami kematian. Dengan demikian, kematian dianggap sebagai kondisi yang netral, bukan termasuk duka maupun suka.
Oleh karena itu, bersikaplah netral ketika melihat agama atau kepercayaan lain melakukan upacara duka dengan cara yang dianggap tidak sesuai pengertian sendiri. Seorang umat Buddha hendaknya berusaha melaksanakan upacara duka sesuai tradisi Buddhis tanpa harus mencela cara yang dipergunakan oleh agama lain.
Upacara duka dalam tradisi Buddhis dilakukan dengan membaca serta merenungkan paritta atau sutta. Paritta yang dibaca berisi nasehat Sang Buddha tentang proses kematian. Tujuan pembacaan paritta agar mengkondisikan mendiang berbahagia di alam kelahiran yang sekarang. Pembacaan paritta diharapkan juga mampu menambah ketabahan dan ketenangan keluarga mendiang. Pembacaan paritta hendaknya juga dapat meningkatkan kebijaksanaan dan pengertian tentang kematian kepada siapapun yang mampu merenungkan isi nasehat Sang Buddha tersebut.
Semoga jawaban ini dapat memberikan pengertian serta sikap mental netral ketika menghadapi proses kematian yang selalu terjadi dalam masyarakat.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
05. Yuri Kana
Tuesday, 23 November 2010
Manusia pertama
Kalo dalam agama lain dikenal adanya manusia pertama. Bagaimana dengan Agama Buddha ?
Mohon petunjuknya Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, alam semesta terjadi karena adanya proses bertahap dalam waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, Agama Buddha tidak menyebutkan manusia pertama karena keberadaan kelompok manusia muncul secara bertahap.
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih banyak dan mendalam, silahkan langsung membaca beberapa artikel tentang terbentuknya manusia pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-yang-maha-esa-dalam-agama-buddha/
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/kehidupan-dan-alam-kehidupan-2/
dan
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Semoga selalu berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
06. Selly Yu
Friday, 26 November 2010<
Sujud
Kalo pada saat Kathina kenapa kita harus bersujud kepada bhikkhu Sangha?
Padahal Sangha itu manusia.  Kan gx boleh?
Karena di agama mana pun tidak diperkenankan sujud-menyembah sesama manusia.
Seharusnya kita bersujud dan beribadah kepada Buddha.
Mohon petunjuk Bhante.
Jawaban :
Sujud atau dalam istilah Buddhis lebih dikenal sebagai namakara atau namaskara dilakukan dengan menyentuhkan dahi di lantai di antara kedua telapak tangan. Sujud adalah salah satu tradisi India tempat Agama Buddha berasal. Sujud dalam Agama Buddha dapat disetarakan dengan bersalaman dalam tradisi Eropa. Bahkan, lebih luhur daripada sekedar bersalaman, sujud menjadi lambang sikap merendah. Kepala yang biasa di atas, kini diposisikan di bawah, sejajar dengan telapak kaki dan tangan. Ketika seseorang mampu melakukan tindakan tersebut, ia sudah berusaha melatih mengurangi ego atau keakuan. Ia sudah mulai meningkat kualitas batinnya. Ia mulai menyadari bahwa di luar dirinya terdapat fihak-fihak yang layak mendapatkan penghormatan. Oleh karena itu, sujud dapat dilakukan selain terhadap Buddharupang  atau arca Buddha, juga dapat dilakukan kepada orangtua, kakak, guru dan tentu saja, kepada para bhikkhu anggota Sangha yang juga merupakan sesama manusia.
Selain mengurangi keakuan, sujud dapat pula menjadi sarana menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran. Pada saat bersujud, seseorang hendaknya melakukan dengan konsentrasi penuh. Dengan demikian, ia telah melakukan kebajikan melalui badan, yaitu menghormat mereka yang patut di hormat. Ia juga melakukan kebajikan dengan ucapan dan pikiran, karena pada saat bersujud, ia mungkin menyebut dalam batin kalimat ‘Semoga semua mahluk berbahagia’. Jadi, semakin sering seseorang bersujud, semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan badan, ucapan dan pikiran. Oleh karena itu, dalam tradisi Buddhis, sujud justru dianjurkan dilakukan sesering mungkin, bukan hanya waktu perayaan Kathina. Umat Buddha terbiasa bersujud di depan altar Buddha ketika datang ke vihara dan hendak meninggalkan vihara. Umat Buddha juga boleh bersujud kepada para bhikkhu saat bertemu di vihara atau hendak berpamitan.
Meskipun dalam Agama Buddha sujud dianjurkan untuk sering dilakukan, namun sujud bukanlah keharusan. Seorang umat Buddha hendaknya menyadari terlebih dahulu manfaat sujud untuk peningkatan kualitas dirinya sendiri, bukan untuk Buddharupang maupun para bhikkhu. Buddharupang maupun para bhikkhu tidak bertambah baik ketika mendapatkan sujud dari umat Buddha. Namun, umat Buddha sendirilah yang mendapatkan kebajikan serta berkurang keakuannya ketika melakukan sujud kepada Buddharupang maupun para bhikkhu.
Semoga penjelasan ini menambah pengertian bahwa umat Buddha justru memperoleh lebih banyak manfaat saat ia bersujud daripada mereka yang dijadikan obyek sujud.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
07.  Dede Gunawan
Friday, 26 November 2010
Kamma
Namo Buddhaya Bhante,
Mohon pencerahan dari Bhante. Saya sering mendengar ‘Berbuatlah kebajikan karena kita yang akan menerima buah kebahagiaan dari kebajikan tersebut’
Menurut ba zi, saya adalah orang yang lahir dengan nasib ‘kebajikan yang saya perbuat sering tak terbalaskan’. Tadinya saya tidak mempercayai hal tersebut. Tapi sejalan dengan perjalanan hidup, mau tidak mau saya merasakan kebenaran dari ba zi tersebut.
Lalu bagaimana dengan kebajikan yang pernah saya perbuat Bhante ? Sedangkan bazi saya justru menolak hukum tabur tuai kebajikan tersebut.
Mohon kebijaksanaan dari Bhante. Terima kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis disebutkan bahwa ‘Sesuai dengan benih yang ditaburkan, demikian pula buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebahagiaan.’ Pengertian ini lebih dikenal sebagai Hukum Kamma. Dengan mengerti hukum perbuatan ini, umat Buddha diharapkan lebih banyak melakukan kebajikan dan mengurangi kejahatan. Sebagai hasilnya, hidup akan lebih berbahagia, tercapai segala harapan.
Disebutkan dalam pertanyaan di atas adanya perhitungan ba zi yang menjelaskan ‘kebajikan yang sering tidak terbalas’. Mungkin pernyataan tersebut bermakna apabila melakukan perbuatan baik kepada seseorang, mungkin saja justru mendapatkan kesulitan dari orang tersebut atau dari fihak lain. Seringnya mengalami kejadian seperti inilah yang mungkin menimbulkan keyakinan bahwa perhitungan ba zi tersebut benar atau tepat.
Kondisi yang sering dialami tersebut, apabila dijelaskan dengan Hukum Kamma, dapatlah dicontohkan sebagai orang yang menanam padi namun menghasilkan jagung. Tentu saja peristiwa ini  akan terjadi kalau ia sudah pernah menanam jagung di waktu sebelumnya. Artinya, seseorang yang melakukan kebajikan (menanam padi), mungkin saja ia justru mendapatkan hal yang tidak menyenangkan (mendapat jagung). Kondisi tidak menyenangkan itu sesungguhnya merupakan hasil perbuatan sendiri yang pernah dilakukan sebelumnya. Apabila ia terus melakukan kebajikan (menanam padi) dan menghindari perilaku buruk (tidak menanam jagung), maka lama kelamaan, penderitaan (jagung) sebagai buah kamma buruk akan berkurang dan buah kebajikan (padi) yang terus ia lakukan akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan.
Oleh karena itu, jangan pernah patah semangat untuk terus mengurangi kejahatan dan menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran walaupun perhitungan ba zi menyebutkan hal yang kurang membahagiakan. Sebab, apabila buah kamma buruk telah habis, tentu buah kamma baik akan dirasakan dalam bentuk kebahagiaan. Itulah inti Hukum Kamma yang tidak pernah salah, bahwa si pelaku kebajikan pasti merasakan kebahagiaan bila telah tiba waktunya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat serta menambah semangat untuk terus melakukan kebajikan tanpa memikirkan saat munculnya kebahagiaan sebagai hasil perilaku baiknya.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
08. Ria Anggraini
Saturday, 27 November 2010
Menerima hasil pelanggaran sila
Namo Buddhaya,
Bhante saya ingin bertanya, apabila diberi hadiah berupa barang / uang dari teman yang memperoleh penghasilan yang tidak halal seperi korupsi, mark up, penipuan dan lain-lain, apakah boleh menerima pemberian tersebut? Sebab saya berpikir kalau menerimanya berarti senang / mendukung dengan pekerjaan yang dilakukan teman saya tersebut.
Terima kasih sebelumnya.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, seseorang yang melakukan kejahatan misalnya menipu adalah termasuk melakukan kamma buruk. Ketika hasil kejahatan tersebut dipergunakan untuk melakukan kebajikan kepada fihak lain, maka orang itu memang dapat dikatakan telah melakukan perbuatan baik atau kamma baik. Namun, karena perbuatan baik atau kebajikan yang dilakukan menggunakan barang yang diperoleh dari hasil kejahatan, maka secara Dhamma, kamma baik yang ia lakukan menjadi tidak sempurna. Umat Buddha sebaiknya menghindari melakukan kebajikan dengan hasil kejahatan agar ia mempunyai kamma baik yang lebih sempurna.
Sedangkan, untuk si penerima barang hasil tindak kejahatan berlaku dua aturan yaitu aturan agama serta aturan negara. Apabila kedua aturan ini secara bersamaan tidak dilanggar, maka si penerima barang tidak bersalah.
Misalnya, seseorang menerima daging sapi dari tetangga. Tetangga yang membunuh sapi dalam pengertian Buddhis sudah melanggar sila pertama. Namun, umat Buddha yang menerima daging tersebut tidak termasuk melakukan pelanggaran sila pertama karena ia tidak memesan daging tersebut. Ia tidak berniat melakukan pembunuhan. Ia tidak termasuk melanggar aturan dalam Agama Buddha. Selain itu, pembunuhan sapi juga tidak termasuk melanggar aturan negara. Oleh karena aturan Agama Buddha dan aturan negara secara bersamaan tidak dilanggar, maka umat Buddha boleh menerima daging sapi tersebut.
Berbeda apabila seseorang menerima barang hasil penipuan. Penipuan secara aturan Agama Buddha termasuk pelanggaran sila keempat. Secara aturan negara, penipuan juga dilarang. Dengan demikian, umat Buddha sebaiknya tidak menerima barang-barang dari hasil dari korupsi, penipuan dsb.
Semoga jawaban ini dapat dijadikan perenungan untuk menghindari menerima hasil pelanggaran latihan kemoralan dalam Agama Buddha yang sekaligus juga termasuk melanggar aturan negara tempat seseorang bertinggal.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
09. Rayno
Saturday, 27 November 2010
Beruntung terlahir sebagai manusia
Bhante, apakah kemampuan pikiran para dewa dan Brahma melebihi manusia biasa? (lebih pandai maksudnya) karena untuk menjadi Brahma pernah saya baca, bisa dicapai dari hasil meditasi yang baik. Benarkah ketika terlahir sebagai dewa atau Brahma maka otomatis akan mengingat kehidupan lampaunya? Lalu mengapa sering saya dengar perkataan “betapa beruntung terlahir sebagai manusia”? Bukankah dewa lebih pandai dari manusia? Mengapa dikatakan manusia bisa memahami Dhamma, bukankah dewa dan brahma juga bisa? Atau hanya manusia?
Terima kasih Bhante Uttamo
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, dikenal adanya berbagai tingkat kehidupan selain terlahir sebagai manusia. Ada mahluk yang terlahir di alam yang lebih baik daripada manusia. Ada juga mahluk yang terlahir di alam yang lebih buruk daripada manusia. Terlahir di salah satu alam ini ditentukan oleh perbuatan yang mereka lakukan semasa  hidupnya sebagai manusia.
Mereka yang banyak melakukan kebajikan ketika hidup sebagai manusia akan terlahir di alam dewa sebagai penghuni surga. Sedangkan, mereka yang selain berbuat baik juga melatih meditasi sampai tingkat tertentu selama hidup sebagai manusia akan terlahir di alam Brahma.Mereka yang terlahir di alam dewa maupun Brahma mempunyai kelebihannya masing-masing. Semua kelebihan itu diperoleh sebagai buah kebajikan yang telah mereka lakukan ketika terlahir menjadi manusia.
Terlahir sebagai manusia, walaupun tidak memiliki kelebihan sebagaimana yang dimiliki oleh para dewa maupun Brahma, manusia mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melaksanakan Dhamma hingga mencapai tingkat kesucian. Oleh karena itulah dalam Dhamma disebutkan, ‘betapa beruntung terlahir sebagai manusia’. Disebut ‘beruntung’, karena walaupun mahluk di alam lain mampu mendengar Dhamma, namun hanya di alam manusia saja pelaksanaan Dhamma dapat lebih baik. Di alam manusia terdapat Tiratana atau Tiga Permata secara lengkap yaitu Permata Buddha, Permata Dhamma dan Permata Sangha.
Permata Buddha : Di alam manusia inilah terlahir Buddha atau lebih tepat disebut dengan Sammasambuddha yang mampu membabarkan AjaranNya kepada semua mahluk. Di masa sekarang dikenal Sammasambuddha Gotama.
Permata Dhamma : Ajaran yang dibabarkan oleh Sammasambuddha disebut sebagai Dhamma dan dicatat menjadi Kitab Suci Tipitaka.
Permata Sangha : Para murid Sammasambuddha yang telah mencapai kesucian karena melaksanakan Dhamma Ajaran Sang Buddha. Para murid ini disebut sebagai Ariya Sangha.
Selain adanya Tiratana, di alam manusia juga lebih mudah melihat ketidakkekalan. Kelahiran, ketuaan, sakit dan kematian jauh lebih mudah dilihat dalam kehidupan manusia daripada alam dewa apalagi Brahma yang usia hidupnya sangat panjang. Melihat ketidakkekalan ini, seseorang akan lebih mudah menjadikannya sebagai perenungan untuk mencapai kesadaran tertinggi. Ketika seseorang telah menyadari hakekat  hidup yang tidak kekal, maka akan berkurang kemelekatan dalam dirinya. Berkurang pula ketamakan serta kebenciannya. Apabila pengertian tentang ketidakkekalan semakin jelas, hilang pula ketidaktahuan sehingga ia mencapai kesucian. Inilah kelebihan atau keuntungan ketika terlahir sebagai manusia.
Karena itu, selagi kita semua beruntung masih hidup sebagai manusia, berusahalah untuk terus mengembangkan kesadaran setiap saat agar ketidakkekalan bukan lagi menjadi sekedar teori namun dihayati secara sungguh-sungguh. Salah satu langkah awal untuk mengembangkan kesadaran setiap saat adalah dengan selalu bertanya pada diri sendiri, ‘Saat ini saya sedang apa?’
Semoga jawaban ini mampu meningkatkan semangat mengembangkan kesadaran setiap saat agar keberuntungan terlahir sebagai manusia tidak menjadi sia-sia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Jaya
Sunday, 28 November 2010
Meditasi obyek pernafasan
Namo Buddhaya.
Bhante saya mau minta petunjuk bagaimana cara meditasi yang baik dan benar dengan obyek pernapasan, anapasati. Bagaimana tahapan-tahapan yang terjadi ? Seringkali ketika saya bermeditasi dengan usaha konsentrasi penuh, kesadaran saya melemah, atau tertidur, ataupun ketika kesadaran kuat, konsentrasi lemah karena merasakan sensasi2 tubuh jasmani, detak jantung, kesemutan, dll.. Mohon petunjuknya.. Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi pada prinsipnya adalah latihan ketrampilan memusatkan pikiran pada satu obyek. Obyek meditasi yang paling sering dipergunakan adalah memperhatikan proses masuk dan keluarnya udara saat bernafas secara alamiah.
Selama meditasi, misalnya sekitar 30 hingga 60 menit, pusatkan seluruh perhatian untuk merasakan dan mengetahui secara jelas saat udara masuk dan keluar melalui lubang hidung. Apabila pikiran kemudian memikirkan hal lain, upayakan untuk dikembalikan pada obyek awal yaitu perhatian pada pernafasan. Kondisi ini mungkin saja sering terjadi selama berlatih meditasi. Tidak masalah. Itu adalah hal wajar. Teruskanlah berlatih meditasi setiap hari.
Dengan latihan yang rutin, maka lama kelamaan pikiran menjadi lebih mudah dipusatkan pada obyek meditasi. Saat pikiran mulai terpusat, batin pun menjadi lebih tenang. Kadang pada saat itu timbul perasaan seperti mengantuk. Hal tersebut adalah normal. Untuk mengatasinya, saat pikiran mulai terasa agak ringan dan melayang, kesadaran mulai melemah, upayakan pikiran untuk lebih kuat memperhatikan obyek. Dengan terus menerus berlatih maka pikiran akan menjadi trampil memegang obyek sehingga rasa mengantuk dapat dilewati, kualitas konsentrasi pun meningkat.
Setelah fokus pada obyek mampu dipertahankan untuk waktu yang relatif cukup lama, maka tahap selanjutnya pergunakanlah kualitas konsentrasi tersebut untuk merasakan berbagai sensasi tubuh jasmani seperti kesemutan dsb. Apabila konsentrasi masih belum terlalu mampu dipertahankan untuk waktu yang lama, sebaiknya usahakan pikiran tetap dipusatkan pada obyek semula. Abaikan terlebih dahulu semua sensasi pada tubuh jasmani yang sering dirasakan selama ini. Latihan memperhatikan sensasi tubuh jasmani selama duduk bermeditasi menjadi persiapan untuk memperhatikan semua perilaku badan, ucapan dan pikiran selama melaksanakan aktifitas sehari-hari.
Perhatian dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari inilah yang menjadi tujuan utama berlatih duduk meditasi setiap hari. Pengembangan kesadaran sepanjang hari menjadikan batin tenang karena mengerti bahwa hidup adalah saat ini. Masa lalu hanyalah kenangan yang dapat dijadikan pelajaran. Masa depan masih harapan yang harus mulai dikerjakan saat ini secara maksimal. Saat inilah kenyataan. Kesadaran pada saat ini menimbulkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.
Semoga jawaban ini bermanfaat serta meningkatkan semangat untuk berlatih meditasi secara rutin dan dilanjutkan dengan mengembangkan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo

03 Sepuluh Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo


29 November 2010 s.d. 05 December 2010
1. Hendra Sutanto
Monday, 29 November 2010
Meditasi dan mahluk halus
Namo Buddhaya,
Bhante…mohon petunjuknya. Apakah betul pada saat melakukan meditasi, sebelum mencapai jhana, meditator akan mengalami fase dimana kelima panca indra akan sementara “tertutup”.
Apabila betul demikian, pertanyaan saya adalah : pada saat tersebut, bukankah mahluk halus dapat memasuki ke tubuh meditator tersebut?
Mohon petunjuk Bhante untuk mengurai keraguan saya.
Terima kasih.
Jawaban :
Meditasi adalah melatih pikiran untuk tetap fokus atau terpusat pada satu obyek meditasi yang telah dipilih. Ada cukup banyak obyek meditasi. Salah satu obyek meditasi yang sangat sering dipergunakan adalah perhatian pada pernafasan. Ketika melatih meditasi dengan obyek pernafasan, upayakan untuk selalu memperhatikan serta merasakan saat udara masuk dan keluar secara alamiah melalui lubang hidung.
Setelah berlatih secara rutin, maka pikiran dapat lebih mudah terpusat pada obyek meditasi dalam waktu relatif cukup lama. Pikiran tidak lagi memperhatikan hal lain kecuali obyek meditasi. Pikiran tidak lagi terpengaruh oleh obyek-obyek indria yang lain. Dalam kondisi demikian, indria seolah tertutup. Namun, saat indria tertutup karena pikiran terpusat pada obyek, mahluk halus tentu saja tidak bisa mempengaruhi apalagi memasuki tubuh meditator tersebut.Mahluk halus membutuhkan sedikit ‘kerja sama’ agar dapat mempengaruhi seseorang. Saat seseorang fokus pada obyek meditasi, kerjasama yang diharapkan tidak ada. Mahluk halus akan mencari orang lain yang dapat diajak kerja sama. Salah satunya, orang yang sedang melamun.
Ketika seseorang melamun, mungkin saja indrianya seolah tertutup tetapi pikiran tidak fokus. Kondisi yang lemah ini seolah mengundang kerja sama dengan mahluk halus. Akibatnya, orang yang sedang melamun akan mudah dipengaruhi oleh mahluk halus.
Sebagai kesimpulan, seorang yang berlatih meditasi tidak perlu takut dengan gangguan mahluk halus selama ia tetap fokus dan tidak memperhatikan berbagai gejala yang mungkin ditimbulkan oleh mahluk halus tersebut.
Semoga jawaban ini mengurangi bahkan menghilangkan keraguan tentang gangguan mahluk halus yang mungkin muncul selama berlatih meditasi.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia dalam kesadaran setiap saat.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
2. Isabella
Monday, 29 November 2010
Shio dan zodiak
Namo Buddhaya,
Bhante, bagaimana pandangan Agama Buddha mengenai shio/zodiak?
Apakah hal-hal tersebut dapat dipercaya?
Saya secara pribadi tidak percaya dengan hal-hal tersebut. Namun saya bingung karena ada beberapa sifat saya cocok dengan apa yang ditulis pada shio/zodiak saya.
Mengapa bisa begitu Bhante? Anumodana.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, salah satu sebab seseorang terlahir pada tanggal, bulan dan tahun tertentu berkaitan dengan kamma yang ia miliki. Suka duka dan watak yang ia miliki juga merupakan bagian dari kaitan kamma tersebut. Meskipun demikian, perbuatan baik yang rutin dilakukan saat ini memungkinkan ia mengubah suka duka serta watak yang dimiliki sebelumnya.
Keberadaan shio maupun zodiak adalah bagian dari tradisi yang berkembang dalam masyarakat tertentu. Pemahaman tentang shio dan zodiak sudah berlangsung turun temurun sejak ribuan tahun yang lampau. Penyusunan serta penyempurnaan shio dan zodiak melalui pengamatan berbagai kesamaan yang terdapat pada kelompok orang yang terlahir di tahun, bulan maupun tanggal tertentu. Karena telah melewati masa ribuan tahun serta banyak sekali pengamatan di lapangan, tentu saja terdapat banyak penjelasan shio maupun zodiak yang sesuai dengan kenyataan.
Penjelasan melalui shio atau zodiak biasanya hanya membahas hal-hal yang bersifat umum. Tidak menjelaskan hal yang lebih khusus, misalnya tentang banyaknya kebajikan yang mungkin dilakukan oleh seseorang. Perbuatan baik maupun buruk sangatlah tergantung pada keputusan pribadi orang tersebut. Apabila seseorang selalu berusaha memperbanyak kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran, ia akan dapat mengubah berbagai penjelasan yang diperoleh melalui pengertian shio ataupun zodiak. Mereka yang dikatakan berwatak baik, dengan upaya menjadikan kebajikan sebagai kebiasaan tentu saja akan dapat meningkatkan watak tersebut. Demikian pula mereka yang dikatakan hidup bahagia, dengan upaya kebajikan yang tidak pernah berhenti kiranya akan dapat meningkatkan kebahagiaan yang telah dijelaskan melalui shio ataupun zodiak.
Dengan demikian, shio maupun zodiak mungkin saja mampu memperhitungkan kelebihan serta kekurangan seseorang. Namun, hanya orang itu sendirilah yang mampu mengubah segala yang telah diperhitungkan. Dengan selalu melakukan kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran, maka kelebihan dapat ditingkatkan, kekurangan dapat diperbaiki. Hidup pun menjadi lebih berbahagia.
Semoga jawaban ini dapat meningkatkan semangat untuk lebih banyak berbuat baik dengan badan, ucapan serta pikiran agar hidup lebih berbahagia melebihi semua pernyataan dan perhitungan yang diperoleh dari shio maupun zodiak.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
3. Rayno
Monday, 29 November 2010
Sammasambuddha
Bhante, menurut tradisi Theravada apakah seseorang boleh mempunyai impian menjadi Sammasambuddha?
Bagaimana cara menjadi Sammasambuddha yang menonjol aspek kebijaksanaannya versi Theravada?
Terima kasih Bhante Uttamo.
Jawaban :
Setiap orang tentu saja boleh bermimpi atau bercita-cita menjadi Sammasambuddha. Sammasambuddha adalah orang yang dengan perjuangannya sendiri mampu mencapai pencerahan serta mampu mengajarkan hasil pencerahan itu kepada orang lain sehingga mereka pun mencapai pencerahan.
Salah satu contoh Sammasambuddha yang dikenal di masa sekarang adalah Sang Buddha Gotama yang menonjol aspek kebijaksanaanNya.
Meneladani kehidupan Sang Buddha Gotama, maka kiranya mereka yang bercita-cita menjadi Sammasambuddha hendaknya terlebih dahulu menyempurnakan sepuluh perilaku baik seperti yang telah disempurnakan oleh Bodhisatta calon Sang Buddha Gotama.
Adapun kesepuluh kesempurnaan perilaku baik itu adalah :
01. Kerelaan
02. Kemoralan
03. Pelepasan kesenangan indria
04. Kebijaksanaan
05. Usaha / semangat
06. Kesabaran
07. Kebenaran
08. Keputusan yang teguh
09. Cinta kasih
10. Keseimbangan batin
Banyak kisah dari berbagai sumber Dhamma yang menceritakan ketika calon Sammasambuddha Gotama menyempurnakan satu per satu perilaku kebajikan tersebut selama 4 asakheyya kappa 100.000 kappa yang merupakan satu satuan waktu yang sangat sangat lama.
Kiranya jawaban ini dapat menambah semangat mereka yang memiliki cita-cita menjadi Sammasambuddha agar mulai bertindak menyempurnakan sepuluh perilaku baik yang disebutkan di atas.
Semoga dengan perjuangan yang tidak pernah kenal putus asa, cita-cita luhur dapat diwujudkan pada suatu saat nanti.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
4. Hendra
Tuesday, 30 November 2010
Kamma kelompok
Namo Buddhaya,
Bhante, dlm Buddhis kita mengenal Hukum Sebab Akibat / Hukum Karma. Saya sendiri secara pribadi sangat percaya akan tsb. Tetapi ada hal yg mungkin masih menjadi misteri bagi saya secara pribadi. Kasus / contoh : baru-baru ini ada saudara-saudara kita yg terkena musibah bencana alam, seperti Merapi, Mentawai, Wasior, dll. Dalam bencana tsb, ada banyak korban yg meninggal, cacat, dsb.
Pertanyaan saya, mengapa orang-orang tsb harus terkena musibah ? Kan tidak semua org yg menjadi korban meninggal juga memiliki karma buruk? Maksud saya. mengapa buah karma mereka seolah2 sama, yakni sama2 menderita, padahal belum tentu karma mereka adalah sama.
Bagaimana pandangan kita seharusnya utk hal ini Bhante ?
Terima kasih & anumodana Bhante.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, setiap mahluk memiliki kamma masing-masing. Suka duka yang dialami oleh setiap mahluk adalah hasil dari perilaku masing-masing. Mereka yang banyak melakukan kebajikan akan merasakan hidup bahagia. Mereka yang kurang memiliki kebajikan akan hidup kurang bahagia pula.
Ketika seseorang terlahir dalam satu keluarga, sesungguhnya ia telah memiliki kesamaan kamma dengan keluarga tersebut. Demikian pula ketika ia dan keluarganya menjadi bagian dari satu masyarakat tertentu, maka ia dan keluarganya telah memiliki beberapa kesamaan kamma dengan anggota masyarakat tersebut. Kesamaan kamma ini dapat diperluas menjadi kesamaan kamma sebagai bangsa, sebagai penduduk suatu benua dan juga sebagai penduduk planet bumi ini. Semua pertemuan maupun perkumpulan antar mahluk dalam satu tempat tertentu terjadi karena ada sebab. Salah satu penyebabnya adalah kekuatan kamma yang sejenis.
Karena adanya ikatan kamma sejenis itulah ketika terjadi bencana di satu daerah, mereka yang memiliki kamma sejenis yang sedang berbuah akan menjadi korban secara bersamaan. Semakin banyak kamma yang sejenis dalam suatu daerah, semakin banyak pula mereka yang menjadi korban.
Tetapi karena setiap mahluk juga memiliki kamma masing-masing yang tidak sama persis, maka walaupun mereka semua meninggal pada waktu dan tempat yang sama,  mereka tidak terlahir kembali di alam yang sama. Mereka yang memiliki banyak kebajikan semasa hidupnya akan terlahir di alam yang berbahagia. Mereka yang memiliki sedikit kebajikan semasa hidupnya akan terlahir di alam yang kurang bahagia.
Sebaliknya, anggota masyarakat di daerah bencana yang secara bersamaan memiliki perbedaan waktu berbuah kamma buruknya akan terhindar dari bencana tersebut. Semakin banyak orang yang berbeda waktu kamma buruknya berbuah, semakin banyak pula yang terselamatkan dari suatu daerah bencana.
Oleh karena itu, peristiwa gunung meletus, gempa bumi dsb adalah bencana alam yang tidak bisa diramalkan maupun dicegah oleh siapapun juga. Namun, keselamatan setiap orang dari bencana alam sangatlah ditentukan oleh buah kamma baik yang dimiilikinya. Dengan demikian, orang yang rajin melakukan kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran akan terkondisi terselamatkan dari berbagai bahaya maupun resiko bencana alam.
Semoga jawaban ini akan menambah semangat setiap orang untuk melakukan banyak kebajikan agar secara bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya terbebas dari segala bahaya maupun bencana.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia bebas dari bencana maupun penderitaan.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
5. Marco
Tuesday, 30 November 2010
Badan dan batin
Namo Buddhaya,
Bhante, saya ingin tanya apa hubungannya batin dengan jasmani?
Mohon petunjuknya untuk menjelaskannya. Terima Kasih.
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, manusia hidup terdiri dari badan dan batin. Hubungan badan dan batin ini sangatlah erat. Tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Proses badan yang dipengaruhi oleh batin atau sebaliknya dapat diamati secara jelas sewaktu seseorang mengembangkan kesadaran dalam bermeditasi.
Namun, agar mempermudah penjelasan, eratnya hubungan badan dan batin dapat diibaratkan sebagai komponen komputer. Badan adalah hardware atau perangkat keras komputer seperti CPU, keyboard, mouse, monitor dsb. Sedangkan batin adalah software atau perangkat lunak komputer seperti operating system, berbagai program aplikasi dsb. Keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya agar komputer dapat bekerja lancar sesuai harapan.
Penjelasan lengkap dan mendalam tentang hubungan badan serta batin dapat dibaca dari berbagai sumber informasi tentang Abhidhamma.
Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat untuk menambah wawasan.
Semoga selalu bahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
6. Kristiana
Saturday, 4 December 2010
Batin
Namo Buddhaya,
Saya sering mendengar “sucikan hati dan pikiran itulah ajaran para Buddha”
Saya ingin bertanya, dengan adanya dua keberadaan yakni hati (batin) dan pikiran, apabila seseorang meninggal, buah kamma dari manakah yg akan mempengaruhi kelahiran berikutnya?
Misalnya saja, seseorang memiliki hati yang baik, takut berbuat jahat, dsb. Namun pikirannya belum selaras dgn hatinya yakni menginginkan orang lain celaka, iri, dendam, dll. Maka buah dr hati ataukah pikiran yang dapat mempengaruhi kelahiran selanjutnya?
Lalu bagaimana cara untuk menyelaraskan keduanya?
Anumodana Bhante
Jawaban :
Dalam pengertian Buddhis, istilah ‘hati’ lebih menunjuk pada organ tubuh yang secara umum dikenal sebagai ‘lever’. Dewasa ini dalam banyak kesempatan beberapa tokoh Agama Buddha sudah tidak mempergunakan istilah ‘hati’ pada pengertian di atas. Perubahan penggunaan istilah ini juga lebih disesuaikan dengan makna dan kaidah bahasa Pali. Oleh karena itu, kiranya lebih tepat apabila para umat Buddha juga menyebut dengan “Sucikan pikiran itulah Ajaran para Buddha”.
Menjawab pertanyaan di atas yaitu ‘hati yang baik, pikiran belum selaras’, jika ditinjau dari Ajaran Sang Buddha, semua pertentangan batin itu timbul sebagai hasil kerja pikiran. Bahwa pikiran kadang memikirkan hal yang baik. Namun, dalam kesempatan lain, pikiran juga memikirkan hal yang buruk. Kondisi pikiran yang sering berubah ini wajar untuk mereka yang belum terbebas dari ketamakan, kebencian ataupun kegelapan batin. Masing-masing pikiran baik dan buruk tentu saja memiliki buah yang berbeda di kehidupan sekarang maupun selanjutnya.
Untuk terlahir di salah satu alam kehidupan sangatlah dipengaruhi oleh pikiran terakhir seseorang saat ia hendak meninggal. Apabila muncul pikiran baik pada saat hendak meninggal, pikiran baik inilah yang akan mengarahkan ia terlahir di alam bahagia. Demikian pula sebaliknya. Ketika seseorang meninggal dengan pikiran buruk, ia akan terlahir di alam kurang bahagia.
Oleh karena itu, seseorang yang selama hidupnya sering membiasakan diri berpikir baik, ketika meninggal dunia akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk terlahir di alam bahagia. Dengan demikian, umat Buddha hendaknya membiasakan diri berpikir baik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya membiasakan pikiran baik adalah dengan sering mengulang dalam batin kalimat cinta kasih “Semoga semua  mahluk selalu hidup berbahagia”.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk menambah semangat berbuat baik dengan badan, ucapan dan pikiran sehingga mengkondisikan kebahagiaan di kehidupan sekarang maupun mendatang.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia terbebas dari pikiran, ucapan serta perbuatan yang tidak baik.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
7. Ivy
Saturday, 4 December 2010
Keduniawian
Namo Buddhaya,
Saya temasuk orang yang agak terikat dengan keduniawian. Artinya saya ingin menjadi orang kaya, saya ingin membeli rumah, membahagiakan orang tua, saya juga ingin mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dan cocok dengan saya. Oleh karena itu saya selalu bekerja keras. Dimana ada kesempatan mendapatkan duit, saya mencobanya walaupun kadang melelahkan. Tentunya perjuangan mendapatkan duit itu, saya tidak pernah sampai merugikan orang lain.
Apakah salah kalau saya mempunyai pemikiran seperti ini?
Tterima kasih Bhante.
Jawaban :
Sebagai perumah tangga atau umat Buddha yang tinggal dalam masyarat tentunya cukup wajar apabila tertarik dengan hal-hal yang bersifat keduniawian, termasuk ingin kaya dsb. Namun, hal yang perlu diperhatikan dan dimiliki oleh setiap umat Buddha adalah kemampuan seseorang untuk menerima kenyataan apabila tidak sesuai dengan keinginan atau harapan.
Adalah wajar kenyataan tidak selalu sesuai harapan atau keinginan. Seseorang hanya mampu mengubah keinginan. Ia tidak akan pernah mampu mengubah kenyataan. Apabila ia selalu mampu mengubah keinginan sehingga sesuai kenyataan, maka harapan dan cita-cita yang tinggi sekalipun tidak akan pernah mengecewakannya.Ia selalu mampu mengendalikan diri ketika harapan tidak tercapai. Sikap mental seperti ini menunjukkan ia tidak lagi melekat atau terikat. Ia tidak lagi menderita karena keinginannya.
Salah satu cara untuk menyesuaikan keinginan dengan kenyataan adalah dengan sering mengucapkan dalam batin kata MEMANG. Artinya, ketika ia menghadapi kenyataan yang berbeda dengan harapan, ia hendaknya menyebutkan, ‘Memang demikian kenyataannya’. Kalau ia sudah mampu selalu menyebutkan kata ‘memang’ pada setiap kenyataan yang dihadapi, batin menjadi tenang dan bahagia. Ia telah mampu menerima  kenyataan sebagaimana adanya.
Setelah mampu menerima kenyataan sebagaimana adanya, ia hendaknya mempergunakan kenyataan tersebut untuk meningkatkan kualitas diri. Kenyataan positif, hendaknya dicari faktor penyebabnya agar dapat ditingkatkan di masa sekarang maupun masa depan. Sedangkan, kenyataan negatif, hendaknya dicari penyebabnya agar dapat diperbaiki ataupun dihindari di masa sekarang atau di masa depan. Dengan demikian, hidup dari saat ke saat selalu bahagia karena menerima kenyataan dan mampu menggunakan kenyataan apapun juga untuk meningkatkan kualitas diri.
Semoga jawaban ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengertian bahwa umat Buddha boleh saja memiliki keinginan sejauh ia selalu mampu menyesuaikan keinginan dengan kenyataan.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
8. Rayno
Saturday, 4 December 2010
Kemampuan dan bakat
Bhante, apakah benar kemampuan dan bakat serta memori seseorang itu dibawa terus di setiap kelahiran berikut? Sebab saya pernah mendengar ada orang yang berkata setelah mati maka semuanya musnah termasuk memori kehidupan lampau dan bakat, yang tersisa hanyalah karma makhluk itu. Benarkah musnah seperti itu? Karena saya membaca kisah Petapa Sumedha berjuang menyempurnakan parami di banyak kelahiran, maka seharusnya kemampuan dan bakat masih bisa dibawa. dan Buddha Gotama juga bisa mengingat kehidupan lampau. Lalu apakah terlahir di alam dewa lebih memungkinkan untuk ingat kehidupan lampau dibanding lahir sebagai manusia?
Terima kasih Bhante.
Jawaban :
Manusia terdiri dari badan dan batin. Kematian manusia akan membusukkan dan menghancurkan tubuh jasmani. Namun, ketika batin yang belum mencapai kesucian terlahirkan kembali, sebagian besar kemampuan yang pernah ia miliki juga terbawa. Oleh karena itu, tidak heran apabila menjumpai anak-anak jenius yang mampu melakukan perhitungan matematika untuk orang dewasa ataupun memiliki kemampuan bermain musik yang luar biasa atau berbagai kelebihan lainnya. Dalam pengertian Buddhis, kemampuan luar biasa yang dalam masyarakat sering disebut sebagai ‘bakat’ sebenarnya banyak dipengaruhi oleh ingatan dari kehidupan sebelumnya. Mereka yang banyak mengingat kehidupan lampaunya, akan lebih banyak bakat yang mereka miliki.
Oleh karena itu, diceritakan dalam Kitab Suci Tipitaka bahwa Pangeran Siddhattha sebelum mencapai kesucian sebagai Buddha Gotama juga mampu mengingat berbagai peristiwa dari banyak kehidupan sebelumnya. Dari sedemikian banyak ingatan itulah Beliau mempelajari untuk menyimpulkan sebagai pokok dasar Ajaran Sang Buddha yaitu Empat Kesunyataan Mulia.
Adapun kisah para dewa dengan kemampuan ingatan pada kehidupan sebelumnya dapat dibaca di :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/vimanavatthu/
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
9. Santri
Sunday, 5 December 2010
Reiki
Namo Buddhaya,
Saya mau tanya,  apakah Bhante pernah dengar tentang Reiki (teknik ini berasal dari Tibet dan hampir sama dgn Yoga dari India) ? Mereka mengajarkan teknik pembukaan cakra (tubuh manusia ada 7 cakra).
Apakah tidak apa-apa mengikuti kegiatan spritiual seperti Reiki?
Karena banyak kesamaan hal dgn Buddhis. Mereka mengajarkan teknik meditasi dari peng-aktif-an cakra mahkota (tingkat 1), tingkat 2 kundalini sampai tingkat 3, Menurut mereka, jika didalami secara benar-benar serius pada waktu tertentu dapat mencapai pencerahan sempurna (Nirvana). Keterangan bisa dibaca di www.padmajaya.com
Terus terang saya juga merasakan sensasi2 tertentu diseluruh tubuh (sangat ringan tanpa bentuk2 pikiran) ketika melakukan teknik meditasi ini (saya baru tingkat 1). Beberapa rekan yang telah mengikuti sampai tingkat 3 atau lebih tinggi malah mempunyai kmampuan melihat hal-hal gaib, membaca pikiran orang, melihat kelahiran lampau mereka(reinkarnasi),
Bagaimana menurut Bhante jika saya sebagai umat Buddha mengikuti hal-hal tsb diatas,
Terima kasih.
Jawaban :
Ada beberapa metoda yang dapat dipergunakan seseorang untuk mencapai Nibbana (Nirvana) atau pencerahan sempurna. Namun, dalam pengertian Buddhis, apapun cara yang dipergunakan, syarat utama pencapaian Nibbana atau kesucian batin adalah kemampuan seseorang untuk setiap saat selalu berada dalam kondisi sadar sempurna. Sadar pada saat ia sedang bertindak, sadar ketika ia sedang berbicara serta sadar pada waktu ia sedang berpikir.
Apabila suatu metoda mampu mendukung pengembangan kesadaran sempurna, maka metoda tersebut tentu bermanfaat untuk umat Buddha yang ingin membebaskan diri dari belenggu ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Sebaliknya, apabila suatu metoda terbukti tidak mampu menunjang pencapaian kesadaran setiap saat, berarti metoda tersebut tidak mampu mengkondisikan seseorang mencapai pencerahan sempurna atau Nibbana.
Metoda Reiki pada batas-batas tertentu mungkin bermanfaat seperti yang disampaikan dalam berbagai informasi umum tentang metoda tersebut. Oleh karena itu, umat Buddha boleh saja mengikuti kegiatan yang diselenggarakan dengan menggunakan metoda tersebut.
Hanya saja, kiranya masih perlu dilakukan banyak penelitian mendalam dan sungguh-sungguh untuk menyimpulkan bahwa metoda Reiki mampu menghasilkan pencerahan atau kesucian atau Nibbana seperti yang dijelaskan dalam pengertian Buddhis.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk dijadikan perenungan.
Semoga selalu sehat dan berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo
———————————————————————————————————
10. Lim Tau Hie
Sunday, 5 December 2010
Tuhan
Namo Buddhaya,
Bhante, ada pertanyaan yg masih mengganjal dalam pikiran saya sampai saat ini mengenai Tuhan. Dalam Ajaran Buddha, tidak mengenal adanya Tuhan. Sedangkan dalam agama lain mengenal adanya Tuhan. Bahkan dalam kitab-katab agama lain ada perkataan-perkataan langsung dari Tuhan kepada nabi-nabiNya.
Saya ingin tanya, siapakah Tuhan yang memberikan wahyu ke Nabi-nabi tersebut?
Apakah yang dianggap Tuhan oleh umat lain dalam kitab mereka adalah Mahadewa yang menganggap dirinya sendiri sebagai Tuhan?
Mohon petunjuknya Bhante.Terima kasih.
Jawaban :
Agama Buddha mempunyai konsep ketuhanan yang berbeda dengan agama lain.
Penjelasan sekilas tentang konsep ketuhanan dalam Agama Buddha dapat dibaca pada :
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/ketuhanan-dalam-agama-buddha/
Perbedaan konsep ketuhanan dalam Agama Buddha dengan agama-agama yang lain timbul karena adanya perbedaan kebudayaan serta latar belakang masyarakat tempat Agama Buddha dan agama-agama lain tersebut berasal.
Menyikapi adanya berbagai perbedaan dalam agama-agama, termasuk konsep ketuhanan, kiranya akan lebih bijaksana kalau masing-masing fihak saling menghormati penjelasan yang dberikan oleh tiap agama. Tidak diperlukan menyamakan konsep yang memang berbeda ataupun memberikan pandangan agama sendiri terhadap konsep ketuhanan dalam agama lain.
Sikap mental saling menghormati penjelasan serta pengertian yang diberikan oleh agama lain patut dilakukan karena seseorang menganut suatu agama adalah berdasarkan kecocokan, bukan berdasar penilaian benar ataupun salah. Sulit melihat kebenaran suatu agama ketika hal yang dianggap benar oleh satu agama ternyata berbeda saat dijelaskan oleh agama lain. Demikian pula dengan penjelasan tentang konsep ketuhanan dalam Agama Buddha. Apabila seseorang telah cocok, maka ia hendaknya tidak mempergunakan penjelasan dalam Agama Buddha untuk menilai konsep serupa di agama lain. Akan lebih baik kalau ia berusaha memanfaatkan seluruh energi yang ia miliki untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari sehingga ia semakin meningkat kualitas perilaku, ucapan dan cara berpikir sesuai dengan Buddha Dhamma. Dengan demikian, akan terwujud kehidupan yang damai serta harmonis di antara anggota masyarakat dengan berbagai agama yang dianut.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk setiap umat Buddha agar lebih memusatkan pikiran pada Ajaran Sang Buddha serta tidak memancing perselisihan pendapat maupun perdebatan antar agama. Tidak jarang perdebatan antar agama berujung dengan permusuhan. Padahal, sungguh berbahagia ketika setiap orang dapat hidup damai saling berdampingan dengan sesama anggota masyarakat lainnya dengan segala bentuk perbedaan yang ada.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk membangun kehidupan masyarakat yang harmonis di tengah adanya berbagai perbedaan, termasuk agama.
Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
Salam metta,
B. Uttamo